Peluang Bisnis Teh Premium dengan Omzet Mencapai Rp100 Juta per Bulan

Ilustrasi teh (Foto: Freepik)

Ilustrasi teh (Foto: Freepik)

Like

Teh premium di Tanah Air kian naik daun, seiring dengan makin banyaknya masyarakat yang menyadari pentingnya berbagai khasiat teh yang berasal dari daun teh berkualitas ini dalam menjaga kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis.

Secara umum, teh premium atau specialty tea memiliki bentuk berupa daun atau leafly gread yang saat diseduh daunnya masih utuh serta beraroma lebih alami. Sementara itu, teh nonpremium umumnya berbentuk bubuk dan telah dicampur dengan esens untuk mendapatkan rasa dan aroma tertentu.

Teh premium atau specialty tea memang tidak setenar kopi premium. Akan tetapi, saat ini mulai banyak kafe dan resto yang menawarkan teh premium. Namun, sebagian besar masih berupa teh celup yang berasal dari merek luar negeri.

Padahal, Indonesia sebagai salah satu negara penghasil teh terbesar di dunia memiliki teh-teh berkualitas yang sebetulnya dapat diolah dan diproduksi menjadi teh premium bernilai tinggi.

Setelah mencermati potensi tersebut, Redha Taufik Ardias bersama sang bunda Iriana Ekasari mulai memproduksi teh premium dengan menggunakan teh alami Indonesia berkualitas premium (export grade) di bawah bendera usaha PT Sila Agri Inovasi.


Sebelum mengembangkan brand Sila Tea, Redha sempat bekerja sebagai product and brand manager di salah satu perusahaan produsen teh pada 2016. Namun, pada 2017 dia tergerak menjadi entrepreneur yang fokus mengembangkan teh premium.

Tujuannya bukan semata untuk mencari keuntungan, melainkan ingin meningkatkan citra teh Indonesia agar masyarakat lebih mengapresiasi dan mencintai teh berkualitas dari dalam negeri sendiri sekaligus menyejahterakan para petani teh.

“Masyarakat Indonesia sebetulnya sangat menyukai teh, tetapi teh yang kita konsumsi sehari-hari ini adalah kelas ‘sisa’ karena yang kualitas premium mayoritas dikirim ke luar negeri karena katanya masyarakat kita tidak mampu membeli,” tuturnya kepada Bisnis Indonesia Weekend.


Menurut Redha, masyarakat sebetulnya bukannya tidak mampu untuk membeli, melainkan tidak pernah mengetahui sebab banyak masyarakat yang senang membeli teh premium dari luar negeri, bahkan dari negara yang tidak mempunyai kebun teh sama sekali.

Kondisi ini yang kemudian membuatnya tergerak untuk memproduksi teh premium karena potensinya masih sangat besar, tetapi belum tergarap secara maksimal. Apalagi dengan tren perkembangan kafe yang telah menjadi gaya hidup bagi sebagian masyarakat.

“Di sini saya melihat bahwa kafe atau coffee shop adalah mitra potensial bagi kami. Dengan menggunakan specialty tea - Artisan Tea, kafe bisa menyajikan teh yang sesuai kelasnya dengan harga yang pantas dan konsumen puas,” ujarnya.


Teh premium yang dihasilkan Sila berasal dari daun teh pucuk paling muda, yang di dalam industri dikenal dengan sebutan pekoe. Terdapat tiga kualitas teh yang diproduksi yaitu specialty tea, premium tea dan standard-low tea.

Sederhananya, dihitung dari atas, daun 1, 2, dan 3 adalah syarat untuk sampai pada kualitas specialty tea, dipetik tangan dan dipilih dengan teliti. Jika petikan menyertakan daun 4 dan maksimal 5, digolongkan sebagai premium tea, lalu daun di bawahnya adalah standard-low tea.

“Kalau untuk yang di industri biasanya disebut sebagai whole-leaf grade dan pemetikan umumnya menggunakan gunting atau mesin sehingga tidak teridentifikasi lagi grade daun-nya,” jelasnya.

Sila Tea saat ini tidak hanya menyajikan teh dengan kualitas specialty tea dalam versi original, tetapi juga ditambahkan dengan bahan herbal dan rempah khas Indonesia, Artisan Tea. Menurutnya, teh premium makin diminati oleh masyarakat. Teh jenis ini juga sering dijadikan oleh-oleh wisatawan.

Adapun, bahan bakunya didapatkan dari berbagai daerah di Indonesia, 75?rasal dari Jawa Barat, selebihnya dari Sumatra, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, baik dari petani rakyat, petani swasta, maupun perkebunan pemerintah.

Sejauh ini, terdapat puluhan ragam teh di Sila yang digolongkan dalam lima tipe yaitu white tea, green tea, yellow tea, red tea, dan black tea. Untuk Tisane (dried herbal and spices) Sila memprosesnya sendiri dengan metode khusus dan terstandar.

“Saat ini Sila memiliki puluhan jenis tisane, di antaranya melati, jahe, sereh, lemon, jeruk, mint, kayu manis, dan jenis rempah lainnya. Untuk variannya Sila sudah memiliki 40-an varian, tetapi baru memasarkan 20 varian yang dikemas dalam beragam kemasan,” tuturnya.


Redha menuturkan bahwa beberapa jenis teh seperti black tea, green tea, hingga white tea sudah dipercaya memiliki banyak khasiat, salah satunya adalah antivirus. Meskipun tidak semua jenis teh unggul dalam menangkal virus, salah satu yang paling unggul adalah white tea karena kandungan antioksidan dan polifenolnya yang tinggi.

“Hanya saja memang white tea yang bagus [silver needle] harganya cukup mahal untuk dijadikan minuman sehari-hari sehingga green tea sering dijadikan sebagai alternatif,” tuturnya.


POLA PIKIR

Diakui olehnya saat pertama kali mulai memasarkan teh premium Sila Tea tidaklah mudah, terutama pada tahun-tahun awal karena harus mengubah ola pikir masyarakat Indonesia mengenai teh. Tidak sedikit di antara calon pembeli yang cenderung mengejar harga murah.

Bahkan, jumlah omzet yang dicatatkan oleh Sila Tea saat itu masih jauh dibawah biaya operasional sehingga Redha dan ibunya harus rela menutupnya dengan kocek pribadi.

Namun, hal tersebut justru menjadi pemicu semangatnya untuk terus melakukan edukasi kepada masyarakat dengan cara mengomunikasikan berbagai inovasi, baik secara luring melalui workshop, tea-class, seminar dan event, maupun secara daring di media sosial.


KERJA SAMA

Perlahan, tapi pasti, Sila Tea makin dikenal oleh masyarakat. Redha pun aktif menjalin kerja sama dengan sejumlah hotel, restoran, dan belasan kafe untuk menggunakan produk teh premium miliknya.

Saat ini, Sila telah memiliki puluhan mitra, di antaranya belasan kafe, beberapa hotel dan reseller luring dan daring. Sila Tea juga aktif di lokapasar daring (online marketplace) dan instagram untuk penjualan langsung ke konsumen akhir dengan ragam varian dan kemasan yang unik.

Bahkan, belakangan produk Sila Tea banyak dijadikan sebagai oleh-oleh wisatawan mancanegara dan beberapa kali menjadi suvenir pernikahan, hingga institusi, dan pemerintah yang memiliki klien dari luar negeri.

Sila Tea dipasarkan mulai dari Rp20.000 hingga Rp200.000 per kemasan, dengan rata-rata harga Rp90.000 per kemasan untuk 50 cup.

“Setelah hampir 2 tahun berjalan, omzet penjualan produk teh Sila rata-rata di atas Rp75 juta per bulan, sedangkan untuk Bar yang dikelola oleh Sila sendiri, omzet dari minuman dan produk bisa mencapai Rp25 juta.”