Source: Google
Likes
Dampak yang ditimbulkannya pun bisa dikatakan menyebar ke segala arah. Seluruh sektor perekonomian mengalami penurunan. Kepedulian masyarakat juga tersentil.
Mulai dari kepedulian untuk hidup bersih dan sehat, kepedulian terhadap tetangga yang dinyatakan PDP, hingga kepedulian untuk memberikan donasi/bantuan secara moril maupun material kepada siapapun yang terdampak langsung akibat pandemic Covid-19 ini. Bottom line dari semua itu adalah kepedulian kita untuk menelaah ke diri sendiri akan pola hidup kita sebelum pandemi.
Di awal masa anjuran pemerintah untuk “di rumah saja”, perubahan drastis terjadi dalam pola hidup masyarakat terutama masyarakat kota seperti di Jakarta. Kaum pekerja, baik sektor formal maupun informal, dianjurkan beraktivitas di rumah secara daring.
Begitu pula dengan anak-anak kita yang masih mengenyam bangku pendidikan. Mereka pun diharuskan belajar dari rumah secara daring juga.
Jalanan di pagi hari, dimana biasanya masyarakat sudah berlomba-lomba keluar rumah menuju tempat aktivitasnya, terlihat sepi. Pedagang makanan yang biasanya menyongsong rejeki, penampakannya bisa dihitung dengan jari.
Riuh rendah gelak tawa anak-anak bermain di sore hari pun ikutan lenyap. Ya, pandemi ini telah mengubah segala kebiasaan kita.
Di sisi lain, perubahan positif pun terjadi. Hubungan antar anggota keluarga justru meningkat. Aktivitas sebelum pandemi memang harus diakui membuat masing-masing anggota keluarga sibuk dengan urusannya masing-masing.
Bahkan, tidak jarang seorang ayah atau ibu baru bisa menyapa anak-anaknya saat weekend. Para ibu, terutama working mommies yang sebelumnya lebih memilih untuk menjatuhkan pilihan pada delivery foods dalam memenuhi kebutuhan makanan keluarganya, mengubah kebiasaan ini dengan mencoba membuat sendiri makanan bagi keluarganya dengan alasan kebersihan dan kesehatan. Hobi-hobi yang sebelumnya selalu mengalami penundaan karena keterbatasan waktu, mulai dilirik karena saat pandemi, waktu menjadi terasa panjang.
Sebagai manusia yang diberikan akal pikiran oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, kondisi ini tidak serta membuat kita larut dalam kesedihan, keputusasaan, dan menyesali apa yang terjadi. Segala sesuatu yang Tuhan berikan pasti ada pembelajaran di dalamnya.
Bangkit dan menyesuaikan diri dengan "sikon" (situasi dan kondisi) yang ada sekarang, menjadi keharusan kita semua. Penataan untuk menghadapi era baru alias new normal dapat dimulai dari diri sendiri. Ya, menata diri.
Melalui pandemi ini, rasa empati sebagai manusia makin diasah. Melihat teman, tetangga, bahkan saudara yang kehilangan pekerjaan, kehilangan sanak saudara, dan lain-lain, sudah seharusnya menjadikan kita menjadi manusia yang lebih peka terhadap lingkungan sosial. Rasa syukur atas apa yang telah Tuhan berikan menjadikan kesadaran tersendiri untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Selain penataan diri, "sikon" pandemi juga telah menyadarkan kita akan hal yang penting dan tidak penting. Sebagai contoh, hang out di mal.
Tanpa sadar, kebiasaan ini bisa dikatakan merupakan kegiatan tidak penting. Menghabiskan berjam-jam waktu, tenaga dan dana.
Dalam "sikon" seperti sekarang ini, pengaturan dana sangat diperlukan. Membuat skala prioritas menjadi langkah awal.
Para ibu sebagai manajer keuangan rumah dituntut untuk lebih cermat dalam menyusun keuangan keluarga. Pembelian bahan makanan didasarkan pada kebutuhan, bukan menumpuk bahan seperti di awal pandemic (panic buying).
Kebutuhan nutrisi penunjang kesehatan yang sebelumnya mungkin agak diabaikan, bisa dimasukkan dalam list kebutuhan bulanan. Membuat makanan sendiri di rumah pun menjadi salah satu alterrnatif untuk menghemat pengeluaran sekaligus menjaga kesehatan. Bepergian ke tempat-tempat umum dikurangi dan secara otomatis juga menghemat pengeluaran keluarga.
Jadi pandemi telah sangat banyak memberikan pelajaran bagi kita semua untuk bangkit dan menata hidup dan kehidupan lebih baik lagi. Stay at home and stay healthy!
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.