Mengenali faktor penyebab doom spending akan dapat mengurangi perilaku doom spending tersebut. Sumber gambar: Adobe Express
Likes
Fenomena Doom spending merupakan pengeluaran yang impulsif atau berlebihan akibat stres atau pengelolaan emosi yang kurang tepat. Stres ini bisa disebabkan karena berbagai faktor seperti tekanan media sosial, kondisi perekonomian global yang sedang tidak sehat, ketidakseimbangan penghasilan dan pengeluaran, atau yang lain.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Doom Spending
Baca Juga: Apa sih Doom Spending Itu dan Bagaimana Cara Mengatasinya?- Emosi. Tidak memahami emosi diri sendiri ataupun memahami tetapi tidak mampu mengendalikannya, merupakan salah satu penyebab perilaku doom spending.
- Tekanan sosial media. Tanpa diminta, berbagai platform media sosial memberikan informasi yang sangat berlimpah dan berlebih, termasuk mengajarkan pola hidup hedonis, konsumtif, suka pamer, dan sebagainya yang Ini juga penyumbang perilaku doom spending.
- Mudah sekali belanja online. Berbagai pilihan platform media belanja online, beserta kemudahan dan fasilitasnya, seperti harga bersaing, gratis ongkir, diskon gajian, diskon tanggal kembar, dan sebagainya, juga ikut memicu penyebab doom spending.
- Mudah mengakses pinjaman uang. Tidak seperti beberapa waktu lalu, orang meminjam uang harus dengan jaminan, dilakukan survey, dan sebagainya. Saat ini, orang meminjam uang sangat mudah. Hanya dengan mendaftar secara digital dan dengan melampirkan identitas, maka pinjaman sudah dapat langsung diperoleh. Pinjaman tersebut bisa berupa pinjaman online maupun pay later. Kemudahan ini juga menjadi salah satu penyebab doom spending.
- Ketidakstabilan ekonomi. Ketidakstabilan ekonomi suatu negara, deflasi, pajak tinggi, atau faktor-faktor lain yang menyebabkan keresahan dan kekhawatiran juga menjadi salah satu penyumbang perilaku doom spending.
- Ketidakseimbangan antara gaji dan biaya kebutuhan. Bagi yang mendapat Upah Minimum Regional (UMR) dan sudah belajar mandiri, artinya tidak ada bantuan dana dari pihak manapun, termasuk orang tua, akan sangat merasakan, bahwa gaji UMR saat ini sangat tidak sesuai dengan biaya untuk membeli kebutuhan. Bahkan di beberapa daerah, jangankan untuk menabung untuk mencukupi kebutuhan papan dan sandang, untuk biaya transportasi dan membeli kebutuhan pangan pokok pun belum cukup.
- Kurangnya literasi keuangan. Literasi keuangan ini termasuk pengaturan alokasi keuangan secara keseluruhan, membedakan kebutuhan pokok dan keinginan, investasi, dan lain sebagainya.
- Kultur instan. Segalanya ingin serba cepat dan segera ada juga menjadi penyumbang perilaku doom spending.
- Jargon self reward. Be-emers, jargon self reward saat ini juga sudah digunakan di semua produk untuk meningkatkan penjualan.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.