Menghilangkan Petani dari Bumi Indonesia

Apakah petani akan hilang ? (Sumber:freepik.com)

Like

Ada sebuah prediksi, petani akan hilang dari bumi Indonesia. Sebuah pendapat yang membuat saya greget. Namun, sekaligus penasaran apakah benar hal demikian berdasar?
 
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan lambat laun profesi petani akan musnah dari bumi Indonesia. Dan sudah tidak ada di tahun 2063 (Kumparan.com, 24/03/2021).  
 
Berarti sekitar 38 tahun lagi sudah tidak ada lagi yang namanya petani di Indonesia berdasarkan prediksi ini. 
 
Masih lama, masih ada petani 3 dekade ke depan. Pahlawan pangan itu akan tetap ada minimal di pilihan pekerjaan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP). 
 
Namun saya kembali membaca berita lain. Petani akan musnah dari Indonesia 10 tahun lagi. Karena petani semakin tua dan tidak ada regenerasi dan sulit berinovasi (pertanian.polbangtanyoma.ac.id)

Prediksi itu juga didukung hasil Sensus Pertanian (BPS, 2023) yang menyatakan jumlah petani Indonesia mengalami penurunan 7,42 persen . Dari 31,70 juta orang di tahun 2013 menjadi 29,34 juta orang petani. Jumlah itu didominasi petani generasi X (43-58 tahun) sebesar 42 persen. Juga petani berusia 55-64 tahun meningkat 3,29 persen dan petani berusia di atas 65 tahun juga meningkat sebesar 3,4 persen (berkas.dpr.go.id). 
 
Saya masih penasaran. Apakah data itu benar dan berdasar di lapangan? Saya penasaran mencoba mencari data lagi terkait minat generasi muda menjadi petani. Hasilnya ternyata sesuai dengan klaim di atas.
 
Hanya 6 dari 100 gen Z yang berminat jadi petani. 
 
Begitu kiranya inti survei yang dilakukan Jakpat tahun 2022. Generasi Z ini kiranya berumur 15-26 tahun yang tentu masih berada di bangku sekolah atau kuliah. 
 
Dari survei tersebut diketahui bahwa alasan utama Gen Z tidak berminat di bidang pertanian adalah tidak ada pengembangan karir (36.3%), lalu penuh risiko (33.3?), pendapatan kecil (20%), tidak dihargai (14.8%) dan tidak menjanjikan (12.6%). 

 
Sedangkan jenis pekerjaan impian Gen Z masih dari sumber yang sama adalah pendidikan (15.8%), disusul teknologi informasi (13%), kesehatan (11.5%), pertambangan (10%) seni kreatif (7.1%). 
 
Berarti, jika berlanjut dalam beberapa tahun kedepan petani Indonesia akan sirna dari muka bumi. Lalu, siapa yang akan menyiapkan pangan untuk negeri ini? 
 
Saya awalnya tetap skeptis terhadap survei tersebut. Ah, paling itu survei dadakan yang hanya sampelnya anak-anak di kota besar. 
 
Lalu, saat mudik kemarin saya mencoba membantah survei tersebut dengan mengambil data langsung ke anak-anak usia sekolah Gen Z. Ternyata jawabannya juga mendekati sama. Tidak ada anak Gen Z yang tertarik menjadi petani.
 
Kemudian saya juga bertanya ke saudara yang sesama petani. Ternyata jawabannya juga sama. Tidak mau jadi petani. Bahkan orang tuanya juga menyampaikan anaknya jangan sampai jadi petani lagi.
 
Ternyata benar, petani bukan profesi impian masa depan. 
 
Saya jadi teringat, saat mengganti data KTP setelah menikah dan memutuskan mengisi pekerjaan petani/pekebun, karena memang demikian adanya pekerjaan saya. Petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) menyarankan jangan petani. Ganti saja dengan wiraswasta saja atau pekerjaan lain. 
 
Ternyata benar, dari generasi muda sampai tua menganggap pekerjaan petani tidak menjanjikan, juga tidak keren. 
 
Terlebih saat sudah lulus dari sarjana pertanian, memang hanya segelintir saja yang masih bekerja linear pertanian. Lebih banyak yang melompat ke bidang lain. 
 
Apabila tetap seperti itu dan kita bersama-sama acuh tak acuh pada realita ini, maka mari kita lenyapkan petani saja pertanian dari Indonesia. 

 

Mari Jadi Petani dan Bangga akan Pertanian

Petani adalah ujung tombak swasembada pangan yang menjadi program utama pemerintah di bidang pangan. Maka, regenerasi petani adalah sebuah keharusan. 
 
Solusi utama menjawab hal ini adalah menjadi petani. Bangga akan profesi petani dan bangga menggunakan produk lokal petani. 
 
Dukung dan ajak anak-anak muda kembali menjadi petani dan bekerja di bidang pertanian. Juga, sampaikan ke khalayak bahwa petani adalah pahlawan masa kini. 
 
Saya sendiri memilih menjadi petani, sesuai yang tertera di KTP dan KK juga kenyataan sehari-hari yang saya lakukan. Serta bangga akan memilih menjadi lulusan dari jurusan pertanian. Karena merasakan bahwa petani dan pertanian tetap relevan dengan zaman dan menguntungkan. 
 
Harapan petani kebanyakan tentu permudah dan dekatkan pupuk, benih unggul diperbanyak, irigasi ditata, modifikasi cuaca, mekanisasi, pemangkasan rantai pasokan penjualan produk pertanian, harga pokok pembelian tinggi dan kepastian pembelian produk pertanian. Juga apresiasi petani dengan masyarakat tetap menggunakan dan membeli produk pertanian lokal. 
 
Perguruan tinggi dan lembaga penelitian terkait adalah perbanyak penelitian yang berdampak langsung ke petani. Terapkan hasil penelitian secara berkesinambungan. Juga solusi konkret akan ketergantungan kimia ke organik. Agar semakin mendukung pertanian berkelanjutan.  
 
Kepada pemerintah, perbanyak beasiswa ke Perguruan Tinggi. Tidak harus ke jurusan pertanian, karena kebanyakan di lapang mereka yang basic ilmu bukan pertanian juga sukses di bidang pertanian. 
 
Seperti yang dilakukan oleh Pupuk Kaltim melalui program Pupuk Kaltim Peduli Pendidikan (PKTPP) yang memberikan kesempatan kepada anak-anak kurang mampu dan berprestasi di Kota Bontang. Tujuan utama adalah menyiapkan SDM yang unggul dan berdaya saing sesuai perkembangan zaman (pupukaltim.com
 
Sebuah harapan akhir adalah memperbanyak materi pertanian ke dalam kurikulum sekolah. Dari pendidikan dasar sampai menengah. Bahkan mungkin juga dikenalkan sejak pra sekolah. Agar, mereka sudah kenal pertanian sejak dini. 
 
Jika kamu peduli dan tidak mendukung petani juga pertanian hilang dari Indonesia, mari kita lawan bersama berbagai stigma negatif pertanian dengan menyebarkan berita baik bidang pertanian. Salah satunya tulisan ini. Berkenan sahabat?