#BuyOrBye: Emiten Geng LQ45 Ini Kinerjanya Turun, Mana yang Masih Layak Kamu Koleksi?

LQ45 Illustration - Canva

LQ45 Illustration - Canva

Like
Di pekan keempat maret 2021, performa indeks LQ45 mendapat sorotan nih. Dihuni oleh saham dengan likuiditas tinggi, sayangnya selama tiga bulan pertama tahun 2021 pergerakan LQ45 justru enggak terlalu bertenaga nih, Be-emers.

Dari data Bursa Efek Indonesia, sepanjang tahun berjalan hingga 26 Maret 2021, indeks LQ45 hanya tumbuh tipis 0,42 persen. Padahal, di periode yang sama, performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru lebih kuat 3,62 persen.

Kok bisa sih?

Sementara itu, dikutip dari Bisnis, Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan kalau sebenarnya pasar saham di Indonesia secara umum bergerak mixed sepanjang tiga bulan pertama 2021.

Rendahnya minat investor terhadap saham-saham besar dinilai jadi salah satu penyebabnya. Lebih dari itu, kurang agresifnya pergerakan LQ45 juga disebabkan oleh kinerja dari para emiten penghuninya yang cenderung mengalami kontraksi di tahun 2020 lalu lho, Be-emers.

Sejumlah emiten kayak Unilever (UNVR), Astra International (ASII), hingga emiten tembakau kayak HM Sampoerna (HMSP) dan Gudang Garam (GGRM) pun mendapat sorotan seiring dengan menurunnya kinerja.

 

Astra Int - Image: Astra

Astra Int - Image: Astra

 

Kinerja UNVR hingga ASII yang Kena Dampak Pandemi

Sebagai salah satu emiten konsumer terbesar, PT Unilever Indonesia Tbk. justru harus menelan pil pahit karena kinerjanya di tahun 2020 harus tertekan.

Berdasarkan laporan keuangannya per Desember 2020, UNVR mencatatkan laba bersih Rp7,16 triliun. Perolehan tersebut lebih rendah 3,1 persen secara year-on-year (yoy) dibanding tahun sebelumnya, yakni Rp7,39 triliun.

Penurunan laba bersih itu terjadi seiring dengan naiknya beban perusahaan, seperti:
Beban pemasaran dan penjualan naik 7,19 persen
Beban umum dan administrasi naik hingga 12,83 persen

Enggak hanya itu, penjualan ekspor juga terkoreksi cukup dalam, yakni 11,41 persen. Meski begitu, penjualan dalam negeri dan penjualan bersih masih mencatatkan pertumbuhan tipis, masing-masing sebesar 0,69 persen dan 0,11 persen.

Penurunan kinerja UNVR disebabkan oleh adanya tekanan dalam bisnis fast moving consumer goods (FMCG) yang terdampak oleh pelemahan daya beli pada masa pandemi nih, Be-emers.

Enggak hanya UNVR, PT Astra International Tbk. (ASII) juga mengalami hal serupa. ASII jadi salah satu emiten yang cukup terpengaruh oleh pandemi Covid-19, yang mana penjualan kendaraan bermotor mengalami tekanan di 2021.

Berdasarkan laporan keuangannya, hingga 31 Desember 2020, pendapatan bersih ASII terjun hingga 26,2 persen, menjadi Rp175,046 triliun lho, Be-emers! Padahal di tahun sebelumnya, pendapatan ASII mencapai Rp237,166 triliun.

Beban ASII pun melonjak dari tahun sebelumnya, seperti bebas penjualan yang naik, dari Rp9,96 triliun di 2019 menjadi Rp11,75 triliun di 2020. Meski begitu, beban umum dan administrasi ASII turun tipis dari Rp14,09 triliun di 2019, menjadi Rp13,93 triliun di 2020.

Sementara itu, ASII memang dapat cuan dari divestasi saham Bank Permata senilai Rp5,88 triliun. Namun, penghasilan dari ventura bersama dan entitas asosiasi pun ikut menurun.

Menurut Presiden Direktur ASII Djony Bunarto Tjondro, dikutip dari Bisnis, laba bersih ASII setelah memasukkan keuntungan dari divestasi saham Bank Permata mencapai Rp16,2 triliun, turun 26 persen dibanding tahun 2019.

Sedangkan kalau tanpa memasukkan keuntungan dari hasil divestasi saham Bank Permata, laba bersih Grup Astra anjlok hingga 53 persen, menjadi Rp10,3 triliun lho, Be-emers!

Meski begitu, seiring dengan adanya relaksasi pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) yang diberikan untuk mobil mulai 1 Maret 2021, kinerja ASII diharapkan bisa pulih lagi nih, Be-emers.

Begitu juga dengan UNVR yang rencananya akan mengandalkan penjualan produk kategori kebersihan dan kesehatan di tahun 2021 untuk bangkit dari tekanan pandemi. Sentimen momen Ramadhan hingga Lebaran pun diprediksi akan berpotensi meningkatkan penjualan lho.

 

Rokok - Canva

Rokok - Canva

 

HMSP dan GGRM yang Tertekan kenaikan Tarif Pajak

Di sisi lain, seiring dengan kenaikan tarif pajak, emiten rokok PT HM Sampoerna Tbk. mengalami tekanan kinerja nih. Dari laporan keuangannya, pendapatan HMSP terkoreksi 12,85 persen, menjadi Rp92,42 triliun pada 2020.

Enggak hanya itu, HMSP diketahui cuma mengantongi laba tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp8,58 triliun. Angka tersebut terjun 37,46 persen dibanding perolehan tahun 2019, yakni sebesar Rp13,72 triliun.

Penurunan kinerja juga dirasakan emiten rokok lainnya, yakni PT Gudang Garam Tbk. (GGRM). Laba GGRM harus terkoreksi seiring dengan meningkatnya beban perseroan.

Dari laporan keuangannya hingga 31 Desember 2020, beban GGRM mengalami peningkatan. Salah satunya yakni beban biaya pokok penjualan naik Rp9m,34 triliun dari tahun sebelumnya.

Alhasil, laba bruto GGRM hanya mencapai Rp17,38 triliun, turun dari saat 2019 yang mencapai Rp22,78 triliun.

Namun, GGRM masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan hingga 3,57 persen, yakni sebesar Rp114,47 triliun di tahun 2020. Sedangkan di tahun 2019, pendapatan GGRM tercatat Rp110,52 triliun.

Nah, kira-kira empat emiten ini masih layak kamu koleksi enggak ya? Yuk, kita cek juga dari kinerja saham, PER, dan total asetnya.

 
Emiten Total Aset 31 Desember 2020 PER Harga Saham 31 Maret 2021
UNVR Rp20,53 Triliun 35,02x Rp6.575 [+0,38%]
ASII Rp338,20 Triliun 13,21x Rp5.275 [-2,31%]
HMSP Rp49,67 Triliun 18.64x Rp1.375 [+0,73%]
GGRM Rp78,19 Triliun 9,10x Rp36.175 [-1,36%]

Sumber: RTI Business
Pertanyaan 1 dari 1

Jadi, kalau berdasarkan prospek yang dilihat dari kinerjanya, kamu mau BUY atau BYE saham emiten UNVR, HMSP, GGRM, atau ASII nih?

Card image cap