Dalam Rumah Tangga Suami Perlu Lapang Dada, Ternyata Ini Maknanya!

Lapang dada suami (Sumber gambar: pixabay)

Lapang dada suami (Sumber gambar: pixabay)

Like

Dalam sebuah grup WA yang isinya para pengurus sebuah lembaga dakwah, seorang muslimah memposting video tentang kelakuan seorang ibu yang selalu berkomentar tentang keadaan rumahnya. Ada yang kurang rapi, kurang ini, kurang itulah.

Ada anggota grup menanggapi video tersebut, muslimah juga, katanya perempuan itu memang butuh menghabiskan 80.000 ribu kata setiap hari. Saya tidak tahu bagaimana menghitungnya? Apakah memang dihitung satu per satu?

Jika perempuan menghabiskan kata-kata sebanyak itu, maka jangan salah jika memang perempuan lebih banyak bicara daripada laki-laki. Perempuan cerewet itu sudah dikenal oleh kita. Tidak hanya di dunia nyata sih, tetapi juga di dunia maya.

Makanya, jangan heran, di sebuah platform kepenulisan, cukup banyak penulis novel perempuan yang memperoleh penghasilan hingga ratusan juta setiap bulan.

Novelnya sudah banyak, tiap novelnya mempunyai bab yang sangat panjang. Meskipun yah, ceritanya seputar rumah tangga saja, seputar pelakor, perselingkuhan, cerai lalu menikahi pelakornya, dan semacam itu. 


Baca Juga: Cara-cara Mengatur Keuangan Keluarga di Masa Pandemi

Apa yang bisa diambil dari kenyataan tersebut? Apalagi bagi seorang laki-laki yang sudah menikah dan jelas punya istri. Kenyataan tersebut memang harus diterima oleh laki-laki. Terutama jika istrinya termasuk dalam kategori super cerewet.

Ketika istrinya berbicara, didengarkan saja. Tidak perlu dibantah. Toh kalau dibantah, laki-laki juga yang salah, ya 'kan? Bukankah laki-laki itu adalah pihak yang selalu salah?
 

Lapang Dada


Laki-laki yang menjadi suami memang harus berlapang dada. Saya menulisnya di sini ada 2 makna, yaitu konotatif dan denotatif. Masih ingat pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah bukan? Jangan-jangan pas membolos ya? Semoga saja tidak, kita mulai dari dari makna konotatif terlebih dahulu ya!

Dalam makna ini, laki-laki itu adalah seorang pemimpin. Dalam Al-Qur'an, disebutkan bahwa memang laki-laki itu pemimpin bagi kaum perempuan. Makanya jelas, dalam sejarah, tidak ada nabi dan rasul yang kita kenal adalah seorang perempuan.

Sebab, perempuan tidak mempunyai sifat pemimpin, dia lebih tepatnya dipimpin. Selain itu, perempuan punya keterbatasan. Nah, keterbatasan itulah yang ditutupi oleh laki-laki. 

Namanya seorang pemimpin, laki-laki pastilah menghadapi masalah dari orang yang dipimpinnya. Ketika menghadapi masalah, apakah reaksinya dengan sabar atau tidak? Kalau tidak sabar, ya, ujung-ujungnya adalah marah-marah.

Lihat istri telat pulang ke rumah, suaminya langsung menghujaninya dengan kata-kata kasar. Bahkan, terlontar pula kata "cerai".

Saya pernah mengikuti sebuah ceramah, ada seorang ibu yang bertanya tentang suaminya yang kalau marah selalu mengucapkan kata "cerai". Kata ustadz tersebut, itu sudah terhitung talak. Ya, meskipun dalam kondisi marah, selama akalnya masih ada, maka tetap terhitung talak.

Baca Juga: Heboh di Media Sosial, Apa Itu Childfree?

Bayangkan sudah berapa kali suaminya mengatakan "cerai" tersebut? Kira-kira kalau sudah lebih dari tiga, maka pasangan suami istri itu sudah seharusnya berpisah. Jika masih bersama, dapat dikatakan pasangan zina menurut agama Islam. 

Pada dasarnya, suami sebagai pemimpin harus berpikir secara logis, rasional, dan solutif ketika menghadapi masalah. Apalagi masalah dalam keluarga itu tidak cuma satu atau dua, tetapi bisa puluhan setiap hari.

Besoknya, berbeda lagi. Jika suami tidak terlatih, maka yang akan menjadi korban adalah anggota keluarga itu sendiri. Kasihan bukan jika sampai istri dan anak-anaknya kena?

Bagaimana jika suami menghadapi masalah yang memang berat? Misalnya, dipecat begitu dari pekerjaannya.

Saya pernah membaca sebuah cerita, kalau tidak salah di Facebook. Ada seorang suami yang nongkrong di warung kopi sambil mengenakan pakaian kantor. Ketemulah dia dengan temannya. Heran dan kaget, "Lho, bukannya kamu sudah dipecat? Kenapa masih pakai seragam kantor?"

Jawaban suami tersebut yang bikin trenyuh. Katanya kira-kira begini, "Istriku tidak tahu kalau saya ini sudah dipecat. Saya berpakaian seperti ini agar dia tidak sedih karena saya sudah tidak punya pekerjaan sekarang. Biarlah dia tahu saya masih bekerja. Meskipun saya sekarang tidak tahu mau kerja apa?"

Ada juga cerita seorang suami yang pergi saja keliling naik motor, sambil menangis, sebab dia memang sedang tidak punya pekerjaan yang bisa menghidupi istri dan anak-anaknya.

Apakah seorang suami tidak boleh menangis? Apakah menangis itu cuma domainnya perempuan? Apakah laki-laki yang menangis itu dikatakan seperti perempuan saja? Ternyata tidak begitu.

Suami yang notabene laki-laki juga diberikan kelenjar air mata. Jadi, dia memang boleh menangis. Dia boleh mengungkapkan perasaannya melalui linangan air mata. Memangnya Tuhan memberikan kelenjar air mata itu untuk perempuan saja. Kan tidak toh?

Jika seorang suami menghadapi masalah yang berat, seperti dipecat itu tadi, maka jelas itu tidak mudah. Memang sih harus disuruh sabar, tabah, terima keadaan itu, dan lain sebagainya seperti kata para motivator. "Anda harus bangkit sekarang juga! Anda harus meraih kesuksesan Anda!" Ya, itu sih kata motivator.

Mudah memang berkata-kata karena dia tidak mengalaminya. Untuk bisa bangkit dari keterpurukan memang tidak mudah bagi sebagian orang. Banyak orang yang justru tidak mau lagi semangat. Membiarkan keadaan apa adanya seperti itu. Sudah terlanjur terpuruk, makin tenggelam lagi. 

Namun, apapun keadaannya, selama suami masih hidup, dialah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap keadaan keluarganya. Gagal boleh, karena manusia itu memang tidak sempurna, tetapi bangkit juga lebih boleh lagi.

Harus ingat anak kecil, mungkin anaknya sendiri. Saat belajar berjalan, berkali-kali jatuh, tetapi terus mencoba, terus mencoba, dan terus mencoba. Hingga betul-betul bisa berjalan.

Baca Juga: Kenali dan Hindari Financial Abuse dalam Suatu Hubungan, Ya!

Kalau anak kecil saja bisa, masa yang orang dewasa tidak bisa? Padahal orang dewasa jauh lebih pintar berlari daripada anak yang baru belajar berjalan, iya 'kan?

Agar bisa bangkit memang cukup sulit jika cuma sendirian. Makanya, disarankan untuk ikut komunitas agar semangat bangkit itu bisa menular. Kalau di sekelilingnya adalah orang-orang yang positif, maka terasa positif juga.

Namun, jika sudah terpuruk, bergaul dengan orang-orang pemalas, selalu meratapi nasib, punya mimpi yang memang cuma mimpi, bahkan menyalahkan takdir Tuhan, hem, pasti akan makin tenggelam, lebih dalam daripada Palung Mariana. 
 

Uring-uringan


Suami yang lapang dada adalah suami yang sabar dan tabah, maka pada makna kedua, ini adalah makna denotatif. Makna yang sebenarnya, bahwa memang dada suami harus lapang. 

Pernah tahu ada istri yang uring-uringan ketika suaminya belum pulang ke rumah? Kira-kira apa alasannya? Istri tersebut menelepon suaminya, kapan sampai? Kapan tiba? Cepat pulang dan lain sebagainya.

Ternyata, jawaban yang mungkin tidak terduga adalah istri tersebut sedang galau mencari bantal tidurnya. Ya, bantal tidurnya setelah menikah adalah dada suaminya. Itulah bantalnya yang paling nyaman. 

Mungkin dulu istri tersebut, waktu masih gadis, bantal tidurnya adalah boneka-boneka lucunya. Mungkin boneka beruang, kelinci, Winnie the Pooh, Hello Kitty, Doraemon, atau bentuk lain. Kini, "bonekanya" hidup. Maksudnya ya, suaminya itu.

Jadi, ketika si suami belum pulang, istri belum bisa tidur. Dia masih was-was. Kenapa suaminya belum pulang? Jangan-jangan begini, jangan-jangan begitu. Nah, inilah kunci pentingnya komunikasi.

Suami perlu mengatakan yang sebenarnya, dia ada di mana? Dan, memberikan kalimat yang menenangkan istrinya. Misalnya, "Iya, tunggu Sayang, sebentar lagi saya pulang kok!"

Ketika suami sudah pulang dan istri sudah berbantalkan dada suami, maka di situlah ada yang namanya pillow talk. Masing-masing berbicara tentang hal yang dikerjakan selama seharian itu.

Selain itu, bisa juga rencana-rencana ke depannya, rumah tangga ini mau dibawa ke mana? Anak-anak bagaimana? Apakah anak-anak sudah dididik sesuai koridor yang disepakati oleh suami dan istri tersebut?

Memang betapa beratnya jadi seorang suami, harus memiliki makna konotatif dan denotatif tentang lapang dada ini. Namun, begitulah kodrat yang melekat kepadanya. Jenis kelamin memang takdir Tuhanyang tidak bisa diubah sama sekali. Jadi, dijalani saja sesuai takdir yang telah ditetapkan Tuhan. 

Walaupun berat ujian dan cobaannya, tetapi pastilah disiapkan hikmah di balik itu. Jika seorang suami mampu untuk lapang dada dalam dua makna di atas, maka pahala, kedudukan, dan cinta yang terbaik dari Tuhan.  

Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
 
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.