Ilustrasi transaksi jual beli aset kripto (Sumber gambar: vecteezy.com)
Like
Aset kripto tak jarang diberi stigma negatif karena kerap tak sejalan dengan hukum. Hal ini tak terlepas dari penyalahgunaan aset kripto seperti untuk judi, pencucian uang, pendanaan kejahatan, dan tindakan melawan hukum lainnya.
Bahkan, tak jarang aset kripto dijadikan kedok penipuan berupa investasi bodong dengan metode skema ponzi atau jebakan exit-liquidity.
Di sini, volatilitas harga, kedok yang menjanjikan, dan nihilnya regulator menjadi faktor yang dimanfaatkan para oknum untuk melaksanakan niat jahatnya.
Padahal, sebagai instrumen investasi high risk-high return, aset kripto terutama yang berkapitalisasi pasar tinggi (seperti Bitcoin dan Ethereum) berpotensi dimanfaatkan para institusi keuangan yang teregulasi sebagai sarana lindungi nilai (hedge fund) kekayaannya dari inflasi mata uang fiat.
Baca Juga: 10 Saham Terbesar yang Merosot di BEI: Penurunan Tajam dan Dampaknya pada Pasar
Bahkan, di Amerika Serikat, aset kripto (Bitcoin) sudah legal untuk diperjualbelikan di bursa efek melalui produk exchange-traded fund (ETF).
Di Indonesia, aset kripto dan teknologi turunannya sebagai model bisnis semakin diadopsi masyarakat. Per November 2023, telah ada 18,25 juta pelanggan aset kripto yang terdaftar.
Sedangkan, per maret 2024, ada 35 centralized-exchange atau CEX (pedagang aset kripto) yang telah terdaftar di BAPPEBTI.
Apalagi, BAPPEBTI telah mendirikan bursa aset kripto CFX yang fungsi pengawasannya akan dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Perkembangan adopsi masyarakat ini tentu perlu disertai perlindungan dan kepastian hukum bagi para investor selaku konsumen dan pelaku usaha di industri terkait.
Pengaruh UU P2SK Bagi Industri Kripto
Dalam peraturan tersebut, OJK diberi amanah untuk mengawasi kegiatan jasa keuangan ITSK dan aset keuangan digital, termasuk aset kripto.
Baca Juga: 8 Cara Praktis Menyisihkan Uang untuk Menabung Saham
Sebelumnya, aset kripto diregulasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), baik dari segi penyelenggaraan perdagangannya hingga daftar aset yang boleh diperdagangkan.
Namun, sesuai Pasal 312 UU P2SK, ada peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset kripto dari BAPPEBTI ke OJK yang harus selesai maksimal 2 tahun sejak aturan itu diundangkan.
Adanya peralihan ini tentu berpengaruh terhadap pengawasan oleh bursa aset kripto yang telah dibentuk, yakni bursa CFX.
Selain itu, peralihan fungsi ini juga dapat berpengaruh terhadap penyelenggaraan perdagangan asek kripto sebagai subjek kontrak berjangka dan kontrak derivatif.
Adanya pengaturan perdagangan berjangka dan derivatif aset kripto dalam UU P2SK dapat berdampak positif pada industri ini secara nasional.
Pertama, pedagang aset kripto (CEX) yang terdaftar di Indonesia mulai memiliki dasar hukum untuk menyediakan fitur futures trading dan options trading pada aplikasinya.
Keberadaan dua fitur ini dapat mendorong konsumen untuk menggunakan CEX lokal yang terdaftar dan terawasi sehingga keamanannya dapat dijamin dan dapat pula mengurangi persaingan antar CEX lokal dan CEX asing yang tidak terdaftar (illegal).
Baca Juga: Lonjakan Harga Kumulatif, BEI Hentikan Sementara Perdagangan Saham SONA
Penggunaan aplikasi CEX terdaftar juga dapat mendorong kepatuhan konsumen dari segi regulasi, seperti dalam hal perpajakan dan penegakan FATF travel rules (aturan anti-pencucian uang dan pendanaan terorisme).
Pada akhirnya, kepatuhan ini akan mendorong kepastian hukum dan kepercayaan investor asing. Hal ini tentu bisa membuat industri aset kripto nasional lebih aman dan terus berkembang.
Komentar
03 Apr 2024 - 11:07
ya, aku salah satu yang berpandangan negatif ke Crypto, setidaknya untuk saat ini. Entah nanti