Like
Sedih Ketika Radio Rusak
Konon katanya, Ir. Soekarno adalah seorang orator ulung yang sangat ingin didengarkan pidatonya oleh rakyat. Ketika rakyat mengetahui beliau akan pidato di sebuah stasiun radio, maka rakyat memperbaiki kembali radionya.Barang milik mereka dijaga baik-baik supaya tidak rusak atau kehabisan energi waktu Ir. Soekarno berpidato.
Begitulah kalau sudah cinta radio. Jika sampai radio rusak, maka hati pun akan bersedih. Itu juga pernah saya alami. Radio rusak membuat saya tidak bisa menikmati siaran radio. Namun, setelah normal kembali, hati pun senang lagi.
Menangani radio rusak, rupanya bisa mirip dengan cara mendidik anak. Kalau orang tidak tahu ilmunya memperbaiki radio, maka apa yang akan dia lakukan? Yap, benar, dia akan memukul-mukul radio, termasuk membantingnya. Dikira cara praktis, padahal itu cara yang cukup sadis dan tragis.
Sambil mengumpat, radio tersebut dipukul-pukul. Kadang bisa berhasil normal kembali, kadang juga tidak. Bisa jadi, radio yang rusak akan bertambah rusak. Apalagi jika radio sudah lama, melebihi usia pemakainya.
Mendidik anak juga bisa seperti itu. Orang tua yang tidak mampu menangani anaknya yang terbilang "rusak", maka akan langsung mengambil jalan pintas.
Caranya dengan dipukul, ditendang, disiram air, disuruh tidurdi luar, dan tindakan-tindakan kekerasan lainnya.
Saya pernah membaca sebuah ulasan tindakan yang aneh. Anak balita yang menangis, malah dicubit oleh ibunya dan disuruh diam.
Bagaimana mungkin mau diam? Sementara dia menangis karena sesuatu hal, jadi tambah menangis karena sakit dicubit. Coba, mana bisa disuruh diam? Yang ada justru tambah menangis.Ya 'kan?
Begitulah jika orang tua tidak memiliki ilmu tentang parenting yang dalam. Ironinya, ilmu parenting ini sering dianggap tidak penting. Masih banyak ibu dan ayah yang tidak peduli dengan ilmu ini.
Kalaupun ada yang ingin belajar, bukan dua-duanya. Bisa jadi cuma satu. Entah itu cuma ibunya, atau malah cuma ayahnya. Padahal, mendidik anak itu butuh kerja sama yang erat antara ibu dan ayah.
Baca Juga: Radio Cawang: Bisnis Antik Kriya Nusantara Lewat Mahakarya Gobel
Masih Ada Lagi?
Menyangkut radio rusak, sebenarrnya berupa perumpamaan dan itu menjadi inti dari tulisan ini. Saya teringat dengan perkataan Ustaz Dr. Khalid Basalamah. Waktu itu, beliau berbicara tentang kehidupan suami istri.Kata beliau, jika ada istri selalu bilang "cerai" berkali-kali, maka hal itu sudah wajar terjadi. Istri yang emosi memang sering mengucapkan kata-kata seperti itu. Termasuk mengomel, rewel, dan kata-kata lain yang bisa jadi membuat panas kuping suami.
Ustaz Khalid pun mengibaratkan suara istri tersebut seperti radio rusak. Radio yang mengeluarkan suara tidak jelas, kemeresek kata orang Jawa. Memang tidak nikmat mendengarkan radio rusak, tetapi sudah begitu kenyataannya.
Ini memang tidak mudah dilakukan. Ini memang menjadi tantangan tersendiri. Apalagi bagi suami yang punya sifat dan karakter pemarah. Mendengar istri yang selalu mengomel begitu, bisa muncul emosinya.
Suami bisa merasa direndahkan harga dirinya. Suami yang menjadi pemimpin rumah tangga, merasa diri diinjak-injak oleh omelan istri yang bertubi-tubi seperti senapan mesin itu. Suami seakan-akan terhina dan menjadi orang yang paling hina di muka bumi ini. Ibunya saja dahulu tidak perrnah marah-marah seperti itu, kok.
Jika sudah sangat emosi, maka suami bisa marah balik kepada istri. Suami bisa melontarkan kata-kata makian, celaan, dan hinaan yang sangat kasar kepada istri. Tidak hanya itu, suami bisa saja memukul atau menyakiti fisik istrinya sendiri.
Ditambah dengan luka masa lalu pada diri suami yang masih belum sembuh, membuat serangan kepada istri makin bertubi-tubi. Istri menjadi korban karena memang sebagai pihak yang lebih lemah. Posisinya rentan menerima kekerasan dari suami. Kita sering menyaksikan adanya berita semacam itu di media bukan?
Kalau sudah begitu, siapa yang paling menjadi karbon, eh, korban selain istri? Jawabannya adalah pihak yang terlemah di antara keluarga, siapa lagi kalau bukan anak-anak? Orang tua yang selalu bertengkar, seperti Tom and Jerry, maka bisa jadi akan dicontoh juga oleh anak-anak ketika nanti mereka dewasa dan berumah tangga.
Suami memang punya hak untuk menceraikan istrinya. Namun, di situlah keistimewaan laki-laki. Dia berpikir dengan logika, tidak mengedepankan perasaan. Selalu ditimbang baik dan buruknya terlebih dahulu.
Jika istri diberikan hak untuk menceraikan suaminya, maka dalam sehari bisa lebih dari sepuluh kali mungkin. Sebab, istri mengandalkan perasaan. Bila ada yang tidak disukainya dari suaminya, langsung ingin minta cerai. Langsung ingin berpisah. Padahal itu emosi yang sesaat saja.
Makanya itu, apabila ada suami yang langsung meledak emosinya, langsung meluapkan perasaan marah, tanpa dipikirkan terlebih dahulu, maka pada dasarnya dia seperti perempuan. Laki-laki itu ketika makin dewasa seharusnya makin bisa mengelola emosi, makin bisa mengendalikan perasaan. Bukannya makin beringas, karena sudah tidak lagi beringus.
Bila suara istri selalu mengomel tiap hari, bahkan bicaranya tidak jelas, suami juga tidak tahu kesalahannya, maka didengarkan saja.
Anggap saja itu radio rusak, yang bisa didengarkan, tetapi tidak bisa dinikmati. Dan, suami perlu bersyukur, masih bisa mendengar suara istri yang mengomel. Itu tandanya istrinya belum meninggal dan suami pun tidak tuli alias budeg!
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
Gabung juga yuk di komunitas Whatsapp Group kami! Klik di sini untuk bergabung
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.