Apakah Bisnis dapat Menggunakan Akuntan Forensik?

Fraud (Sumber gambar: www.stampli.com)

Fraud (Sumber gambar: www.stampli.com)

Like

Sejak Luca Pacioli mengemukakan suatu sistem akuntansi yang baru yaitu double entry bookkeeping atau tata buku berpasangan, maka sejak saat itu awal dimulainya jaman akuntansi modern.

Pada jaman sebelum double entry bookkeeping dikemukakan oleh Luca Pacioli, tiap – tiap wilayah di muka bumi ini mempunyai metode pencatatan transaksi yang berbeda – beda dengan beragam media pencatatan transaksi.

Setelah memasuki jaman akuntansi modern, ilmu akuntansi pun mengalami perkembangan yang pesat dengan mengacu pada konsep dasar double entry bookkeeping yang dikemukakan oleh Luca Pacioli tersebut.

Perkembangan di bidang keilmuan akuntansi tentu saja sangat dipengaruhi oleh permintaan pasar atau kondisi masyarakat.

Beberapa bidang akuntansi modern yang berkembang pada saat ini antara lain akuntansi keuangan, akuntansi manajemen/bisnis, auditing, akuntansi perpajakan, akuntansi sektor publik, dan perkembangan yang terbaru adalah akuntansi forensik.


Dalam artikel opini I Wayan Yeremia Natawibawa yang berjudul “Menimbang Kebutuhan Akuntan Forensik dalam Pepajakan” di salah satu media masa online perpajakan pada tanggal 16 Juni 2020 menyatakan bahwa awal mula akuntansi forensik di Indonesia adalah sekitar awal 2000-an saat terbitnya UU No. 28 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme, UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan UU No. 17 Tahun 2003 tantang Keuangan Negara.

Akuntansi forensik terdiri dari dua kata, yaitu akuntansi dan forensik.

Kata forensik berasal dari bahasa Latin ‘forensis’ yang bermakna mengumpulkan fakta untuk mendukung sebuah argumen, memberikan bukti atau fakta di pengadilan.

Dalam artikel tersebut, disebutkan bahwa akuntan forensik berperan dalam mendeteksi fraud pajak dalam laporan keuangan di Yordania. Akuntansi forensik merupakan  salah satu metode yang paling berhasil dalam membatasi kasus tax evasion yang dilakukan oleh beberapa perusahaan industry di Yordania.

Satu argument yang dikemukakan oleh I Wayan Yeremia Natawibawa adalah bidang perpajakan membutuhkan peran akuntan forensik untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Akan lebih baik apabila profesi akuntan forensik berada dalam otoritas perpajakan dan dapat bekerja secara independen untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di bidang perpajakan.


Lalu bagaimana dengan bisnis, apakah bisnis juga membutuhkan akuntan forensik?

Kalau berbicara apakah bisnis atau perusahaan membutuhkan akuntan forensik atau tidak, maka akan lebih baik melihat data terlebih dahulu. Data yang bersumber dari Association of Certified Fraud Eaminers (ACFE), salah satu organisasi anti fraud non pemerintah menyatakan bahwa pada tahun 2019, perusahaan negara (Badan Usaha Milik Negara – BUMN) menempati posisi kedua sebagai organisasi / lembaga yang paling dirugikan karena fraud yaitu sebesar 31,8 persen.

Dalam hal ini, Perusahaan BUMN berada satu peringkat di bawah organisasi pemerintah sebagai organisasi / lembaga yang paling dirugikan karena fraud. Sedangkan untuk perusahaan swasta, menempati posisi ketiga sebagai organisasi / lembaga yang paling dirugikan karena fraud yaitu sebesar 15,1 persen.

Berikut ini adalah tabel mengenai Jenis Oragnisasi/Lembaga yang Paling Dirugikan karena Fraud yang bersumber dari ACFE.

 

Jenis Organisasi/Lembaga yang Paling Dirugikan karena Fraud

Jenis Organisasi/Lembaga yang Paling Dirugikan karena Fraud


Jika melihat data tersebut, maka dapat diketahui bahwa bisnis atau perusahaan, baik perusahaan BUMN maupun perusahaan swasta masih sering terjadi fraud.

Dengan demikian, akan sangat tepat apabila perusahaan BUMN dan swasta menempatkan akuntan forensik yang bekerja secara independen untuk dapat mencegah dan meminimalisasi kerugian akibat terjadinya fraud tersebut.

Dengan mempekerjakan akuntan forensik dalam bisnis atau perusahaan, maka tentu saja akan lebih efektif dalam mencegah terjadinya fraud tersebut.

Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah apakah dengan mempekerjakan akuntan forensik dalam suatu bisnis atau perusahaan merupakan suatu strategi yang efisien dalam mengatasi fraud apabila ditinjau dari dari sisi biaya yang dikeluarkan oleh bisnis atau perusahaan?

Dengan demikian, manajemen atau pemilik perusahaan perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum memutuskan apakah perlu mempekerjakan akuntan forensik atau tidak.

Beberapa pertimbangan tersebut antara lain besarnya risiko dan banyaknya celah risiko terjadinya fraud dalam suatu perusahaan dan kemampuan manajemen untuk mengendalikan potensi fraud di dalam bisnisnya.

Suatu perusahaan yang mempunyai aset yang besar dengan tingkat keuntungan yang besar dan memiliki cabang yang tersebar di berbagai wilayah operasional, tampaknya mempekerjakan akuntan forensik merupakan hal tepat karena biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mendanai akuntan forensik akan lebih rendah daripada biaya untuk mengatasi potensi fraud dalam organisasi bisnis tersebut.

Begitu pula dalam suatu organisasi bisnis yang memiliki risiko dengan jumlah yang besar. Misalnya suatu perusahaan perbankan tentu saja akan menghadapi risiko yang lebih banyak dan lebih besar jika dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan atau ritel.

Perbankan memiliki delapan risiko bisnis, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi.

Dengan demikian, perusahaan atau bisnis yang bergerak di bidang perbankan akan lebih baik apabila mempekerjakan profesi akuntan forensik dalam organisasi bisnisnya, terlebih lagi apabila perusahaan perbankan tersebut belum memiliki sistem pengendalian intern yang bagus.

Bagi perusahaan perbankan, seorang akuntan forensik dapat memberi konsultasi dalam hal membangun sistem pengendalian intern yang efektif dan efisien, membangun sistem pencegahan terjadinya potensi fraud dalam perusahaan perbankan tersebut, termasuk di dalam aspek teknologi sistem informasi bisnis perbankan tersebut, serta diminta bantuan dalam hal pemeriksaan – pemeriksaan secara periodik mengenai transaksi – transaksi di bank tersebut.

Akan tetapi, penggunaan akuntan forensik di dalam suatu bisnis tentu akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit pula. Oleh karena itu, bagi perusahaan yang mempunyai skala kecil, misalnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tampaknya belum membutuhkan untuk mempekerjakan akuntan forensik karena seringkali pemilik perusahaan merangkap sebagai manajemen perusahaan dan kebanyakan pemilik UMKM dapat mengendalikan secara langsung berbagai hal dalam bisnisnya.

Perusahaan UMKM dapat digolongkan sebagai salah satu jenis organisasi yang memiliki potensi fraud yang rendah karena UMKM memiliki aset yang lebih kecil. Jika pelaku UMKM mempekerjakan akuntan forensik, maka akan menimbulkan biaya yang lebih besar daripada biaya untuk mengatasi potensi fraud dalam UMKM.

Dengan demikian, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemilik UMKM untuk mengatasi potensi fraud antara lain mengecek catatan transaksi harian dengan bukti – bukti transaksi secara rutin, melakukan stock opname atau perhitungan aset perusahaan yang rutin pada setiap hari atau setiap minggu, dan mendata karyawan secara lengkap misalnya dengan menyimpan data identitas diri karyawan dan mencatat kehadiran karyawan setiap harinya.