Horornya Pengelolaan Keuangan Bisnis

Fraud (Sumber gambar: www.corporatecomplianceinsights.com)

Fraud (Sumber gambar: www.corporatecomplianceinsights.com)

Like

Disadari atau tidak disadari, sering muncul kisah “horror” di balik pengelolaan keuangan sektor bisnis. Mungkin tidak terlalu kelihatan bahwa kecurangan dalam pengelolaan keuangan atau yang disebut dengan fraud sering terjadi di dalam kegiatan bisnis.

Berdasarkan Report to the Nations tahun 2020 yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud Examiners mengungkapkan bahwa bisnis atau perusahaan merupakan salah satu sektor yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya fraud. Berikut ini adalah data yang ditampilkan oleh Report to the Nations pada tahun 2020.

 

Fraud (Sumber gambar: Report to the Nations tahun 2020 oleh ACFE)

Fraud (Sumber gambar: Report to the Nations tahun 2020 oleh ACFE)


Data Report to the Nations tahun 2020 tersebut menunjukkan bahwa penyumbang terbesar dari kasus fraud yang terungkap adalah berasal dari perusahaan swasta (private company) sebesar 44 persen dan pada urutan kedua adalah perusahaan publik (public company) sebesar 26 persen.

Melihat data tersebut, menjadi semakin terasa sangat horror di dalam pengelolaan keuangan bisnis. Biasanya, banyak orang yang lebih beranggapan bahwa kasus kecurangan atau fraud dalam pengelolaan keuangan sangat sering terjadi di sektor pemerintahan (government).

Akan tetapi, sektor pemerintahan (government) malah berada di posisi ketiga setelah sektor perusahaan swasta dan perusahaan publik yaitu sebesar 16 persen. Rentang perbedaan angka prosentase antara kasus fraud di sektor perusahaan dengan sektor government juga terlihat tergolong agak jauh.


Apabila dijumlahkan prosentase kasus fraud di sektor perusahaan swasta dan perusahaan publik, maka akan diperoleh angka kasus kecurangan atau fraud sebesar 70 persen. Suatu angka yang tergolong tinggi.

Perusahaan sektor perbankan pun masih sering terjadi kasus fraud dalam pengelolaan keuangan organisasinya. Melansir dari CNN Indonesia tanggal 14 November 2016, menyatakan bahwa sejak tahun 2014 sampai pada sekitar tahun 2016 tersebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menindak tegas sebanyak 108 kasus kejahatan perbankan.

Menurut OJK, tindak pidana perbankan yang mendominasi adalah yang terkait dengan kredit antara lain pembobolan data kartu kredit, dan salah pencatatan. Menurut data statistik OJK, kasus kejahatan fraud perbankan yang terjadi sejak 2014 sampai dengan 2016 itu terdiri dari kasus kredit sebanyak 55 persen, rekayasa pencatatan sebanyak 21 persen, penggelapan dana sebanyak 15 persen, transfer dana sebanyak 5 persen, dan pengadaan aset sebanyak 4 persen.

Tampaknya sektor bisnis masih kurang memberikan perhatian terhadap strategi anti fraud dalam organisasinya. Menurut Association of Certified Fraud Examiners, beberapa hal yang terbukti efektif dalam mengungkap terjadinya fraud dalam organisasi adalah adanya internal audit, management review, external audit, document examination, IT controls dan sebagainya.

Mungkin, di dalam suatu perusahaan tersebut sudah memiliki divisi internal audit, sudah melakukan management review, dan sebagainya. Namun, bisa saja hal tersebut belum berjalan dengan efektif.

Hal ini dapat terjadi karena divisi internal audit dan management review hanya merupakan aktivitas formalitas saja. Di samping itu, perusahaan kadang-kadang hanya berfokus pada pencapaian target penjualan produknya tanpa memberikan perhatian yang lebih baik lagi dalam hal pengendalian internal organisasinya.

Yang lebih parah lagi, apabila terdapat perusahaan yang mengalihkan fungsi divisi internal auditornya yang semestinya bertujuan untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan, aset dan operasional perusahaan menjadi petugas yang pekerjaannya mengawasi target sales atau marketing.

Kondisi ini sangat ironis, semestinya target penjualan merupakan tanggung jawab dari divisi atau bagian sales atau marketingnya beserta supervisor dan manager nya saja, bukan tanggung jawab internal audit. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab pengendalian internal perusahaan terhadap potensi kecurangan pengelolaan keuangan menjadi sangat lemah

Pengendalian kecurangan atau fraud dalam pengelolaan keuangan organisasi tampak agak berbeda antara sektor pemerintahan dengan sektor bisnis. Kalau di sektor pemerintahan, meskipun potensi fraud masih sering terjadi dalam sektor pemerintahan, namun banyak pihak yang menaruh perhatian yang sangat besar juga dalam hal strategi anti fraud organisasi.

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga pengendalian atau pengawasan yang bekerja secara independen dalam menangani dan mengatasi potensi kecurangan dalam organisasi pemerintahan tersebut. Sedangkan di sektor swasta, masalah kecurangan pengelolaan keuangan tidak menjadi perhatian utama dari kebanyakan pelaku bisnis.

Malahan, beberapa pelaku bisnis hanya berfokus 100 persen pada pencapaian target penjualan saja. Hal ini berakibat lemahnya pengendalian internal organisasinya. Ketika pengendalian internal perusahaan lemah, maka tentu saja potensi kecurangan atau fraud dalam pengelolaan keuangan organisasinya akan semakin meningkat.