Kerapan Sapi: Merayakan Kemerdekaan di Kabupaten Probolinggo

Kerapan Sapi (Sumber Gambar: Wikimediacommons)

Kerapan Sapi (Sumber Gambar: Wikimediacommons)


Lumbang, sebuah kecamatan di Kabupaten Probolinggo Jawa Timur, tempat di mana saya lahir dan mengenal tradisi Agustusan.

Tempat ini merupakan salah satu desa yang berada di bawah kaki Gunung Bromo. Jika Be-emers hendak berkunjung, menikmati keindahan alam di sekitar Gunung Bromo, Be-emers bisa menggunakan jalur yang melewati desa ini.

Cerita ini adalah sebuah ingatan masa lalu, di mana saya masih memakai kaos pendek yang senada dengan celana pendek berwarna hijau toska. Saat itu saya di gendong oleh Ibu saya, yang berjalan sejauh 3 km menuju acara agustusan bersama Ayah saya, pria paling ganteng di keluarga kecil kami.

Sebuah acara rutinan yang diselenggarakan tiap tahun, di tanggal 17 Agustus, selepas pengibaran bendera merah putih di lapangan, dekat tempat pemakaman desa.

Lupakan tentang tempat pemakaman. Karena, saat 17 Agustus datang, tempat yang konon katanya angker itu, tak lagi membawa aura mistis. Di sana ada banyak warga yang berdatangan, dari 10 desa di wilayah kecamatan Lumbang, demi menyaksikan sebuah perayaan kemerdekaan yang terjadi hanya setahun sekali.


Rombong-rombong penjual makanan dan minuman berjajar di sekeliling lapangan. Ada baiknya saat ke sana tidak membawa kendaraan bermotor, karena tidak ada tempat parkir, oleh sebab itulah Ibu dan Ayah saya berjalan kaki sepanjang jalan, sambil menggendong gadis mungil yang masih takut dengan kambing yang lepas dari pengembalanya.
 

Menonton Kerapan Sapi

Acara pertama yang kita saksikan adalah kerapan sapi. Puluhan sapi berlomba menunjukkan kemampuan mereka dalam berlari dan berkonsentrasi agar jalur yang mereka lalui lurus ke depan, tidak menyerang warga yang sedang menonton.

Sapi-sapi itu berpasang-pasangan, dengan segala hiasan yang mewarnai wajah mereka. Kayu yang telah dimodifikasi menjadi tumpuan seorang pemandu kerapan, menghalau sapi-sapi mereka agar berjalan sesuai jalur.

Baca Juga: 8 Ide Lomba Hemat yang Bisa Meriahkan Lomba 17 Agustus Kamu!

Siapa yang bilang kalau sapi yang hebat adalah sapi yang jalannya lurus sampai garis finish? Justru mereka yang bisa menyerang wargalah yang akan mendapatkan sorak sorai dari penonton. Merekalah sang juara, sosok yang bisa membuat warga berlari menjauhi arena pertandingan.

Debu berwarna coklat yang ada di lapangan pada akhirnya menjadi polusi bagi kita, warga yang sedang menyaksikan atraksi sapi-sapi pilihan. Tapi itu sangat menyenangkan bagi kami dan membuat kami tertawa terbahak-bahak.
 

Ternyata Kambing Juga Bisa Ikut Kerapan

Acara selanjutnya, masih dengan tema yang sama yaitu kerapan. Namun, hewan yang satu ini lebih kecil dari sapi, siapa mereka? Mereka adalah kambing. Kambing-kambing hebat itu juga berlomba, menunjukkan bakat mereka sebagai pelari jarak jauh. Siapa yang sampai di ujung jalan dengan cepat dan lurus mereka adalah pemenangnya.

Setelah acara kerapan selesai, tibalah acara panjat pinang. Acara yang ditunggu oleh Bapak-bapak berkekuatan super, yang mampu memanjat kayu berselimut pelicin setinggi pohon Gmelina berusia sekitar 3 tahun.

Mereka dengan kekuatannya bertarung melawan licinnya kayu berwarna hitam untuk mengibarkan bendera merah putih dan mendapatkan hadiah utama, uang tunai senilai 500 ribu. Setelah sampai dipuncak, mereka akan menarik hadiah-hadiah yang disusun melingkar, bah roda sepeda.