Mempertanyakan Kesejahteraan Guru, Bagaimana Implementasinya di Indonesia?

Guru dan Murid (Sumber Gambar: Pexels.com oleh pixabay)

Like

Guru masih menjadi salah satu profesi populer di Indonesia. Data BPS menunjukkan profesi di bidang jasa pendidikan masih menempati 8 posisi teratas paling banyak ditekuni masyarakat.

Berdasarkan data dari data pokok pendidikan yang dimiliki Kementerian Pendidikan, jumlah guru pada saat semester ganjil tahun ajaran 2024/2025 sebesar 3,39 juta jiwa.

Jumlah guru yang besar tersebut sayangnya masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Jika ingin didetilkan lagi, maka sebagian besar masih berada di kawasan perkotaan.

Tentu ini menjadi sebuah pertanyaan lantaran luasnya wilayah di Indonesia kenapa Pulau Jawa yang menjadi pilihan utama? Tidak lain tidak bukan karena prospek serta kesejahteraan yang lebih terjamin.

Kesejahteraan yang terjamin dalam hal ini jangan dibayangkan bisa hidup nyaman, tetapi lebih kepada ketersediaan fasilitas penunjang yang memadai serta gaji yang masih kompetitif.


Baca Juga: Pilkada Serentak 2024, Harapan untuk Pemimpin Terpilih

Kondisi infrastruktur serta fasilitas pendukung yang masih terbatas di luar Pulau Jawa utamanya daerah 3T menjadikan akses para guru dalam menunjang hidupnya terbatas. Hal tersebutlah yang menjadikan guru-guru khususnya enggan ke sana dan berdampak pada distribusi guru yang tidak merata.

Permasalahan tersebut baru satu masalah dari rentetan masalah yang ada terkait guru. Masalah lain seperti gaji dan tunjangan bagi guru yang kurang memadai terutama honorer juga masih membayangi.

Meskipun beberapa daerah telah menetapkan PPPK sehingga pendapatan guru lebih manusiawi, ini tidak menyelesaikan seluruh permasalahan.

Bahkan, beberapa waktu lalu saya menemukan lowongan pekerjaan guru di suatu sekolah mewah di Pulau Jawa yang gaji gurunya bahkan lebih rendah dari UMR setempat.

Tentu ini sangat memprihatinkan, lantaran bagaimana bisa seorang pendidik yang semestinya dihormati dan dhargai lebih malah mendapatkan gaji yang kurang pantas.