4 Makna Hari Kemerdekaan yang Dapat Diteladani dari Para Pahlawan 

4 Makna Hari Kemerdekaan yang dapat Diteladani dari Para Pahlawan. Sumber Gambar Adobe Express

4 Makna Hari Kemerdekaan yang dapat Diteladani dari Para Pahlawan. Sumber Gambar Adobe Express

Be-emers, tanggal 17 Agustus merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, hari tersebut merupakan hari diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia.
 
Kemerdekaan bukan merupakan hadiah ataupun pemberian dari penjajah, tetapi merupakan hasil perjuangan yang tak tanggung-tanggung, bersungguh-sungguh, yaitu berjuang selama 3,5 abad.

Ini merupakan perjuangan luar biasa dari para pahlawan, yang mereka patut diteladani.
 
Dan berikut 4 makna hari kemerdekaan yang dapat diteladani dari para pahlawan. Yuk simak!
 

4 Makna Hari Kemerdekaan yang Dapat Diteladani dari Para Pahlawan 

Berikut adalah 4 makna Hari Kemerdekaan yang dapat diteladani dari para pahlawan:
 

1. Bebas dari Penjajahan Teknologi

Be-emers, seandainya saja Ki Hajar Dewantoro tidak menginisiasi pendidikan sendiri yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia, maka mungkin pendidikan kita juga tidak memiliki karakter, hanya ikut-ikutan saja.
 
Begitu pula dengan teknologi. Teknologi memang bagian dari perkembangan dan bagian dari kehidupan kita. 
 
Teknologi juga dapat memudahkan manusia.
 
Meski demikian, seharusnya manusialah yang menyetir teknologi tersebut, bukan yang disetir dan dijajah oleh teknologi.  
 
Jadi bagi penulis, merdeka itu juga berarti sudah bebas dari penjajahan oleh teknologi.

Baca Juga: Refleksi Kemerdekaan Indonesia: Menggenggam Harapan, Menghadapi Kenyataan
 

2. Bebas dari Penjajahan Ego Berlebihan 

Dalam peristiwa penculikan Rengasdengklok, seandainya saja dulu, Soekarno dan para senior pejuang Indonesia kurang mau mendengarkan para pejuang muda seperti Soekarni dan Chaerul Saleh karena ego, maka mungkin kemerdekaan Indonesia tidak dapat dirasakan lebih cepat.

Pasalnya, jika berkaca pada sejarah penjajahan dilanjutkan dari satu penjajah ke penjajah lain. 
 
Nah, jadi bebas dari penjajahan ego yang berlebihan juga penting banget, Be-emers. 
 
Dulu, waktu penulis belum tahu ilmunya, penulis suka banget menuruti ego penulis, yang menurut penulis benar. 
 
Misalnya, kalau ada rekan kerja yang arogan, yang sok kaya, sok besar, dan sok penting di lingkungan kerja penulis, dengan meminta penulis mengantarkan ini itu kepadanya, penulis tidak akan meladeni orang tersebut, dan langsung mengeluarkan kata-kata yang langsung to the poin “ambil sendiri lah, kita kan kedudukannya sama…” dan seterusnya.

Dan ya sudah, lain kali tidak usah anggap orang tersebut, anggap saja dia tidak penting, tidak ada, jauhi atau jangan dekati, dan seterusnya.
 
Nah, setelah penulis sedikit tahu ilmunya, terutama dari buku Dale Carnegie yang berjudul “The 5 Essential People Skills”, ternyata semua ego itu tidak harus dituruti dan dilampiaskan. Alih-alih, dikelola dengan bijak.
 
Misalnya, dengan kasus di atas, rekan arogan, kita bisa berpikir untuk mencari alternatif terlebih dahulu, tidak langsung melaporkan kata-kata yang sama tidak enaknya.
 
Dan ini penting sekali untuk menjaga hubungan jangka panjang. Karena jika setiap ada orang yang kurang bijak langsung dijauhi, maka lama-kelamaan jumlah rekan kita semakin sedikit, dan ini tidak baik untuk membangun relasi atau jaringan. 
 
Dan yang dimaksud penulis di sini adalah yang masih bisa ditoleransi. Kalau benar-benar toxic, sesuai dengan nasehat Dale Carnegie, silakan dijauhi daripada menguras tenaga