Memilih Jurusan Jelang SNBP, Jangan Sampai Kisah Nyata Ini Terjadi pada Kamu!

Memilih jurusan SNBP 2025 (Foto Pixabay.com)

Like

Memilih jurusan di perguruan tinggi pada dasarnya sama dengan memilih jurusan mobil angkot. Sebagai contoh, di kota Kendari.

Saya tinggal di sini mulai tahun 2008. Sekarang sudah pindah domisili, meskipun tetap di Sulawesi Tenggara. 

Mobil angkot di Kendari ada dua jalur besar, dipisahkan oleh strip memanjang di samping kiri dan kanan mobil. Kalau yang strip hitam, itu menuju ke arah kota. Maksudnya, ke pusat kota. 

Sedangkan yang strip pink, itu menuju ke kawasan selatan. Rumah sakit, pasar, kampus, dan sebagainya. Dahulu, kalau saya ada urusan ke pusat kota, ya, tinggal naik mobil strip hitam.

Pulangnya naik mobil angkot strip pink. Dua kali saya naik angkot saat pergi, demikian pula dua kali saat pulang. 


Jika kita bingung dengan tujuan kita, maka akan sembarang memilih mobil angkot. Sopir pun tidak peduli kita mau kemana, yang penting dia jalan saja.

Mungkin sampai nanti mentok, kita baru disuruh turun. Kalau tidak mau turun, mungkin kita nanti yang akan menggantikannya jadi sopir angkot, eh

Baca Juga: Jelang SNBP, Gimana Pilah Pilih Jurusan yang Tepat?


Kisah Nyata yang Memang Terjadi

Namanya juga kisah nyata, ya, pastilah terjadi. Kalau kisah yang belum tentu terjadi, namanya kisah maya. Jika kisah Mbak Maya, ini juga terjadi. Eh, ini Mbak Maya siapa sih

Dalam sebuah keluarga, terjadi konflik yang cukup besar antara seorang anak perempuan dengan bapaknya sendiri. Perempuan tersebut sebut saja namanya Dewi.

Mengapa saya memilih Dewi dan bukan Mawar? Soalnya, kalau Mawar itu biasanya menyangkut kasus yang negatif dan sering muncul di berita-berita nasional.

Saya tidak mau memilih Mawar, khawatir ada tawon dan kupu-kupu yang hinggap. Lho?

Dewi ketika akan memilih jurusan, dia memilih Sastra Korea. Dia menyukai ilmu itu karena terbiasa menonton drakor alias drama Korea. Hobinya sangat menikmati akting orang-orang yang katanya good looking di film tersebut. 

Nah, mungkin karena saking seringnya menonton film itu, dia mulai belajar Bahasa Korea. Mungkin menirukan beberapa kosakata, kalimat, atau percakapan. Semacam itulah. Muncullah minatnya pada bahasa tersebut. 

Akan tetapi, keinginan si anak gadis ditentang oleh bapaknya. Seperti biasa, kalimatnya, "Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Tuhan berkehendak lain."

Eh, kalau ini kalimat yang diucapkan dokter saat ada pasien meninggal dunia di sinetron salah satu televisi swasta. Maaf, salah. 

Kalimat yang menyanggah bapaknya si anak gadis adalah, "Mau jadi apa nanti kalau pilih jurusan itu? Mau kerja apa? Ha?!"

Sang bapak yang tentu saja lebih tua daripada anak gadisnya, sudah mempunyai rencana sendiri. Beliau bekerja di sebuah kantor pemerintah dan sudah mempersiapkan kerja untuk anaknya.

Namun, bukan Sastra Korea, melainkan jurusan sosial kemasyarakatan. Sebab, jurusan tersebut yang paling cocok dan sesuai dengan pekerjaan pilihan bapaknya.