ilustrasi penasihat keuangan (sumber: https://smart-money.co/finansial/diagnosa-kondisi-kesehatan-keuanganmu)
Likes
Dalam sebuah artikel berjudul “Inilah 5 ‘Jebakan’ dalam Berinvestasi Saham”, saya menyebut bahwa salah satu “jebakan” yang umum dijumpai di dunia pasar modal adalah “jebakan rekomendasi”.
“Jebakan” ini biasanya menimpa orang yang belum begitu memahami seluk-beluk berinvestasi saham, sehingga cenderung membeli atau menjual saham berdasarkan rekomendasi orang lain yang dianggap sudah “ahli”.
Jika saran yang diikuti berasal dari orang yang memang kompeten di bidangnya, maka sebetulnya sah-sah saja kalau saran tersebut didengarkan. Saya pun sering membaca atau menyimak saran tentang pilihan saham yang disampaikan oleh orang lain di blog atau di youtube.
Meskipun mereka termasuk orang yang sudah cukup berpengalaman dan penjelasan yang disampaikan begitu lengkap, namun saya tidak serta-merta mengikuti semua saran yang mereka berikan. Terlalu berisiko jika saya sampai melakukannya, sebab kalau ternyata rekomendasi saham tadi ternyata keliru, siapa yang akan bertanggung jawab atas kerugian yang bisa saya alami?
Walaupun tahu cukup berisiko, namun saya agak heran, mengapa masih ada orang yang menelan rekomendasi saham dari orang lain mentah-mentah? Bukankah sudah ada banyak kasus orang yang menderita kerugian puluhan hingga ratusan juta Rupiah karena “dicecoki” oleh rekomendasi saham yang keliru?
Sebut saja kasus yang membelit sebuah perusahaan yang bergerak dalam jasa penasihat keuangan baru-baru ini. Nama perusahaan tadi mendadak tenar, setelah mantan kliennya menampilkan sebuah postingan di akun media sosialnya. Postingan itu ternyata berisi tentang “cerita pahit” karena portofolio sahamnya minus puluhan juta rupiah akibat salah kelola investasi.
Sang mantan klien menuding bahwa perusahaan tersebut tak hanya telah merekomendasikan pilihan saham yang berisiko tinggi, tetapi juga ikut mengatur transaksi saham miliknya. Ia menyebut staf di perusahaan tersebut leluasa memilihkan dan mentransaksikan saham yang direkomendasikan, layaknya seorang manajer investasi.
Biarpun sampai saat ini, kasus tersebut masih diusut oleh otoritas yang berwenang, namun kalau sampai terbukti bahwa perusahaan itu memperjual-belikan saham dengan menggunakan akun sekuritas milik kliennya, maka hal itu jelas sudah melampaui batas, mengingat peran penasihat keuangan hanya sebatas memberi saran, bukan ikut mengelola portofolio kliennya.
Saya enggan membahas kasus ini lebih jauh, mengingat penyidikan masih berlangsung, sehingga belum jelas pihak mana yang bersalah. Namun demikian, kasus ini mengingatkan saya pada sebuah kalimat unik yang pernah disampaikan oleh Warren Buffett bertahun-tahun silam.
“Wall street is the only place that people drive to in Rolls Royce to take advice from people who ride the subway,” kata “investor legendaris” dari Amerika Serikat tersebut.
Biarpun terkesan bercanda, namun, ada realita yang menarik di dalam kalimat itu, bahwa orang kaya ternyata cenderung mendengarkan nasihat investasi dari orang lain yang belum tentu lebih kaya darinya. Aneh? Namun, itulah yang terjadi di dunia pasar modal pada masa lalu, masa kini, atau bahkan masa depan.
Lewat kalimat itu pula, Buffett seolah ingin “menyindir” perilaku investor lain yang gampang bertransaksi saham hanya karena dipengaruhi oleh suatu rekomendasi tertentu. Buffett sadar sepenuhnya bahwa tidak ada seorang pun yang bisa meramalkan pergerakan harga saham, sehingga mengikuti rekomendasi untuk membeli atau menjual suatu saham hanya akan “menjerumuskan” orang tersebut pada kerugian.
Makanya, dalam berinvestasi saham, Buffett bersikap begitu independen. Saat tertarik pada sebuah saham, ia biasanya akan mempelajari segalanya dengan cermat, mulai dari prospek bisnisnya, kualitas manajemennya, hingga laporan keuangannya. Jika sudah merasa yakin, maka barulah ia melakukan pembelian besar-besaran pada waktu yang tepat.
Dengan menerapkan cara ini, Buffett kerap menghasilkan keuntungan yang besar dari investasinya. Setelah selesai dibeli oleh Buffett, saham tersebut umumnya meningkat harganya puluhan kali lipat. Oleh sebab itu, jangan heran, berkat investasi yang dilakukannya, Buffett menjadi salah satu orang yang paling kaya di dunia.
***
Jadi, jika dengan bersikap independen dalam berinvestasi saham, seseorang bisa meraih keberhasilan, seperti Buffett, lalu masih perlukah kita menggunakan jasa penasihat keuangan dalam belajar mengelola aset yang dimiliki? Jawabannya saya kembalikan kepada masing-masing.
Kalau anda merasa butuh, karena masih awam dalam dunia investasi saham, maka silakan pergunakan jasa penasihat keuangan. Hanya saja, pastikan bahwa penasihat tadi memiliki reputasi yang baik dan manajemen yang kredibel, sehingga aset yang ingin diinvestasikan bisa selamat dan sukses.
Salam.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.