Makna Peringatan Hari Pancasila di Tanggal 1 Oktober

1 Oktober diperingati sebagai hari kesaktian Pancasila, sumber gambar: https://pixabay.com/id/illustrations/ai-dihasilkan-indonesia-8803514/

Like

Sebagaimana sejarah masa lalu, ya, jelas, namanya sejarah pastilah masa lalu, mana ada sejarah masa depan?

Diulangi lagi, sebagaimana sejarah masa lalu di negeri kita, Indonesia, terjadi peristiwa yang cukup mengoyak nurani dan jiwa kemanusiaan kita. 

Pada tanggal 30 September 1965, terjadi pemberontakan dari Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia alias G30S PKI.

Kita mungkin mengenalnya melalui film G30S yang dulu sering diputar di tanggal 30 September. Sekarang film itu bisa dilihat lagi di YouTube, itupun jika ada kuota internetmu atau ada tempat menebeng WiFi gratis, hehe. 
 


Pancasila Indonesia Sudah Terbukti Sakti

Jika ada pertanyaan, tanggal 1 Oktober itu memperingati hari apa? Maka, jawabannya tentu saja memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Biasanya, dalam momen hari-hari besar nasional, selalu diadakan upacara bendera.


Upacara ini dilakukan di sekolah-sekolah maupun instansi pemerintah. Tentu saja, ada peserta upacara, petugas upacara, dan pembina upacara. 

Kita perlu bersyukur, upacara bendera ini dilakukan di pagi hari. Coba dilakukan di siang hari, pastilah banyak yang tidak tahan.

Pastilah banyak yang pingsan, karena matahari tepat di atas kepala, kok malah upacara? Meskipun pagi, tetaplah matahari bisa dirasakan menyengat. Itu namanya vitamin D, alias D yang kepanjangannya Dijemur!

Momen Hari Kesaktian Pancaila memang menjadi perenungan yang luar biasa bagi bangsa kita. Betapa gerakan untuk menjadikan Indonesia negara komunis berhasil digagalkan. Tentunya, atas perjuangan TNI, rakyat Indonesia yang membantu TNI, dan kuasa Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 

Baca Juga: Toleransi dan Demokrasi: Kunci Mencegah Terulangnya Tragedi G30S PKI

Tanggal 30 September 1965, para perwira tinggi TNI AD, diculik dari rumahnya. Kalau dilihat dari filmnya, ada yang masih pakai piyama, masih pakai baju biasa.

Yah, namanya juga tengah malam. Waktunya istirahat. Pasukan Cakrabirawa, pasukan pengawal Presiden, dalang terjadinya pemberontakan, menculik para perwira tinggi tersebut dengan dalih Presiden ingin bertemu. 

Memang sih, yang namanya pejabat itu harus selalu siap menghadap atasan kapanpun dan dimanapun. Seperti kata teman saya, dia baru saja tidur, pulang kantor tengah malam, eh, ditelepon bosnya, suruh ke kantor lagi.

Padahal, istirahatnya masih belum cukup. Tapi, ya, begitulah. Oleh karena tanggung jawab dan amanah, maka dia ke kantor juga. Beratnya amanah seperti itu, tidak tahu kalau beratnya Aminah berapa?

Sampai sekarang, Indonesia tetap menjadi negara yang berlandaskan Pancasila. Ideologi komunis berhasil dienyahkan dari muka bumi. Tapi, tunggu dulu! Ada yang perlu direnungkan di sini. 

 

Sebuah Kontradiksi

Masih hafal Pancasila bukan? Apa bunyi sila pertama? Semoga kamu masih ingat. Sila pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa.

Dari sila pertama ini, negara Indonesia berdasarkan kepada ajaran agama yang memang berlaku di sini. Segalanya dimulai dari niat yang tulus berlandaskan kepada Tuhan. Kalau di Islam, ya, kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Bentuk dari penjabaran tersebut, tiap ada kegiatan kantor dari instansi pemerintah, maupun yang di dalamnya ada ASN, selalu ada doa.

Doa itu dipimpin dengan cara Islam. Pendoa membawa map, membacakan isi doa, hadirin ada yang mengaminkan, ada yang malah main HP.

Mungkin yang main HP itu, baca pesan dari istrinya yang mengomel bahwa gas di rumah sudah habis! Kalau sudah kondisi begitu, seharusnya si suami lebih kencang doanya. 

Nah, jika sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa sebagai dasar bernegara dan berkehidupan kita, kenyataannya tidak selalu seperti itu, lho!

Memang sih, agama itu menjadi urusan pribadi. Urusan masing-masing, tetapi tentu tidak ada salahnya juga kita saling mengingatkan. 

Soalnya, begini, sudah terang-terangan sekarang orang yang tidak sholat. Padahal, dia orang Islam, KTP-nya juga Islam. Terus, kalau orang Islam begitu, tetapi tidak sholat, selanjutnya bagaimana? Diminta masuk Nasrani juga tidak mau.

Diminta masuk agama lain juga ogah. Maunya tetap Islam, tetapi tidak mau sholat. Ini 'kan sangat membingungkan. 

Padahal, sholat itu ibadah yang tidak banyak membutuhkan energi. Masjid juga dekat, bahkan terasa semakin dekat dengan rumah kita.

Apalagi masjid sudah semakin banyak. Namun, kesadaran dan kepedulian terhadap agamanya sendiri masih sangat kurang. 

Lebih herannya lagi, ketika bulan puasa, mereka ikut puasa. Padahal, berpuasa itu lebih berat daripada sholat. Puasa harus menahan makan, minum, dan tentu saja merokok dari Subuh sampai Maghrib.

Ini jelas ibadah yang tidak mudah, karena berjam-berjam menahan nafsu untuk memasukkan sesuatu ke dalam mulut sampai ke dalam perut. Atau mungkin, mereka mengaku berpuasa juga, ya? Hem, bisa jadi begitu.