Kletikan Purwokeling

Keripik Bayam Kletikan "Tansah Eling* Purwokeling

Like

Bosan adalah salah satu kata untuk mengungkapkan kejenuhan tatkala segala aktivitas menjadi terbatas yang diakibatkan kehadiran virus bernama lengkap Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Sedangkan biasanya, mencermati jadwal pelaksanaan “Pelatihan Ecobrick dan composting” selalu kami lakukan.

Itu lantaran permintaan sebagai narasumber telah berderet untuk dipenuhi, baik selaku pribadis sebagai trainer dan ahli bangunan ecobrick maupun dalam kapasitas Ketua Program Kampung Iklim (Proklim) Purwoyoso Kepedulian Lingkungan (Purwokeling) Bhakti Persada Indah (BPI) RW.X, Purwoyoso Ngaliyan Kota Semarang.

Galaupun tak bisa dielakkan. Bahkan semula bagai “di penjara, di karantina”. Sungguh sangat menyakitkan, saat segala hal harus dalam “keterbatasan”. Ini lantaran keadaan berbanding terbalik dari biasanya yang padat kegiatan.

Itulah fakta dan kondisi yang harus dihadapi dan disiasati. Terlebih mengingat gundah berkepanjangan, selain tak membuahkan kemajuan, juga membuang waktu secara percuma. Maka, mendobrak aturan dengan berbagai siasatnya, merupakan peluang untuk mampu beraktivitas.

Salah satu cara yang kemudian dilakukan adalah rapat pengurus Proklim Purwokeling BPI. Agendanya berpifir jernih, untuk mencemati kegiatan yang bisa dilakukan tanpa melibatkan banyak orang. Rapat via WhatsApp (WA) group merupakan salah satu sarana, hingga memunculkan ide memperluas lahan sekitar + 150 m2 di samping kiri bangunan Bank Sampah Purwokeling, dengan tanpa melibatkan banyak orang.


Caranya “giliran” resik-resik dan kerja bhakti membersihkan tanah keras padas, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Salah satunya selalu mengenakan masker dan face shield, serta membawa hand sanitizer, meski telah tersedia alat Cuci Tangan Pakai sabun (CTPS) di Balai RW. Di samping itu juga selalu membawa thumbler, sehingga saat haus tinggal minum dari milik pribadi.

Pelaksanaan dilakukan secara bergiliran masing-masing 2 (dua) personil dengan tetap dibantu dua tenaga lapangan. Ini lantaran kondisi tanah juga banyak barang bekas yang dibuang, serta ranting-ranting, bebatuan dan semak belukar.

Alhamdulillah dalam kurun waktu 2 (dua) hari, pekerjaan tersebut berhasil diselesaikan.  

Hari ketiga dilanjutkan melakukan pengolahan disertai pemupukan, kemudian membuat bedengan. Hari keempat melakukan penanaman stek tanaman singkong dari dari PT. Marimas Kencana Putra dari program “Bibit Singkong Gratis dari Marimas”.


Dari Bayam hingga Kenikir

Selama pengerjaan tersebut, pengurus sambil berembug dan berandai-andai tentang pengolahan hasil kebun singkong sekitar 6 (enam) bulan ke depan. Ada yang usul agar daun dan singkongnya dibuat keripik, ada pula yang menginginkan agar daunnya dijual mentah untuk lalapan, kudapan maupun sayur. Sedangkan singkong dibikin tape. Semuanya masih berandai-andai dan usulan yang dituang melalui WA group.

Seiring berjalannya waktu, pohon singkong tampak subur. Hal itu tentu menumbuhkan semangat baru bagi pengurus Proklim Purwokeling. Semangat untuk semakin banyak berbuat mengisi waktu luang di masa pandemi.

Oleh karena itu tak mengherankan tatkala tumbuh bayam raja secara liar dalam jumlah yang cukup banyak, secara spontan pemikiran membuat “keripik bayam” langsung terlontar. Ditindaklanjuti membuat stiker “Kletikan Purwokeling”.

Kata kletikan dipilih karena akan digunakan untuk aneka hasil olahan yang kalau dimakan berbunyi “kletak-kletik”. Sebagaimana pernah direncanakan, antara lain akan dibuat keripik daun ketela, pare, gambas, terong, kecipir, dll. Dedaunan tersebut dipilih karena tergolong banyak di wilayah RW.X.  

Kembali pada daun bayam, panen daunpun dilakukan. Kemudian masak secara beregu yaitu dengan 3 (tiga) orang anggota Proklim Purwokeling.  Sebagai pembeda dengan keripik bayem lainnya adalah rasa yang tidak saja gurih namun juga sedikit pedas.

Pengurus yang lain berfikir harga jual dan mencari pasar dengan cara menawarakan “calon” keripik bayam. Alhamdulillah 25 pemesan terjadi diawal kegiatan.

Demikian seterusnya hingga secara kontinyu banyak pemesan tanpa kami menawarkan. Seiring berjalannya waktu, saat ini kami sedang berusaha mengajukan ijin Produk Industri Rumah Tangga (P-IRT) ke Dinas Kesehatan Kota (DKK) melalui Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP. PKK) Kelurahan Purwoyoso.


Budikdamber

Tak puas dengan hasil kebun, pengolahan hasil kolam yang rata-rata berupa lele semakin dikembangkan. Fakta menunjukkan sebelum pandemic covid 19, warga yang melakukan kegiatan pemanfaatan tanah pekarangan untuk tanaman dan perikanan dengan system aquaponik, sekitar 10 ?ri jumlah Kepala Keluarga (KK). Dalam perkembangannya menjadi sekitar 30 ?hkan lebih.

Hal itu didukung banyaknya kemudahan. Salah satu contoh dengan semakin bertambahnya penjual ember satu paket dengan tutup yang telah dilobangi, lengkap dengan pot dan bibit tanaman, serta bibit lele. Maka selain dengan aquaponik secara permanen meski kolam kecil, masyarakat banyak melakukan budidaya ikan dalam ember (budikdamber). Setiap orang rata-rata memiliki 3 (tiga) ember.
 
Menurut penulis, itulah secuil pengalaman terkait kreativitas warga. Meski secara terbatas hingga merasa di karantina, namun justru berbuah kreativitas yang tidak saja untuk mengusir kejenuhan, namun juga menghasilkan uang kas baik pribadi maupun untuk kelompok. Mari kita ubah tantangan menjadi peluang untuk maju dan berkembang.

**Dari berbagai sumber; Dra. Eko Gustini Wardani Pramukawati, Ketua Proklim Purwokeling BPI Ngaliyan Kota Semarang, Staf Materi Naskah Pimpinan, Biro Umum Setda Jateng; Andalan Abdimas, Pramuka Peduli dan Pinsaka Kalpataru Kwarda Jateng.