Last In First Out, Metode Akuntansi Persediaan yang Kini Sudah “Dimuseumkan”

Inventory (Sumber gambar: www.unleashedsoftware.com)

Inventory (Sumber gambar: www.unleashedsoftware.com)

Like

Para pecinta dan penikmat akuntansi, tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah First In First Out (FIFO), Last In First Out (LIFO), dan rata – rata. Mungkin hampir setiap hari istilah – istilah ini terdengar di telinga para penikmat dan pecinta akuntansi. Bahkan bisa sampai terbawa dalam mimpi.

Penjelasan secara sederhananya, First In First Out merupakan metode pengelolaan persediaan barang dagang pada suatu bisnis dengan cara menjual barang dagangan yang dibeli atau masuk ke tokonya terlebih dahulu sehingga harga sisa barang yang belum laku terjual tentu saja adalah harga barang yang terakhir dibeli.

Metode rata – rata adalah metode yang membagi secara rata – rata seluruh harga barang dagangan yang dibelinya sehingga pedagang menilai sisa barang yang belum terjual adalah harga rata – rata keseluruhan barang yang dibelinya. Sedangkan Last In First Out (LIFO) adalah kebalikan dari First In First Out, dimana pedagang menjual terlebih dahulu barang dagangan yang terakhir kali dibelinya.

Jadi, kalau ada orang yang membeli suatu barang, maka pembeli itu akan mengeluarkan barang yang terakhir kali dibelinya dari pedagang besar lalu diserahkannya kepada pembeli tersebut.

Proses ini juga bisa terjadi secara tidak sengaja, misalnya ketika seseorang pergi ke supermarket atau toko swalayan dan membeli suatu barang, maka yang seringkali terjadi adalah dia mengambil barang yang berada di posisi rak paling depan terlebih dahulu.


Hal ini mengakibatkan rak paling depan tersebut kosong. Kemudian manager supermarket tersebut memberi tugas kepada pegawai supermarket untuk mengisi kembali rak – rak yang kosong tersebut dengan barang dagangan yang baru.

Ternyata, petugas supermarket tersebut langsung meletakkan barang dagangan yang baru di posisi rak yang kosong yaitu di posisi paling depan sehingga barang – barang dagangan yang lebih lama masih berada di posisi semula.

Berhubung barang dagangan yang sudah lebih lama tersebut berada di posisi rak paling belakang, maka hal ini menyebabkan barang dagangan yang lebih lama tersebut kemungkinan akan terjual dengan urutan terakhir.

Sekilas tidak ada yang salah dengan hal ini. Jika dipikir, apakah pedagang toko mau menjual barang yang lebih lama terlebih dahulu atau barang yang lebih baru terlebih dahulu, itu bukan merupakan masalah besar selama barang tersebut belum kadaluarsa.

Bisa saja orang berpikir bahwa itu kan haknya pedagang tersebut untuk mau menjual barang yang mana terlebih dahulu karena itu juga toko miliknya.

Meskipun demikian, ternyata metode LIFO saat ini sudah tidak diakui lagi oleh bidang perpajakan dan akuntansi masa kini. Jadi, akuntan perusahaan sudah tidak boleh lagi melakukan pencatatan persediaan barang dagang dengan metode LIFO. Metode LIFO sudah “dimuseumkan”!.

Pada masa kini, metode LIFO hanya sebatas teori saja untuk dipelajari dan dipahami, namun bukan untuk dipraktikkan.


Mengapa Metode Last In First Out sudah “Di – museum – kan”?

Hal ini tertera dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 14 revisi 2008 yang menyatakan bahwa “Biaya persediaan, kecuali yang disebut dalam paragraph 21, harus dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama atau FIFO atau rata – rata tertimbang.

Steven M. Bragg (2005:12) dalam bukunya yang berjudul “Inventory Accounting A Comprehensive Guide” menyatakan bahwa “LIFO is used primarily for reducing a company’s income tax liability”. Dengan demikian, sesuai dengan dengan pernyataan Dwi Harti (2018:106) dalam buku Akuntansi Keuangan” bahwa metode penilaian persediaan yang diakui oleh pajak adalah Metode FIFO dan Metode Rata – Rata.

Jadi, jika perusahaan menggunakan metode selain FIFO atau Rata – Rata, maka dalam menghitung besarnya pajak penghasilan terutang akhir tahun harus dilakukaan koreksi fiskal (Harti, 2018:106).

Jika perusahaan menggunakan metode perhitungan persediaan LIFO, maka perusahaan dapat memperkecil laba sebelum pajak atau laba kotor, sehingga pembayaran pajak penghasilan menjadi lebih kecil (Ortax.org, 14 Januari 2015).

Dengan demikian, apabila seluruh bisnis atau perusahaan menggunakan metode LIFO, maka akan dapat berdampak secara luas yaitu berkurangnya pendapatan pajak negara.

Di samping itu, Berdasarkan International Financial Reporting Standards (IFRS), metode LIFO sudah tidak boleh lagi untuk digunakan karena metode LIFO menyebabkan nilai inventory yang disajikan dalam laporan posisi keuangan (balance sheet) tidak merepresentasikan recent cost level of inventory (IAS 2.BC 13) (Ortax.org, 14 Januari 2015).

Berikut ini adalah contoh sederhana yang menunjukkan bahwa Metode LIFO dapat mengurangi pajak.

Berikut adalah data persediaan barang dagang yang terjadi pada Toko Maju Terus periode Desember 2018.

Toko maju terus menjual produk berupa Mie Goreng Instan. Berikut adalah transaksinya.
1 Desember 2018              Pembelian tunai 200 bungkus mie goreng @ Rp. 1.500.
2 Desember 2018              Pembelian tunai 50 bungkus mie goreng @ Rp. 1.700.
4 Desember 2018              Penjualan tunai 60 bungkus mie goreng @ Rp. 3.000.
6 Desember 2018              Penjualan tunai 90 bungkus mie goreng @ Rp. 1.600.
8 Desember 2018              Penjualan tunai 80 bungkus mie goreng @ Rp. 3.000.
10 Desember 2018            Penjualan tunai 90 bungkus mie goreng @ Rp. 3.000.
12 Desember 2018            Pembelian tunai 50 bungkus mie goreng @ Rp. 1.700.
14 Desember 2018            Pembelian tunai 60 bungkus mie goreng @ Rp. 1.600.
16 Desember 2018            Penjualan tunai 150 bungkus mie goreng @ Rp. 3.000.
18 Desember 2018            Penjualan tunai 50 bungkus mie goreng @ Rp. 3.000.
20 Desember 2018            Pembelian tunai 150 bungkus mie goreng @ Rp. 1.500.
22 Desember 2018            Pembelian tunai 50 bungkus mie goreng @ Rp. 1.700.
24 Desember 2018            Penjualan tunai 120 bungkus mie goreng @ Rp. 3.000.
26 Desember 2018            Pembelian tunai 50 bungkus mie goreng @ Rp. 1.500.
28 Desember 2018            Penjualan tunai 60 bungkus mie goreng @ Rp. 3.000.

Soal:
a. Buatlah catatan mutasi barang Mie Instan Goreng dalam kartu persediaan dengan sistem perpetual Metode Masuk Pertama Keluar Pertama, Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama, dan Metode Rata – Rata Bergerak.
b. Hitunglah harga pokok penjualan.
c. Hitunglah laba kotor.

Penyelesaian:
a. Metode First In First Out
 

-

-

 

-

-

 

-

-


Metode Last In First Out
 

-

-

 

-

-

 

-

-


Metode Rata - Rata Tertimbang
 

-

-

b. Harga Pokok Penjualan

Metode First In First Out
4/12/2018     60 × Rp. 1.500                                 =    Rp.       90.000
8/12/2018     80 × Rp. 1.500                                 =    Rp.     120.000
10/12/2018   60 × Rp. 1.500                                 =    Rp.       90.000
10/12/2018   30 × Rp. 1.700                                 =    Rp.       51.000
16/12/2018   20 × Rp. 1.700                                 =    Rp.       34.000
16/12/2018   130 × Rp. 1.600                               =    Rp.     208.000
18/12/2018   20 × Rp. 1.600                                 =    Rp.       32.000
18/12/2018   30 × Rp. 1.700                                 =    Rp.       51.000
22/12/2018   20 × Rp. 1.700                                 =    Rp.       34.000
22/12/2018   60 × Rp. 1.600                                 =    Rp.       96.000
22/12/2018   40 × Rp. 1.500                                 =    Rp.       60.000
28/12/2018   60 × Rp. 1.500                                 =    Rp.       90.000
                                                                                    Rp.     956.000

Metode Last In First Out
4/12/2018     50 × Rp. 1.700                                 =    Rp.       85.000
4/12/2018     10 × Rp. 1.500                                 =    Rp.       15.000
8/12/2018     80 × Rp. 1.600                                 =    Rp.     128.000
10/12/2018   70 × Rp. 1.600                                 =    Rp.     240.000
10/12/2018   20 × Rp. 1.500                                 =    Rp.     300.000
14/12/2018   60 × Rp. 1.600                                 =    Rp.       96.000
14/12/2018   50 × Rp. 1.700                                 =    Rp.       85.000
14/12/2018   40 × Rp. 1.500                                 =    Rp.       60.000
24/12/2018   50 × Rp. 1.700                                 =    Rp.       85.000
24/12/2018   70 × Rp. 1.500                                 =    Rp.     105.000
28/12/2018   50 × Rp. 1.500                                 =    Rp.       75.000
28/12/2018   10 × Rp. 1.500                                 =    Rp.       15.000
                                                                                    Rp.  1.364.000

Metode Rata - Rata Tertimbang
4/12/2018     60 × Rp. 1.540                                 =    Rp.       92.400
8/12/2018     80 × Rp. 1.566                                 =    Rp.     125.280
10/12/2018   90 × Rp. 1.566                                 =    Rp.     140.940
16/12/2018   150 × Rp. 1.597                               =    Rp.     239.550
18/12/2018   50 × Rp. 1.597                                 =    Rp.       79.850
24/12/2018   120 × Rp. 1.564                               =    Rp.     187.680
28/12/2018   60 × Rp. 1.549                                 =    Rp.       92.940
                                                                                    Rp.     958.640


Hasil Penjualan
4/12/2018              60 × Rp. 3.000                  =    Rp.     180.000
8/12/2018              80 × Rp. 3.000                  =    Rp.     240.000
10/12/2018            90 × Rp. 3.000                  =    Rp.     270.000
16/12/2018            150 × Rp. 3.000                =    Rp.     450.000
18/12/2018            50 × Rp. 3.000                  =    Rp.     150.000
24/12/2018            120 × Rp. 3.000                =    Rp.     360.000
28/12/2018            60 × Rp. 3.000                  =    Rp.     180.000
                                                                              Rp.  1.830.000

Laba kotor untuk First In First Out adalah Rp. 1.830.000 – Rp. 956.000 = Rp. 874.000.
Laba kotor untuk Last In First Out adalah Rp. 1.830.000 – Rp. 1.364.000 = Rp. 466.000.
Laba kotor untuk Metode Rata – Rata Tertimbang adalah Rp. 1.830.000 – Rp. 958.360 = Rp. 871.360.

Dari perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa metode Last In First Out (LIFO) menghasilkan laba kotor yang paling rendah daripada metode First In First Out (FIFO) dan metode rata – rata tertimbang.

Hal ini menyebabkan pajak dengan metode LIFO pun akan menjadi yang paling rendah daripada metode akuntansi persediaan yang lainnya.

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa apabila perusahaan atau pedagang menggunakan metode akuntansi Last In First Out (LIFO), maka dia akan membayar pajak yang lebih rendah.