Etika Moral dalam Menikmati Genre True Crimes, Salah Enggak Ya?

Foto trailer dokumenter "Dahmer - Monster: The Jeffrey Dahmer Story" (Sumber gambar: Netflix)

Foto trailer dokumenter "Dahmer - Monster: The Jeffrey Dahmer Story" (Sumber gambar: Netflix)

Like

Dari "Dahmer - Monster: The Jeffrey Dahmer Story" hingga "In The Name of God: a Holy Betrayal" dan  "The Vanishing at The Cecil Hotel", tidak dapat disangkal lagi bahwa genre true crime sedang mencapai puncak popularitasnya.

Di tengah-tengah meningkatnya pujian mengenai genre seni ini, para pembuat film bergulat dengan perihal etika moral dalam membuat crime documentaries.

Serial tentang pembunuh berantai karya Ryan Murphy, Dahmer - Monster: The Jeffrey Dahmer Story, berada di posisi tinggi dalam tangga film global selama tujuh minggu dan ditayangkan di lebih dari 92 negara.

Hanya dalam waktu 60 hari setelah peluncurannya, film ini telah ditonton lebih dari 1 miliar kali. Serial ini tetap menjadi serial berbahasa Inggris terpopuler kedua dalam waralaba Netflix.

Karya Ryan Murphy yang terkenal ini hanyalah satu dari jutaan film crime documentaries yang sedang naik daun. Para penonton tidak pernah merasa cukup, permintaan akan cerita tragedies tentang kasus kejahatan terus meroket mencapai puncak baru.


Menikmati Genre True Crimes, Salah Enggak Sih?



Tapi mengapa kita terus menikmati kesenangan yang "salah" ini? Apa yang membuat kasus kejahatan nyata terus menarik pemirsanya?

Para ahli telah mengaitkan ketertarikan masyarakat yang tidak biasa terhadap kejahatan yang sebenarnya dengan sifat evolusi dan biologis kita.

Para psikolog evolusioner menyatakan bahwa kita tertarik pada kisah-kisah ini karena pemerkosaan, pembunuhan, dan kejahatan secara umum selalu menjadi elemen yang terintegrasi dalam masyarakat kita. 

Peneliti Colten Scrivner menyatakan bahwa "Morbid curiosity adalah sifat psikologis yang umum". Hal ini mendorong hasrat alami kita untuk memecahkan teka-teki dan misteri.

Hal ini juga memberi kita gambaran sekilas tentang mengapa orang lain dapat bertindak sekeji itu dan memungkinkan kita untuk menjelajahi sisi gelap kemanusiaan dari jarak yang aman.

Karena kita dapat "berpartisipasi" dan melihat keadaan ekstrem ini dari sudut pandang yang aman, hal ini dapat memicu rasa kontrol dan pengetahuan tentang dimensi dari masyarakat kita yang pada dasarnya tidak pasti dan sering kali menimbulkan kecemasan.

Jadi, jika ada alasan psikologis di balik mengapa kita menikmati true crime, apakah hal itu bisa dibenarkan? Apakah itu etis?

Menurut saya, untuk menentukan keetisan crime documentaries, kita harus mengalihkan fokus pada korban serta keluarganya dari kasus kejahatan yang digambarkan dalam genre tersebut.

Apakah mereka merasa penderitaan mereka dieksploitasi? Atau apakah mereka rasa telah diberi suara untuk memancarkan cerita sisi mereka?


Saat Moralitas dan Etika dalam True Crimes Dipertanyakan


Contoh kasus yang mempertanyakan moralitas dan etika true crime adalah reaksi keluarga korban terhadap dokumenter Netflix tentang Jeffrey Dahmer.

Karya yang dibuat oleh Ryan Murphy, Monster: The Jeffrey Dahmer Story menampilkan kembali momen di layar dan pernyataan Rita Isbell (saudara perempuan dari salah satu korban terakhir Dahmer) verbatim, membuatnya merasa seolah-olah ia menghidupkan kembali kekejian kepergian saudaranya.

"Saya mengira itu adalah saya dalam layar TV. Rambutnya seperti rambut saya, dia mengenakan pakaian yang sama. Itulah mengapa rasanya seperti menghidupkan kembali semuanya. Itu membawa kembali semua emosi yang saya rasakan saat itu."

Ia juga mengklarifikasi bahwa Netflix tidak menghubunginya ataupun keluarganya untuk mendapatkan persetujuan atas pembuatan serial tersebut.

"Saya merasa Netflix seharusnya bertanya apakah kami keberatan atau bagaimana perasaan kami tentang pembuatannya. Mereka tidak menanyakan apa pun kepada saya. Mereka hanya melakukannya. Saya bahkan bisa memakluminya jika mereka memberikan sebagian uangnya kepada anak-anak korban. ... Para korban memiliki anak dan cucu. Sangat menyedihkan bahwa mereka hanya menghasilkan uang dari tragedi ini. Itu hanya keserakahan."

Genre true crime telah lama memiliki daya tarik bagi kami. Secara psikologis dan biologis, kita secara alamiah memiliki ketertarikan pada bagian yang seram, tertutup, dan mengerikan dari kemanusiaan.

Namun, sebagai viewers, kita perlu belajar untuk tidak melewati batas. Kisah-kisah yang ditampilkan dalam film dokumenter kriminal adalah kisah-kisah nyata.

Orang-orang nyata yang memiliki kehidupan, pengalaman, perasaan, teman, dan keluarga yang nyata, sama seperti kita. Orang-orang ini menjadi korban karena keadaan yang tidak menguntungkan.

Paling tidak yang bisa kita lakukan sebagai penonton adalah menunjukkan empati kepada mereka dan keluarga mereka, tidak mengeksploitasi atau meromantisasi apa yang telah mereka alami.

Tetapi menurutmu bagaimana? Apakah genre true crime etis?

Punya opini atau artikel untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
 
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.