Ketika Memilih Switch Career, Ini Cara Menghadapinya

Mengubah karir bisa jadi naluri untuk berubah menjadi versi yang terbaik. Sumber gambar: Adobe Express

Like
Be-emers, hidup adalah perjuangan mempertemukan hal yang paling dicintai dan hal yang paling dikuasai, betul? Meski demikian, untuk mempertemukannya, tidak semudah mengatakannya. 
 
Penulis misalnya awalnya berprofesi sebagai analis laboratorium di pabrik makanan. Yang itu dikerjakan selama kurang-lebih dua tahun. Seolah menikmatinya. Punya kehidupan yang baik, lembur, dan upah tinggi. 
 
Lalu mengubah karir menjadi juru ketik, selama kurang lebih setahun. Lalu tiba-tiba merasa ini bukan cinta yang penulis cari, dan dalam hati berkata, aku tidak mau menghabiskan waktuku yang singkat ini untuk mengerjakan ini.
 
Kemudian penulis mengubah karir lagi menjadi seorang guru, yang itu juga dikerjakan selama beberapa tahun atau ribuan jam. Dan berpikir lagi. Aku tidak mau menghabiskan waktuku yang singkat ini untuk mengerjakan ini juga. 
 
 

Tanda-Tanda Kita Perlu Mengubah Karir 

Antara lain ada tiga hal yang perlu diperhatikan sebelum Be-emers langsung move on untuk mengubah karir:
 
Yang pertama adalah profesionalisme. Hidup adalah tentang belajar. Jika Be-emers sudah merasa tidak tertarik lagi untuk belajar, itu merupakan suatu red flag, tanda untuk mengubah karir.
 
Yang kedua percayai naluri. Memilih karir seringkali disetir oleh naluri. Jika kita sering merasa dan mengalami kurang tidur, ketika bangun melihat ke langit-langit sambil berpikir, sampai kapan aku akan menjalani hidup seperti ini, maka percayai naluri. Mungkin itu tanda Be-emers harus mengubah karir. 
 
Yang ketiga, bukan karena derita sesaat. Banyak orang yang mengubah karir karena alasan derita sesaat. Termasuk di dalamnya adalah karena bos atau rekan kerja yang toksik. Itu sebenarnya bukan alasan yang tepat untuk mengubah karir. Ini karena, dimanapun tempatnya, pasti Be-emers akan mengalami derita sesaat. Bisa karena kurang gaji, kurang penghargaan, dan lain-lain.