Kerja di Perusahaan Keluarga, Aman Enggak sih Buat Kesehatan Mental?

Kerja di perusahaan keluarga, aman enggak sih buat kesehatan mental? Ini adalah pengalaman penulis ketika bekerja di perusahaan keluarga (sumber gambar : freepik)

Like

Hi be-emers, sebelum memulai tulisan ini, saya mau membagikan sebuah pembukaan dengan quotes yang menarik.

The Dark Side of Saying Work Is ‘Like a Family’
The analogy is accurate—in many unhealthy, manipulative, and toxic ways.
By Joe Pinsker

Penggalan tersebut memiliki arti kurang lebihnya adalah “Sisi Gelap dari Mengatakan bahwa Pekerjaan adalah “Seperti Keluarga", merupakan sebuah analogi pembenaran, tentang segala sesuatu yang tidak sehat, manipultaif dan toxic.

Banyak hal yang bisa disalahgunakan dengan menggunakan pekerjaan "seperti keluarga". Family Business dan bisnis berbasis kekeluargaan adalah dua hal yang memiliki perbedaan, Family Business di Indonesia yang memiliki sistem manajemen mutu yang bagus juga banyak, contohnya HM Sampoerna, Bakri Grup, Djarum dan sebagainya.

Beda dengan perusahaan besar tetapi tidak menerapkan sistem manajemen mutu seperti ISO : 9001, maka dalam praktek manajemennya bisnis keluarga yang seperti ini akan merugikan karyawan, meskipun ada juga hal-hal positif yang bisa diambil dari perusahaan tersebut.

Manajemen bisnis yang berbasis kekeluargaan biasanya memiliki kendala tertentu, terlebih lagi bisnis tersebut berupa PT Perseorangan dimana pemegang tunggal adalah owner, segala keputusan ada di satu orang sehingga untuk melangkah dan berkembang biasanya lebih lambat dibandingkan dengan PT jenis lainnya.


Baca Juga: Burnout? Atasi dengan 5 Strategi Jitu Menjaga Kesehatan Mental di Kantor


Kekurangan Berkarir di Perusahaan Keluarga

Selain itu, beberapa hal berikut saya rangkum dari pengalaman saya pribadi yang bekerja di perusahaan yang dipegang oleh satu orang.
 

1. Sulit Mendapatkan Jenjang Karir

Bisnis keluarga biasanya dipegang oleh satu orang, setiap kepala divisi, misalnya divisi marketing dipegang oleh tantenya owner, kepala divisi lainnya dipegang oleh pamannya, dan seterusnya.

Hal ini, membuat karyawan yang bukan siapa-siapa menjadi sulit untuk menduduki posisi tinggi tertentu.
 

2. Tidak Adanya Jobdesk yang Jelas

Kelemahan lainnya perusahaan yang berbasis kekeluargaan dan manajemen dari keluarga sendiri adalah ketimpangan jobdisk antar satu karyawan dengan karyawan lainnya yang memiliki hubungan darah karena tidak ada perjanjian kerja di awal.
 

3. Kenaikan Gaji Bersifat Subyektif

Karena perusahaan dipimpin oleh satu orang, terlebih perusahaan satu orang tersebut tidak dapat menilai secara obyektif dengan melihat sendiri staff yang ada dari atas hingga bawah, apalagi dengan embel-embel gaji bersifat "rahasia", yah bisa dipastikan bahwa gaji di perusahaan tersebut bisa saja bersifat subyektif berdasarkan penilaian satu orang.