Kolaborasi Desa, Solusi Pangan Masa Depan (Sumber gambar: Freepik)
Like
Be-emers, di saat banyak yang mengeluhkan harga pangan mahal, pupuk langka, dan panen yang makin tak menentu, ada satu kabar baik yang mungkin luput dari perhatian.
Bukan dari kota besar. Bukan pula dari laboratorium canggih. Tapi dari sebuah desa kecil bernama Babadan, di Magetan, Jawa Timur.
Di sana, warga desa pelan-pelan belajar cara baru untuk bertani. Bukan sekadar tanam lalu panen, tapi saling bantu, saling isi, dan memutar semua sumber daya yang ada supaya nggak ada yang terbuang.
Semua cerita perubahan ini bermula dari satu nama PKT BISA.
Ekonomi Sirkular Bukan Sekadar Teori, tapi jadi Cara Hidup di Desa
Buat banyak orang, istilah “ekonomi sirkular” kesannya ribet kayak teori yang cuma nyangkut di makalah ilmiah. Tapi di Babadan, istilah itu hidup berjalan nyata di tengah masyarakat.Nggak ada lagi yang berdiri sendiri petani, peternak, dan nelayan mulai saling rangkul. Limbah dari panen bisa jadi pakan ternak. Kotoran ternak balik lagi jadi pupuk.
Sisanya? Dikelola bareng lewat koperasi desa. Nggak ada yang mubazir. Semua disambungkan. Semua dimanfaatkan.
Baca Juga: Sawah, Startup, dan Semangat Anak Muda Mewujudkan Kedaulatan Pangan
Yang menarik, ini bukan ide dadakan. Bukan juga proyek formalitas. Awalnya sederhana, tapi jadi terarah berkat kehadiran program PKT BISA dari Pupuk Kaltim.
Lewat PKT BISA, Pupuk Kaltim Bantu Bangun Sistem Pertanian yang Tangguh dan Mandiri
Sebenarnya, kalau mau dibilang, PKT BISA ini bukan cuma urusan pupuk. Lebih dari itu, program ini ngajak warga desa untuk pelan-pelan bangun sistem mereka sendiri.Sistem yang dibangun bareng-bareng, ngurangin ketimpangan, bikin desa nggak gampang goyah, dan bisa jalan tanpa nunggu bantuan terus-menerus.
Pupuk Kaltim, lewat program ini, ngasih lebih dari sekadar produk. Mereka ngasih ruang belajar, tempat diskusi, dan akses buat warga bisa kelola pertanian dengan pendekatan yang baru.
Yang bikin petani nggak cuma bisa tanam, tapi juga ngatur distribusi, bahkan sampai ke pemasaran.
Ini bukan cerita “si A bantu si B”. Ini cerita bareng-bareng saling bantu, dengan satu tujuan bikin desa bisa berdiri di kaki sendiri.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.