Food Security: Sinergi Pemerintah-Rakyat Untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi

Terasering Bali (Sumber Gambar: Allindonesiatourism.com)

Terasering Bali (Sumber Gambar: Allindonesiatourism.com)

Like

Sebagaimana meningkatnya populasi, urbanisasi, dan pendapatan masyarakat dunia setiap tahunnya. Maka, makanan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia menjadi penting agar tetap tersedia hingga kapanpun, termasuk di saat pandemi COVID-19.

Nasi, adalah makanan pokok terbanyak yang dikonsumsi di dunia (493.126 juta ton) dengan Indonesia mengonsumsi nasi sebanyak 37.700 juta ton pada 2019 (Sumber:Statista.com).

Dengan populasi penduduk Indonesia sejumlah 267,7 juta penduduk (2018) dan konsumsi bahan pokok utama adalah nasi, maka ketersediaan lahan pertanian dan kebijakan-kebijakan yang mendukung upaya ketersediaan bahan pokok utama di negara ini adalah suatu kewajiban (Sumber: Bank Dunia).

Meskipun menjadi yang terdepan dalam ekspor-impor produk agrikultur, namun mayoritas negara-negara anggota ASEAN belum mencapai target produksi yang telah ditetapkan.

Sepertinya banyak investor yang tidak hanya mempertimbangkan ketersediaan lahan yang luas dan hijau namun juga mempertimbangkan pengelolaan rantai suplai makanan, keamanan dan infrastruktur pertanian. Hal ini diperparah dengan adanya pandemi COVID-19 yang terjadi sepanjang tahun 2020 ini.
 

2020 tidak dipungkiri menjadi tahun yang berat bagi ekonomi Indonesia, dengan pertumbuhan diprediksi -2,2% (Sumber: Bisnis.com). Menteri-Menteri bidang Pertanian dan Kehutanan se-ASEAN (AMAF) mengeluarkan pernyataan bersama bahwa pandemi COVID-19 telah memengaruhi kehidupan rakyat ASEAN di bidang pertanian, agrikultur, dan kehutanan.

Hal ini didukung dengan adanya komitmen bersama untuk meningkatkan cadangan pangan dan mengurangi hambatan-hambatan yang menyebabkan jalur distribusi produk-produk di bidang tersebut intra maupun keluar ASEAN terhambat (Sumber: ASEAN).

Komitmen AMAF dalam mepertahankan ketersediaan pangan (selanjutnya disebut food security) selama pandemi COVID-19 patut diacungi jempol. Lalu, apa yang sudah dan akan dilakukan Indonesia untuk mempertahankan food security sekaligus meningkatkan ekspor produk-produk agrikultur?

Menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), food security adalah situasi yang terjadi ketika semua pihak dapat memenuhi kebutuhan pangan untuk menjaga kesehatan tubuhnya di setiap saat.

Baik bagi individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya setiap hari, maupun orang tua untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, hingga pemerintah yang dapat memenuhi kebutuhan pangan rakyat sehingga mereka selalu sehat dan fokus bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi serta perekonomian negara (Sumber: FAO).

Sedangkan food insecurity adalah keadaan dimana seluruh entitas diatas tidak mempunyai akses terhadap pemenuhan kebutuhan pangan sehingga menyebabkan terjadi hal yang sebaliknya (kelaparan, kemiskinan, dan sebagainya.).

Perdagangan internasional menjadi penting bagi pemenuhan aspek food security di Indonesia karena ketidakcukupan stok beras dalam negeri.

Menurut Enggartiasto Lukita, mantan Mendag periode 2016-2019. Indonesia butuh impor beras karena ketidakcukupan stok beras dalam negeri karena stok Bulog dibawah 1 juta ton dan kenaikan harga beras mencapai lebih dari 10%, sehingga untuk menurunkan harga beras di pasaran saat itu pemerintah memutuskan untuk melakukan impor beras sebesar 1 juta ton dari Vietnam dan Thailand (Sumber: Detikfinance).

Hasilnya per 1 Desember 2018 harga beras turun menjadi 12.016/kg dibandingkan saat 1 Februari 2018 dimana harga beras masih berada di angka 12.414/kg (turun 3,20%) (Sumber: Databoks Katadata). 

Namun pada 2020, pemerintah memutuskan tidak melakukan impor beras karena ketersediaan beras diperkirakan masih cukup hingga akhir tahun menurut Bulog. Per Juni 2020, stok beras berada di angka 1,4 juta ton atau masih berada diatas tingkat kecukupan beras menurut standar 2018 (Sumber: Mediaindonesia.com).

Sebuah langkah tepat yang diambil pemerintah ditengah pandemi COVID-19 melanda. Untuk komoditas karet, kelapa sawit, maupun produk agrikultur lainnya.

Penurunan ekspor wajar mengingat saat ini negara-negara tujuan ekspor seperti yang telah disebutkan diatas berupaya lebih meningkatkan self-resilience (ketahanan individu) untuk menjaga neraca perekonomian dimana alokasi biaya-biaya impor kemungkinan besar dipakai untuk penanganan pandemi COVID-19 di negara-negara tujuan.

Skenario Kementan yang diungkapkan Mentan Syahrul Yasin Limpo April 2020 (optimis, moderat, dan pesimis) dengan tujuan menjaga neraca pangan nasional tetap terkendali dapat dioptimalkan dengan cara mulai belajar mengelola sumber-sumber pangan sejak hulu ke hilir bersama-sama dengan pihak swasta sehingga tercipta kolaborasi inklusif bagi pengelolaan SDA pertanian yang efisien namun berkualitas. 

Pertama, pengelolaan manajemen berbasis teknologi mutakhir yang dapat mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas beras dan komoditi bahan pokok lainnya (misalnya, sagu) sangat penting sehingga hasil panen komoditi meningkat dan berkualitas baik.

Pangan yang banyak namun berkualitas penting untuk meredam gejolak kenaikan harga pangan ditengah pandemi. Investasi dapat mendorong percepatan pengembangan teknologi di bidang tersebut.

Kedua, untuk menekan impor ada baiknya pemerintah harus lebih gencar mengurangi pembebasan lahan pertanian untuk kepentingan komersial (contohnya seperti pembangunan rumah, mall, pusat hiburan) kecuali kepentingan atas nama negara (seperti pembangunan jalan tol).

Investor kemungkinan besar akan memilih untuk berinvestasi apabila terdapat peningkatan manajemen pertanian yang semakin baik dilengkapi dengan agribisnis berbasis teknologi tinggi.

Maka dari itu, pemerintah perlu untuk semakin mendorong investasi bidang pertanian masuk karena kerja sama yang baik dan sinergis antara pemerintah-swasta akan berlandaskan asas kepercayaan, saling menghargai, dan transparansi akan mendukung komitmen yang telah dicanangkan pemerintah di AMAF.

Selain itu, produk-produk Indonesia berorientasi ekspor seperti karet dan kelapa sawit perlu dipadukan dengan adanya penggunaan teknologi tinggi yang dapat dikembangkan oleh bagian penelitian dan pengembangan (RnD) Kementan.

Ketika hal-hal diatas terpenuhi maka food security sebagai salah satu bentuk keamanan non-perang dapat tercapai dengan mudah. Terpenuhinya food security akan meningkatkan peluang kerja sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Manajemen pertanian yang baik juga perlu mendukung adanya ketahanan pangan sesuai SDGs 2030 yang telah ditetapkan negara-negara anggota PBB pada 2015 lalu. Poin-poin SDGs 2030 yang dapat terdampak langsung dengan adanya kelola manajemen pertanian yang mumpuni dari Indonesia adalah pengetasan kemiskinan, menyudahi kelaparan, dan perbaikan kesehatan masyarakat.

Sedangkan dampak tidak langsung dari hal-hal tersebut adalah perbaikan kualitas pendidikan (salah satunya rakyat fokus untuk belajar karena tidak kelaparan), inovasi industri, dan pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya SDGs 2030, namun ASEAN Vision 2025 yang dibuat juga pada 2015 mendorong integrasi pasar ASEAN yang lebih kuat dan keterlibatan lebih banyak pihak seperti masyarakat dan investor negara-negara anggota ASEAN didalamnya.

Hal ini didukung oleh sinergi 3 kerangka kerja ASEAN seperti Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC), Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASCC), dan Komunitas Politik Keamanan ASEAN (APSC) dalam upaya mendorong kemajuan perekonomian negara-negara ASEAN termasuk Indonesia pada 2025-2030 (Sumber: White Paper, Efficient Agriculture, Stronger Economies in ASEAN by Syngenta and BCSD).