Industri tekstil (Sumber gambar: http://www.keycolour.net)
Likes
Tujuan utama didirikannya perusahaan adalah untuk mendapatkan laba (Al Haryono Jusup, 2001:23 dalam Natawibawa dan Herawati, 2019). Dalam kenyataannya, banyak perusahaan yang tidak memiliki kemampuan untuk mencapai tujuannya.
Bahkan, sebagian perusahaan tidak mampu bertahan di tengah tingginya persaingan usaha sehingga pada akhirnya mengalami kebangkrutan. Banyak faktor yang menjadi pemicu kebangkrutan suatu perusahaan.
Faktor tersebut antara lain kondisi perekonomian yang tidak stabil, kurangnya keahlian manajemen perusahaan dalam membaca peluang dan tantangan yang dihadapi oleh perusahaan, rendahnya daya saing, pengelolaan sumber daya perusahaan yang buruk oleh manajemen perusahaan, adanya peraturan yang dapat menghambat kemajuan bisnis, dan berbagai faktor lainnya.
Terkadang, permasalahan kerugian dan kebangkrutan tidak hanya dialami oleh satu atau dua perusahaan saja. Namun, sebagian besar perusahaan dalam suatu sektor industri juga dapat mengalami permasalahan yang sama.
Salah satu contohnya, dikutip dari Kontan, adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri dan produk tekstil di Indonesia yang sebagian besar masih terus merugi. Tidak hanya merugi, sebagian perusahaan industri tekstil juga terancam mengalami kebangkrutan.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dilansir dari Liputan6.com, menerima laporan dari 17 perusahaan yang bergerak dalam industri tekstil dan produk tekstil yang sedang mengalami kesulitan pada tahun 2015. Dari 17 perusahaan tersebut, terdapat 8 perusahaan yang mengalami penurunan volume produksi, 5 perusahaan melaporkan akan menutup usahanya, dan 4 perusahaan telah ditutup. Selain itu, Kepala BKPM Franky Sibarani, juga menyatakan bahwa pangsa pasar industri tekstil di Indonesia mengalami penurunan.
Oleh karena itu, perusahaan yang bergerak dalam industri tekstil perlu melakukan diagnosis terhadap masalah-masalah dalam manajemen operasi atau masalah yang lainnya, supaya dapat melakukan tindakan yang tepat untuk kemajuan perusahaan. Salah satu upaya untuk mendiagnosis masalah-masalah yang dihadapi oleh manajemen perusahaan, menurut Barus, adalah melalui analisis laporan keuangan.
Barus dan kawan-kawan (2017) menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan sangat bermanfaat bagi masyarakat, pemegang saham, investor, dan manajemen dalam proses pengambilan keputusan dan pengembangan aset yang dimiliki. Laporan keuangan, menurut Nengtyas (2016), menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha pada suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.
Laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Analisis laporan keuangan adalah suatu metode perhitungan dan interpretasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status suatu perusahaan (Barus, dkk., 2017).
Barus juga mendefinisikan rasio keuangan sebagai angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari suatu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Sedangkan analisis rasio adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan-hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individual atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
Barus menggunakan beberapa rasio keuangan untuk mengukur kinerja perusahaan, antara lain rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas. Rasio likuiditas terdiri dari current ratio, quick ratio, dan cash ratio.
Sementara itu, rasio aktivitas terdiri dari inventory turnover, fixed asset turnover, dan total assets turnover. Rasio solvabilitas terdiri dari total debt to total asset, total debt to equity ratio, dan longterm debt to equity ratio. Rasio profitabilitas terdiri dari net profit margin, return on investment, dan return on equity.
Berikut ini adalah laporan keuangan perusahaan sektor tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mulai 31 Desember 2014 sampai dengan 31 Desember 2018. Pada periode tersebut terdapat 18 perusahaan tekstil yang terdiri dari:
- PT. Polychem Indonesia, Tbk. (ADMG)
- PT. Argo Pantes, Tbk. (ARGO)
- PT. Trisula Textile Industries, Tbk. (BELL)
- PT. Centruy Textile Industry, Tbk. (CNTX)
- PT. Eratex Djaja, Tbk. (ERTX)
- PT. Ever Shine Tex, Tbk. (ESTI)
- PT. Panasia Indo Resources, Tbk. (HDTX)
- PT. Indo Rama Synthetic, Tbk. (INDR)
- PT. Apac Citra Centertex, Tbk. (MYTX)
- PT. Pan Brothers, Tbk. (PBRX)
- PT. Polysindo Eka Persada, Tbk. (POLY)
- PT. Ricky Putra Globalindo, Tbk. (RICY)
- PT. Sri Rejeki Isman, Tbk. (SRIL)
- PT. Sunson Textile Manufacturer, Tbk. (SSTM)
- PT. Star Petrochem, Tbk. (STAR)
- PT. Tifico Fiber Indonesia, Tbk. (TFCO)
- PT. Trisula International, Tbk. (TRIS), dan
- PT. Nusantara Inti Corpora, Tbk. (UNIT).
Beberapa rasio yang dibahas dalam artikel ini antara lain rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas, dan rasio profitabilitas. Rasio likuiditas merupakan alat ukur yang menunjukkan hubungan antara kas dan aset lancar lainnya dengan kewajiban lancarnya pada sebuah korporasi (Natawibawa dan Herawati, 2019).
Rasio likuiditas terdiri dari current ratio, quick ratio, dan cash ratio. Current ratio, menurut Barus, adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan.
Sedangkan quick ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar setelah dikurangi persediaan dengan utang lancar. Adapun, cash ratio merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar utang yang harus segera dipenuhi dengan kas dan setara kas yang dimiliki oleh perusahaan.
Rumus Current Ratio
Rumus Quick Ratio
Rumus Cash Ratio
Hasil Current Ratio
Hasil Quick Ratio
Hasil Cash Ratio
Dari ketiga rasio likuiditas tersebut, yaitu current ratio, quick ratio, dan cash ratio menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI pada tahun 2014-2018 memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Terutama, apabila perusahaan memenuhi kewajiban lancarnya dengan menggunakan keseluruhan aktiva atau aset lancar yang dimilikinya.
Likuiditas yang tinggi memang baik dan perlu diupayakan oleh perusahaan. Namun, tingkat likuiditas yang tinggi dapat pula menandakan adanya dana-dana yang tidak memberikan hasil yang dapat berdampak pada menurunnya profitabilitas perusahaan (Natawibawa dan Herawati, 2019).
Rata-rata current ratio yang sangat tinggi dalam jangka waktu 2014 sampai dengan 2018 tersebut menunjukkan bahwa manajemen perusahaan tekstil masih perlu melakukan investasi untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan. Barus menyatakan bahwa quick ratio yang rendah menunjukkan perputaran persediaan yang lambat atau adanya investasi yang sangat besar.
Sebaliknya, quick ratio yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan masih sangat perlu untuk melakukan investasi dan memperluas usaha. Apalagi, rata-rata current ratio sangat tinggi juga mengindikasikan bahwa perusahaan masih memiliki peluang untuk memanfaatkan aktiva atau aset lancar yang dimilikinya dalam memperbesar volume usaha dan meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Rasio aktivitas merupakan ukuran keefektifan perusahaan dalam mengelola aktiva atau aset yang dimilikinya (Natawibawa dan Herawati, 2019). Rasio aktivitas terdiri dari inventory turnover, fixed asset turnover, dan total assets turnover.
Inventory turnover, menurut Barus, mengukur berapa kali persediaan perusahaan telah dijual selama periode tertentu. Sedangkan fixed asset turnover, merupakan rasio antara penjualan dengan aktiva tetap bersih. Adapun, total asset turnover menunjukkan bagaimana tingkat efektivitas perusahaan dalam menggunakan seluruh aktiva untuk menciptakan penjualan dan mendapatkan laba.
Rumus Inventory Turnover
Rumus Fixed Asset Turnover
Rumus Total Asset Turnover
Hasil Inventory Turnover
Hasil Fixed Asset Turnover
Hasil Total Asset Turnover
Dari ketiga rasio aktivitas tersebut, tampak bahwa inventory turnover memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan fixed asset turnover dan total asset turnover. Hal ini disebabkan oleh persediaan yang memang tergolong sebagai aktiva atau aset lancar dapat dengan mudah digunakan untuk menghasilkan penjualan, sehingga wajar apabila persediaan memiliki perputaran yang paling tinggi dibandingkan dengan perputaran aset yang tidak lancar lainnya.
Rata-rata total asset turnover perusahaan tampaknya kurang baik, karena tidak mencapai angka 1 (satu). Hal ini mengindikasikan adanya aset-aset perusahaan khususnya aset tetap yang tidak produktif.
Rasio solvabilitas, menurut Barus, merupakan rasio yang menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Rasio likuiditas terdiri dari total debt to total asset, total debt to equity ratio, dan longterm debt to equity ratio. Total debt to total asset menunjukkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki.
Total debt to equity ratio, berdasarkan jurnal yang disusun oleh Barus, merupakan perbandingan antara total utang dengan modal sendiri. Sedangkan long term debt to equity ratio digunakan untuk menghitung seberapa besar modal sendiri yang digunakan untuk menjamin utang jangka panjang.
Rumus Total Debt to Total Asset
Rumus Total Debt to Equity Ratio
Rumus Longterm Debt to Equity Ratio
Hasil Total Debt to Total Asset
Hasil Total Debt to Equity Ratio
Hasil Longterm Debt to Equity Ratio
Mayoritas rata-rata total debt to total asset dan total debt to equity ratio perusahaan dalam jangka waktu 2014-2018 menunjukkan nilai yang besar, yaitu di atas 50 persen. Sedangkan rata-rata longterm debt to equity ratio berada di bawah 50 persen, kecuali rata-rata longterm debt to equity ratio pada tahun 2017.
Rata-rata longterm debt to equity ratio menunjukkan bahwa modal yang dimiliki perusahaan memiliki kemampuan yang bagus untuk menjamin utang jangka panjangnya khususnya di tahun 2017. Secara garis besar, rata-rata longterm debt to equity ratio terus mengalami peningkatan dari tahun 2014 sampai dengan 2018, meskipun menurun di tahun 2018.
Perusahaan akan memperoleh keuntungan dengan menggunakan pendanaan melalui utang, yaitu perusahaan akan dapat meningkatkan profitabilitasnya meskipun dengan modal atau ekuitas yang sedikit. Akan tetapi, selain dapat meningkatkan laba perusahaan, penambahan jumlah utang juga akan meningkatkan risiko (Natawibawa dan Herawati, 2019).
Beban bunga yang ditanggung oleh perusahaan sebagai akibat dari pendanaan melalui utang juga dapat menurunkan profitabilitas dan menyebabkan kerugian bagi perusahaan (Natawibawa dan Herawati, 2019). Dengan demikian, rasio solvabilitas tersebut menunjukkan bahwa manajemen perusahaan tekstil di BEI memiliki karakter berani dalam mengambil risiko untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Rasio profitabilitas adalah rasio yang menampilkan kombinasi efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil operasional (Natawibawa dan Herawati, 2019). Dengan kata lain, rasio profitabilitas merupakan rasio yang dapat mengukur kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba, baik dalam hubungan penjualan, aktiva atau aset, maupun modal sendiri.
Rasio profitabilitas terdiri dari net profit margin, return on investment, dan return on equity. Mengutip Barus, net profit margin menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu.
Sementara itu, return on investment adalah tingkat pengembalian atas investasi dan efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Adapun, return on equity mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan.
Rumus Net Profit Margin
Rumus Return on Investment
Rumus Return on Equity
Hasil Net Profit Margin
Hasil Return on Investment
Hasil Return on Equity
Sebagian besar rata-rata rasio profitabilitas perusahaan mempunyai bernilai negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan mengalami kerugian dan mengindikasikan kemampuan perusahaan yang rendah untuk menghasilkan laba.
Menurut Barus, net profit margin yang rendah menunjukkan ketidakefisienan manajemen penjualan yang dilakukan oleh perusahaan yang belum dapat menghasilkan laba karena belum dapat mengelola sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dengan efisien.
Hal itu dapat dilihat pula pada return on investment, bahwa manajemen perusahaan belum dapat mengelola keseluruhan dana yang ditanamkan pada aktiva atau sumber daya perusahaan dengan efektif. Jika dilihat dari rata-rata return on equity, memang tampak rendah pula.
Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan rata-rata profitabilitas perusahaan yang diukur dengan menggunakan net profit margin dan return on investment, kelihatan bahwa terdapat rata-rata yang bernilai positif dari return on equity. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan masih memiliki kemampuan untuk menghasilkan laba bagi pemegang sahamnya.
Namun demikian, terjadi penurunan rata-rata return on equity yang tajam di tahun 2017. Hal tersebut disebabkan oleh besarnya kerugian yang dialami oleh PT. Panasia Indo Resources, Tbk. (HDTX). Kondisi tersebut menunjukkan kerugian yang besar dialami oleh pemegang saham perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI pada tahun 2017, khususnya pemegang HDTX.
Kesimpulannya, rasio likuiditas perusahaan yang terdiri dari current ratio, quick ratio, dan cash ratio menunjukkan hasil baik, yang berarti perusahaan memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva atau aset lancar yang dimilikinya.
Rasio aktivitas perusahaan yang terdiri dari inventory turnover dan fixed asset turnover menunjukkan hasil yang baik. Sedangkan total asset turnover, menunjukkan hasil yang kurang bagus.
Rasio solvabilitas perusahaan yang terdiri dari total debt to total asset, total debt to equity ratio, dan longterm debt to equity ratio menunjukkan bahwa perusahaan memiliki risiko keuangan yang tinggi, namun perusahaan tetap memiliki kemampuan untuk membayar utang jangka panjangnya.
Sementara itu, rasio profitabilitas yang terdiri dari net profit margin, return on investment, dan return on equity menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang rendah untuk menghasilkan laba. Namun, perusahaan masih memiliki kemampuan untuk menghasilkan laba bagi para pemegang sahamnya.
Dari gambaran data tersebut, tampaknya perusahaan tekstil yang go public di BEI tahun 2014 hingga 2018 mempunyai rasio likuiditas yang tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan manajemen perusahaan perlu untuk melakukan investasi baru atau perluasan usaha, agar aktiva lancar atau aset lancar yang dimiliki perusahaan dapat lebih bermanfaat untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Rasio solvabilitas perusahaan pun menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang dalam jumlah yang besar. Hal ini berarti manajemen perusahaan berani mengambil risiko keuangan untuk mendanai perusahaan dalam meningkatkan profitabilitasnya.
Perusahaan memang tampaknya memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Meskipun demikian, manajemen perusahaan perlu untuk mempertimbangkan juga berbagai faktor lainnya dalam menggunakan pendanaan melalui utang, misalnya kondisi pasar dan kondisi perekonomian karena pendanaan melalui utang juga akan memunculkan beban bunga yang dapat berdampak terhadap profitabilitas perusahaan.
Manajemen perusahaan tetap perlu mempertimbangkan risiko yang akan muncul dari pendanaan melalui utang, terlebih lagi ketika profitabilitas perusahaan dalam kondisi yang tidak bagus. Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata rasio profitabilitas sebagian besar perusahaan dalam kondisi yang rendah.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan tekstil yang terdaftar di BEI antara lain:
- Manajemen perusahaan perlu menyusun strategi investasi yang tepat.
- Manajemen perusahaan perlu mengelola sumber daya perusahaan dengan lebih efektif dan efisien.
- Manajemen perusahaan menyusun strategi pemasaran yang tepat untuk dapat meningkatkan penjualan produk.
- Manajemen perusahaan perlu melakukan inovasi produk.
- Sebelum mengambil keputusan pendanaan melalui utang, manajemen perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai faktor untuk meminimalisasi risiko yang muncul, antara lain daya saing perusahaan, tingkat profitabilitas perusahaan, kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemberi pinjaman kepada perusahaan, jangka waktu serta bunga yang ditetapkan oleh lembaga pemberi pinjaman kepada perusahaan, dan kondisi perekonomian.
Referensi:
Barus, Michael Agyarana, Nengah Sudjana, dan Sri Sulasmiyati. (2017). Penggunaan Rasio Keuangan untuk Mengukur Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada PT. Astra Otoparts, Tbk dan PT. Goodyer Indonesia, Tbk. yang Go Public di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 44, No. 1, Maret 2017.
Kontan.co.id. (2017). Perusahaan Tekstil Masih Terus Merugi. Diambil dari https://industri.kontan.co.id/news/perusahaan-tekstil-masih-terus-merugi.
Liputan6.com. (2015). Ini Penyebab 13 Perusahaan Tekstil Terancam Gulung Tikar. Diambil dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/2336827/ini-penyebab-13-perusahaan-tekstil-terancam-gulung-tikar.
Natawibawa, I Wayan Yeremia dan Juni Herawati. (2019). Return On Total Assets Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. MONEX: Journal Research Accounting, Vol. 8, Nomor 1 Januari 2019.
Nengtyas, Arini Dwi, Dwiatmanto, dan Zahro Z.A. (2016). Analisis Rasio Keuangan untuk Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi pada PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012 – 2014. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 35, No. 1 Juli 2016.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.