Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur dari YouTube Bank Indonesia
Likes
Kamis (23/11) Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga utamanya tidak berubah pada angka 6 persen. Kemungkinan besar BI akan mempertahankannya setidaknya hingga pertengahan 2024.
Meskipun inflasi naik tipis menjadi 2,56 persen di bulan Oktober dari 2,28 persen di bulan September, angka tersebut masih berada dalam kisaran target bank sentral sebesar 2-4 persen untuk tahun ini.
Angka tersebut menunjukkan bahwa tekanan harga tidak terlalu menjadi perhatian di negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini.
Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini terjadi pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI). Selain mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate (BI7DRRR), juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility 5,25 persen dan Lending Facility pada level 6,75 persen.
Dalam konferensi pers, Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan bahwa keputusan tersebut tetap konsisten dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak ketidakpastian global.
"Serta sebagai langkah preemptive dan forward looking terhadap dampaknya ke imported inflation sehingga inflasi tetap terkendali 3 plus minus 1 persen 2023 dan 2,5 plus minus 1 persen pada 2024," tambahnya.
Bank Indonesia juga akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan kebijakan makroprudential longgar melalui implementasi kebijakan KLM dan PLM untuk mendukung kredit pembiayaan ke dunia usaha.
Sebelumnya pada 19 Oktober Bank Indonesia menaikan suku bunga secara mengejutkan sebesar 25 basis poin. Memang, ini bertujuan untuk menopang nilai tukar rupiah yang telah melemah terhadap dolar sejak bulan Mei.
Rupiah telah naik hampir 2 persen terhadap greenback dan diperdagangkan sekitar 15,540 per US$ pada hari Senin. Ekspektasi Federal Reserve AS akan melakukan kenaikan suku bunga juga mendorong penguatan rupiah dan mata uang Asia lainnya.
“Bank Indonesia kemungkinan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah pada bulan ini. Stabilitas Rupiah adalah faktor pendorong di balik langkah tak terduga bulan lalu, dan sejak itu tekanan pasar telah mereda dengan dolar AS dan penurunan imbal hasil pasca jeda The Fed AS,” kata Radhika Rao, ekonom senior di bank DBS.
Mau tulisanmu dimuat juga di Bisnis Muda? Kamu juga bisa tulis pengalamanmu terkait investasi, wirausaha, keuangan, hingga lifestyle di Bisnis Muda dengan klik “Mulai Menulis”.
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.