Menuju swasembada pangan (Foto Freepik.com)
Ingatkah Anda pada tahun 2021 sekjen PBB Antonio Guterres yang memperingatkan kepada semua ilmuwan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bahwa “Perubahan Iklim atau IPCC akan merusak tatanan ekosistem dunia”?
Ternyata, apa yang dikatakan beliau itu benar adanya, sejak dua tahun terakhir hingga kini peningkatan iklim sebesar 1.1 derajat C membawa dampak besar kepada bumi tempat kita berpijak.
Suhu bumi makin panas, hujan dengan intensitas tinggi, menimbulkan berbagai bencana alam seperti banjir, musim kemarau yang panjang sekali.
Perubahan iklim ini sangat mengkhawatirkan, bukan hanya di bumi Amerika atau Eropa saja, tetapi sudah kita rasakan di Indonesia.
Cuaca tidak bersahabat, bulan Juni seharusnya sudah musim panas, tetapi masih sering hujan, hingga banjir.
Hal ini terjadi di Indonesia. Kondisi lingkungan yang memprihatinkan, eksploitasi hutan di Kalimantan dan Papua yang terus menerus membuat hutan jadi gundul, penggundulan hutan dialihkan sebagai industri ekstraktif.
Dampak berat kepada lingkungan dan sektor pertanian
Eksploitasi dan kerusakan tanah dan hutan akibatnya frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor dan kekeringan.Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ada 98 bencana di tahun 2024. Semua bencana ini adalah bencana hidrometeorologi.
Kerugian akibat bencana mencapai Rp50 triliun. Dampaknya bukan hanya merusak lingkungan, fungsi lahan yang masih tapi juga ekosistem dan akhirnya akan mengancam ketahanan pangan.
Dampak buruk pada sektor pangan
Sektor pertanian terkena dampak berat dari bencana dan kerusakan alam. Iklim yang tidak bersahabat, hujan keras pada saat petani sedang musim tanam.Petani umumnya menanam benih di saat musim hujan karena ketersediaan air yang cukup memadai (bulan November, Desember, Januari, Februari dan Maret).
Setelah penanaman, masa panen akan tiba setelah 3-4 bulan kemudian. Sayangnya, pada saat menanam benih, hujan keras yang tak henti-hentinya menyapu semua benih yang baru saja ditanam.
Akibatnya petani menderita kerugian akibat pembelian benih itu hilang disapu oleh banjir bandang yang datang tak diharapkan.
Ada pula, ketika petani sedang menunggu padi yang sedang dalam masa pertumbuhan, menunggu datangnya hujan, tapi yang datang adalah kekeringan cukup panjang.
Benih tanaman yang tidak mendapatkan air yang cukup akhirnya akan mati kekeringan. Cuaca mengacaukan semua rencana petani untuk menanam dan memanen hasil pertanian.
Akar masalah
Tata kelola lahan yang tidak terintegrasi dan berkelanjutan jadi akar masalah lingkungan dan bencana alam di Indonesia. Kekayaan alam Indonesia dengan keanekaragamanan hayati seharusnya jadi sumber pangan yang luar biasa dari mega-biodiversitasnya.
Namun, Indonesia tak bisa memanfaatkan kekayaan itu yang disebut dengan mega biodiversitas dan keragaman sehingga disebut negara keragamanan pangan rendah.
Namun, selama berabad-abad ini keanekaragaman hayati hanya dikonsumsi oleh warga lokal saja.
Sementara masyarakat yang hidup di perkotaan masih menginginkan beras jadi makanan utamanya..
Akhirnya fokus dari sistem agroekologi kita hanya berfokus kepada segelintir komoditas bernilai tinggi dan hanya varietas tanaman produktif.
Akibatnya variasi pangan yang ada di pasar sangat terbatas, sebaliknya ratusan spesies tanaman pangan bergizi terabaikan.
Asupan makanan pada sebagian warga pun hanya berkandung asupan karbohidrat tinggi dan asupan protein dan vitamin rendah.
Di samping itu perubahan iklim akibat dari emisi gas rumah kaca oleh aktivitas pertanian secara tidak langsung mengakibatkan susutnya lahan pangan. Ditambah dengan kebakaran hutan dan perkebunan.
Menurut Moediarta dan Stalker 2007, dengan adanya bencana-bencana ini diproyeksikan Indonesia akan mengalami gagal panen 44 persen menyebabkan 19 juta orang kelaparan.
Peluang dan tantangan untuk transformasi
Sebagai pembuat kebijakan di Indonesia, Direktorat Pangan dan Pertanian pada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional perlu bekerja sama dengan sektor lain, pertanian, perikanan dan lingkungan untuk dukung sistem pangan dan pendekatan yang terintegrasi dan tidak tersekat-sekat dan tidak mementingkan sektoral.
Diversifikasi Pangan
Diversifikasi pangan melalui edukasi dan promosi tentang konsumsi pangan lokal seperti singkong, jangun, umbi-umbian.
Intensifikasi Pertanian
Kunci utama keberhasilan dari intensifikasi pertanian adalah dengan penggunaan teknologi digital,bibit unggul serta pupuk organik.Dalam hal ini pemerintah menghimbau para pemuda yang tertarik dengan pertanian untuk jadi petani digital dengan memanfaatkan teknologi modern, digital untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan berkelanjutan pertanian.
Teknologi smart farming, drone, sensor tanah dan sistem irigasi otomatis sangat penting bagi petani masa kini untuk memantau kondisi lahan, mengontrol irigasi dan deteksi hama dan penyakit.
Pemakaian pupuk organik jadi bagian yang penting bagi para petani. Lahan yang dipupuk dengan pupuk organik lebih sehat daripada yang gunakan pupuk kimia.
Dilansir dari pupukkaltim.com, PT Pupuk Kaltim telah membimbing dan membina petani di Teluk Pandan Kutai Timur dengan memberikan edukasi tentang pembuatan pupuk organik dengan menggunakan Biodex, yang jadi salah satu produk hayati unggulan perusahaan.
Dengan penggunaan pupuk organik, selain hasilnya lebih baik juga lahan yang dikelola lebih maksimal.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.