Rindu, sumber gambar: https://pixabay.com/id/photos/beruang-boneka-kesepian-cinta-5121560/
Likes
Bagi kamu yang saat ini sudah menikah, Alhamdulillah sudah laku, maupun yang belum menikah, entah kapan, pasti tahu dong istilah KDRT. Itu biasa diartikan kepanjangannya adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Meskipun namanya KDRT yang berarti kekerasan, jangan dikira ada yang lebih tinggi daripada itu, yaitu: KDRW, KDKelurahan, apalagi KDKecamatan. Itu beda ya!
Saya mau mengutip data dari dari KemenPPPA, hingga Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia. Korban yang ada sebanyak 79,5 persen atau 16.745 orang di antaranya adalah perempuan.
Namun, jangan dikira KDRT hanya menimpa perempuan juga lho! KDRT juga menimpa laki-laki sebanyak 2.948 orang. Jadi, kalau laki-laki dan perempuan bisa menjadi korban, maka kita tidak boleh abai dan cuek dengan fenomena ini.
Baca Juga: Berkeluarga di Usia Muda, Begini Cara Atur Keuangan Kamu
Bagaimana Bisa?
Sebenarnya, tidak habis pikir ya, kok bisa sampai ada KDRT? Padahal, secara umum, sejak mau menikah, saat menikah, hingga malam pertama, yang ada kebahagiaan saja bukan?
Wajah-wajah ceria, gembira, saling mengucapkan selamat, saling mengucapkan doa, itu semua membuat bahagia, terutama di mempelai laki-laki maupun perempuannya.
Meskipun duduk dan berdiri di pelaminan selama beberapa jam, menghadapi tamu yang banyak, lelah memang, tetapi itu adalah momen sekali seumur hidup, kalau bisa sih.
Selain itu, bisa mengumpulkan keluarga besar, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, bertemu pula dengan teman-teman lama, bahkan mungkin mantan hadir juga. Ini belum tentu mantan pacar lho, siapa tahu mantan majikan juga, ya 'kan? Memangnya mantan cuma untuk mantan pacar?
Malam pertama juga termasuk yang ditunggu-tunggu. Saat pasangan suami istri baru itu menikmati momen berdua yang betul-betul halal dan legal. Tidak perlu takut digrebek atau dirazia, karena memang sudah sah.
Momen itu untuk pertama kalinya keduanya saling terbuka. Bahkan dengan orang tuanya sendiri tidak sampai seperti itu, tetapi antara suami dan istri memang tidak ada yang ditutupi. Al-Qur'an menyebutkan suami ibarat pakaian bagi istri, begitu pula sebaliknya.
Apalagi bagi pasangan yang baru berkenalan saat melamar. Biasa kita kenal dengan istilah ta'aruf. Kenalan langsung dengan keluarga.
Jadi, tidak ada istilah berdua-duaan dahulu, pegang-pegangan tangan, pelukan, merayu di pinggir sungai. Padahal di sungai tersebut ada buayanya. Lalu, yang menjadi pertanyaan, ini buayanya yang mana ya, jika ternyata laki-laki tersebut playboy, hadeh!
Baca Juga: Jadi Ibu Rumah Tangga Muda, Intip Yuk Ide Usaha Minim Modal Berikut Ini
Berjalannya Waktu
Ustadz Salim A. Fillah, seorang penulis terkenal, pernah mengatakan bahwa menikah ini adalah ibadah yang paling lama. Dimulai dari akad nikah dan berakhir nanti ketika sudah menginjak surga. Lama sekali memang.
Makanya itu, pahalanya juga sangat besar. Jelas membutuhkan perjuangan, kesabaran, ketabahan, dan sikap untuk saling mengerti antara suami dan istri.
Rumah tangga siapa sih yang bebas dari masalah? Rumah tangga siapa yang tidak pernah konflik? Adem ayem saja. Kalau ada rumah tangga yang selalu tenang-tenang saja, saya yakin itu bohong.
Pasti ada saat suami istri berbeda pendapat, berseteru, mungkin dengan marah, dan lain sebagainya. Rumah tangga itu memang ibarat kapal. Pasti ada saatnya menghadapi badai, angin kencang, kapal hampir karam, hampir tenggelam, atau malah hampir pecah.
Ketika terjadi masalah, bisa masalah kecil maupun besar, memang yang diperlukan adalah kepemimpinan yang handal dari suami. Makanya itu, hak cerai memang ada pada suami.
Sebab, suami lebih mengandalkan logika daripada perasaan. Suami akan berpikir lebih jernih, apakah betul-betul mau bercerai? Apakah hubungan pernikahan itu masih bisa dipertahankan atau tidak?
Jika hak cerai itu melekat pada istri, mungkin dalam sehari, istri bisa menceraikan suaminya puluhan kali. Kalau marah, istri langsung bilang, "Saya ceraikan kamu!" Padahal, dalam hati istri sebenarnya, marah itu adalah wujud dia ingin didengarkan saja. Ingin diperhatikan oleh suami.
Mungkin dia lelah mengurus anak-anak. Memang sih kenyataannya, istri itu melayani sejak terbit matahari hingga terbenam mata suami. Capek luar biasa. Suami harusnya mengerti yang satu itu.
Namun, yang namanya sifat, memang berbeda masing-masing orang. Ada orang yang bisa sabar menghadapi pasangan, ada pula yang tidak. Jika tidak sabar, maka marah yang akan keluar.
Baca Juga: Apa Aja Peluang Cuan untuk Ibu Rumah Tangga Muda?
Nah, marah ini wujudnya juga macam-macam. Kalau cuma mendiamkan pasangan, itu masih mending alias masih dirasa lebih baik. Namun, jika sudah berwujud tindakan fisik, maka ini yang dinamakan dengan KDRT.
Tidak jarang kita temukan ada suami yang memukul istrinya, menendangnya, menyiksa dengan benda tajam maupun tumpul, bahkan membunuhnya. Kalau yang terakhir ini dilakukan, jelas mengerikan sekali.
Padahal, istrinya adalah pasangan yang telah dipilihnya sendiri. Kalaupun awalnya dijodohkan, tetapi tetap berdasarkan persetujuan sendiri juga.
Begitu pula, ada istri yang menyiksa suaminya. Mungkin ini istrinya jago bela diri sehingga suaminya jadi takut. Istilahnya STI, Suami Takut Istri, bisa betul-betul terjadi.
Apalagi jika istri yang lebih memegang kendali rumah tangga. Mungkin istri yang punya penghasilan, sedangkan suaminya pengangguran. Mungkin pula semua biaya dari awal dahulu, yang menanggung pihak keluarga istri.
KDRT tidak bisa dikatakan sebuah kebaikan. Efeknya luar biasa mengerikan. Bisa menimbulkan trauma bagi korban. Luka fisik tidak mudah hilang, tetapi luka yang lebih dalam lagi adalah luka batin.
Ini bisa dirasakan seumur hidup, bahkan seandainya mereka sudah betul-betul berpisah. Trauma yang membekas membuat si korban tidak mau lagi menyentuh pernikahan lagi. Dia takut terjadi lagi KDRT yang seperti itu.
Selain itu, tentu saja imbasnya juga pada anak-anak. Mereka jadi ikut trauma menyaksikan orang tuanya pelaku KDRT.
Mereka hanya tahunya orang tuanya punya hubungan yang baik-baik saja. Ternyata, satu sama lain menjadi musuh. Menjadi bertarung betulan, seperti dunia khayal yang sering dibaca anak-anak.
Jika KDRT betul-betul terjadi, maka diperlukan solusi yang jitu. Jelas butuh pihak ketiga yang menengahi. Solusi apa yang akan diambil? Apakah langsung melibatkan aparat penegak hukum atau seperti apa?
Kalau sampai salah satunya dipenjara, maka bagaimana dengan korban? Bagaimana dengan nasib anak-anak? Nah, pihak keluarga jelas harus ambil bagian besar dalam hal ini.
Kok Sampai Menyakitkan?
KDRT sudah menyakitkan, ternyata ada kebalikannya yang tidak kalah menyakitkan, minimal menyedihkan, lah. Apa kebalikan dari KDRT? Gampang kok, tinggal dibalik saja singkatannya.
KDRT kalau dibalik ya menjadi TRDK. Apa kepanjangan dari TRDK? Saya menyebutnya dengan Ternyata Rindu Dalam Kesepian.
Baca Juga: Berlatar Budaya, 5 Film Ini Refleksikan Cara Hadapi Konflik Keluarga
Begini, meskipun namanya suami istri itu memang pasangan yang selalu bersama, tetapi ada kalanya berpisah untuk sementara waktu. Misalnya, suaminya seorang PNS. Dia sedang dalam perjalanan dinas, mungkin di Jakarta.
Sementara istri dan anak-anaknya jauh di provinsi lain, di seberang Pulau Jawa. Memang menyenangkan sih perjalanan dinas, sebuah perjalanan yang dibiayai uang negara, menginap gratis sampai di hotel berbintang.
Akan tetapi, bila dia sedang sendirian di kamar hotel, tanpa kehadiran istrinya, maka itu akan membuatnya sepi. Kamar jadi terasa sangat lowong dan lengang. Biasanya, ketika di rumah, ada istrinya yang menjadi teman bicara secara langsung, tetapi kini, sepi.
Kalau mau bicara, harus lewat HP. Mungkin telepon pakai suara, maupun video call. Tidak bisa sambil pelukan, berpegangan tangan, maupun ciuman. Cuma bisa memeluk guling dan mencium bantal. Hem, pahit!
Saat itulah, suasana sepi yang mencekam, meskipun di kamar hotel tersebut ada AC dan TV, tetapi akan muncul yang namanya kerinduan.
Sebuah perasaan ingin segera pulang, menjumpai istri dan anak-anak, tetapi belum bisa karena tugas negara masih belum selesai. Dia harus menunggu beberapa hari lagi untuk bisa betul-betul kembali.
Hal itu adalah kondisi yang dialami oleh pasangan yang berpisah sementara. Lalu, bagaimana dengan yang terpaksa harus LDR atau Long Distance Relationship?
Suami dan istri tidak tinggal dalam satu daerah karena tuntutan pekerjaan. Bahkan, salah satunya di luar negeri. Tentu hal tersebut lebih menyiksa karena untuk bisa kembali butuh menunggu satu tahun, bahkan lebih.
Tidak hanya yang masih berada dalam satu ikatan pernikahan, tetapi jelas kondisi ini bagi yang sudah betul-betul berpisah alias bercerai. Kembali ke kasus di atas, karena KDRT, lalu bercerai, suatu saat si pelaku KDRT tersebut menyesali perbuatannya. Kenapa ya kok sampai begitu kejam kepada pasangan?
Baca Juga: Berkeluarga di Usia Muda, Begini Cara Atur Keuangan Kamu
Dia betul-betul sedih karena pernah melakukan perbuatan terlarang tersebut. Namun, untuk kembali kepada pasangannya dahulu sudah tidak bisa karena sudah dimiliki oleh orang lain.
Ketika itulah, mantan pelaku KDRT makin tersiksa dengan kesendirian. Dengan kerinduan berkumpul bersama pasangannya yang sudah tidak bisa lagi seperti dahulu.
Sendiri itu memang menyiksa. Apalagi bagi yang masih belum menikah alias jomblo. Sudah tersiksa dengan perasaannya, rindu untuk segera menikah, tambah tersiksa lagi dengan bully dari keluarga dan teman-temannya.
Momen lebaran yang harusnya menyenangkan, menjadi menyedihkan karena selalu ditanya kapan nikah? Kapan punya istri? Kapan punya suami? Harusnya yang bertanya begitu, jangan cuma bertanya, tetapi bantulah si jomblo itu untuk menikah!
Manusia memang diciptakan berpasang-pasangan seperti dalam Al-Qur'an. Sandal jepit saja ada pasangannya kok, masa manusia tidak? Adanya pasangan membuat hati jadi lebih tenang, nyaman, sejuk, teduh, dan merasakan hidup lebih bermakna.
Pasangan juga yang membuat kita jadi punya semangat. Ketika kita ada masalah, curhat kepada pasangan bisa membuat kita jadi lebih lega. Masalah yang muncul tersebut bisa dicarikan solusi bersama. Bukankah dua otak yang berpikir lebih baik daripada satu otak saja?
Oleh karena itu, bagi kamu yang saat ini masih sendiri, semoga segera diberikan jodoh ya! Sedangkan bagi kamu yang sedang menjalani LDR dengan istri maupun suami, semoga juga diberikan kondisi yang lebih baik.
Bisa berkumpul dalam satu rumah dan mendapatkan rezeki yang lebih baik. Bersabar itulah kuncinya. Tidak hanya yang LDR, dalam satu rumah saja, bersabar tetaplah yang utama.
Sekali lagi, sepi itu menyiksa. Rindu juga menyiksa. Kalau keduanya ada dalam kehidupan kita, maka namanya menyiksa kuadrat. Enggak kuat.
Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.
Komentar
31 Oct 2023 - 13:48
Bisa bisa nya dibalik jadi TRDK
Bagusss artikel nya