
Ilustrasi anak pramuka (Foto Pexels-nasirun-khan)
“Yang perlu diperhatikan, bahwa anak bukanlah selembar cek kosong untuk diisi dengan keinginan orang dewasa” Baden Powell, 1857 – 1941
Ketika saya melihat seragam Pramuka baik putra maupun perempuan, berwarna coklat muda di bagian atas dan berwarna coklat tua di bagian bawah, berlengan pendek, kerah shiller.
Seragam itu emiliki dua lidah bahu di kanan dan kiri, ada pita berwarna merah putih melintang di leher, topi coklat, khususnya di ulang tahun Pramuka pada hari ini, perasaan bangga menyelimuti hati saya.
Ingatan saya mundur ke belakang, beberapa puluh tahun yang lalu. Saat saya menjadi anggota Siaga.
Pramuka masih dikenal dengan Pandu atau Kepanduan, peninggalan zaman Belanda. Selesai era Belanda, nama Pandu diganti dengan Pramuka.
Usia saya masih kecil, sekitar tujuh tahun ketika saya melihat kakak perempuan saya satu-satunya usia 18 tahun dengan gagahnya naik sepeda, bawa tongkat dan seragamnya berangkat ke Pramuka Gugus Depan 28 (untuk yang perempuan).
Saya menangis ingin ikut. Kakak perempuan mengingatkan bahwa saya baru bisa masuk kategori Siaga di Pramuka Gugus Depan 28, setahun lagi usia delapan tahun.
Menanti setahun untuk ikut ke Pramuka memang cukup lama bagi saya. Imajinasi saya mau ikutan Pramuka supaya bisa berpakaian Pramuka yang sangat gagah dan bertemu dengan teman-teman.
Tidak punya persepsi apa sebenarnya kegiatan dan apa itu Pramuka. Setelah usia saya mencukupi delapan tahun, saya diajak kakak untuk ikut. Wah bangganya saya memakai seragam Pramuka.
Pramuka Gugus Depan 28 /39 ini bukan berasal dari kegiatan sekolah, tetapi Gerakan Pramuka yang didirikan oleh Gerakan Pramuka Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961.
Begitu exciting, saya dibonceng oleh kakak perempuan naik sepeda pergi ke tempat latihan Pramuka pada hari Sabtu sore.
Sesampainya di sana, saya disambut oleh kakak Penggalang, saya diperkenalkan dengan teman-teman lainnya. Ada kegiatan yang bersifat rekreatif, edukatif dan orientasi pengembangan keterampilan karakter anggota.
Pesta siaga, latihan rutin, kegiatan berbasiskan permainan seperti “Rebut dan Rampas” atau “Baut Barisan”.
Hal yang sangat saya sukai dan sangat tercekat dalam memori saya ketika saya boleh ikut perkemahan dengan kakak penggalang. Saya menjadi anak bawang karena tiap kali kegiatan yang menantang seperti memasak dengan membuat api bakar dari kayu (tidak ada kompor), juga kaleng bekas margarine digunakan sebagai pengganti panci, saya hanya duduk manis sebagai penonton.
Untuk minum, juga harus memasak dan mengambil air dari air terjun yang cukup jauh. Untuk mandi pun harus di sungai.
Saya tidak diperbolehkan untuk ikut kegiatan yang membahayakan karena dianggap masih kecil. Namun, saat latihan menolong orang kecelakaan, saya disuruh berperan sebagai korban, yang ditandu.
Wah,betapa enaknya saya tanpa kerja apa-apa dibawa ke suatu tempat seperti Puskesmas. Tangan saya dan kaki saya diperban dan pura-puranya dipasang gips.
Dari Siaga Jadi Penggalang
Usia saya makin dewasa, saya diperbolehkan naik kelas jadi Penggalang. Di sinilah saya mulai belajar fondasi dari seorang pramuka yang benar-benar tidak terbayangkan sebelumnya.
Saya dibentuk menjadi manusia berbudi pekerti, berakhlak mulia, disiplin dalam moral, waktu, membantu mereka yang sedang dalam kecelakaan.
Peran aktif saya untuk kegiatan pramuka memang tidak mudah juga.
Latihan kepemimpinan diberikan peluang untuk pimpin kegiatan, mengambil keputusan dan mengelola tim.
Berkemah jadi hal yang baru (meskipun saat Siaga saya ikut tapi hanya sebagai boneka saja).
Tenda yang kami dirikan harus cukup kokoh, jika tidak kami bisa tidak tidur. Kelihatan mudah, ternyata cukup sulit.
Tidur di tenda juga tidak mudah yah karena bukan seperti tidur di Kasur di rumah, tapi di rumput dialasi dengan tikar. Sedihnya jika hujan datang membasahi tenda, berharap air tidak menembus tenda.
Beradaptasi dan tanggung jawab serta kemandirian, berlatih parade semaphore, teknik komunikasi visual dengan bendera yang sangat penting dalam kegiatan Pramuka.
Ketika akan mengadakan latihan baris berbaris, tali telami dan materi sandi morse. Nah, saya memang kurang cepat menguasai sandi morse.
Sandi morse itu merupakan alat komunikasi berupa tanda titik atau garis, mewakili alfabet dengan beberapa karakter tertentu.
Membaca sandi morse dengan benar dan cepat jadi hal utama dalam latihan menembus hutan kota, sungai .
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.