3 Harapan untuk Guru Indonesia

Harapan untuk guru (Foto Freepik.com)

Harapan untuk guru (Foto Freepik.com)


Guruku tersayang
Guru tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis
Mengerti banyak hal
Guruku terima kasihku

Pak, Bu, mungkin suaramu habis setelah seharian menjelaskan konsep himpunan. Seluruh badanmu pegal memperkenalkan gerak lokomotor di siang yang terik.

Setelah semuanya diberikan, tanganmu mulai kaku setelah dua puluh tiga pertanggungjawabanmu kepada wali kami tertata rapi, tanpa menyadari beberapa waktu lalu, matahari mengucapkan selamat malam.

Majunya sumber daya manusia tidak lepas dari peran para guru. Namun, melihat fenomena kurangnya kesejahteraan guru seperti kasus Nining Suryani, seorang guru yang rumahnya lapuk dan roboh sehingga terpaksa tinggal di toilet sekolah, membuat hati kita miris.


Be-emers, mungkin inilah beberapa harapan dari penulis untuk para guru di Indonesia.

 

3 Harapan untuk Guru Indonesia

Dalam momen yang masih bernuansa hari guru ini, penulis akan menjabarkan beberapa harapan bagi guru serta seluruh pihak yang berkaitan dengan guru.


1. Dukungan untuk Guru dalam Mendidik 

Mendidik murid adalah tugas utama guru. Mendidik jangkauannya lebih luas dari sekadar mengajar atau transfer ilmu pengetahuan.

Bagi murid, menghormati dan mematuhi perintah dari guru merupakan suatu keharusan, selama tidak melewati batas-batas norma dan hukum.

Selain itu, orang tua yang sudah mengizinkan anaknya untuk dididik oleh guru, diharapkan dapat mendukung pendidikan dari gurunya, selama hal itu masih sebatas tindakan wajar.

Pahami watak anak kalian masing-masing sehingga tidak mudah tersulut emosi dan bisa berpikir dengan jernih ketika menghadapi sesuatu yang menimpa anak.

Ini menjadi pengingat bagi orang tua yang seringkali menyalahkan gurunya atas apa yang terjadi pada anak-anaknya, seperti anak yang berkelahi atau anak yang jatuh saat bermain, atau anak yang nilainya jelek.

 

2. Kesejahteraan Finansial bagi Guru

Sebagai guru honorer, seringkali gaji yang diberikan jauh di bawah UMR, meskipun gaji sudah dirapel selama tiga bulan.

Penulis merupakan anak dari seorang guru, yang tentunya mengalami fase sebagai guru honorer, pada kenyataanya gaji tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beruntung masih ada sawah yang bisa digarap dan kebun kelapa yang buahnya bisa dijual.

Bagaimana kalau guru yang tidak memiliki aset seperti orang tua penulis? Maka dari itu, tidak heran ketika kita mendapati guru yang memiliki banyak side job, entah sebagai pengajar bimbel, atau pekerjaan lainnya di luar profesinya sebagai seorang guru untuk menunjang kehidupannya.

Mengapa kesejahteraan guru perlu diperhatikan? Karena jika masalah kesejahteraan bisa diatasi, tenaga guru akan lebih terfokuskan pada kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.