Tahukah Kamu, Indonesia Pengguna Pestisida Kimia Terbesar Ketiga di Dunia

Aplikasi pupuk dan pestisida di sawah terasering (Sumber: Pixels.com)

Aplikasi pupuk dan pestisida di sawah terasering (Sumber: Pixels.com)

Like

Tahukah kamu bahwa Indonesia adalah salah satu negara pengguna pestisida kimia terbesar di dunia? 

Sebagian kita tentu akan bilang maklum. Karena sebagai negara yang sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian, maka wajar.

Berdasarkan data dari organisasi Pangan dunia (FAO) Indonesia berada di peringkat ketiga di dunia dalam penggunaan pestisida kimia.

Setelah Brazil dan Amerika Serikat. Total penggunaan pestisida di Indonesia mencapai 283 kilo ton (Pijar Religia dalam The Conversation.com, 28/11/2023).
 
Pertanyaan selanjutnya, apakah itu sebuah prestasi yang harus dibanggakan? Tidak! Itu adalah alarm bersama. 
 
Penggunaan pestisida kimia yang terus menerus akan merugikan banyak lapisan. Baik alam secara langsung, maupun manusia sebagai pengguna. 

Dampak tersebut meliputi pencemaran lingkungan dan air, pencemaran tanah, resistensi hama penyakit, ketidakstabilan ekosistem dan gangguan kesehatan pasa manusia. Dalam jangka panjang penyakit seperti kanker, gangguan pernapasan akut dan penyakit berbahaya lain akan menyertai (Sinambela, 2024).
 
Namun, kita tidak bisa juga secara serta-merta menghakimi petani yang menggunakan pestisida. Karena, petani ingin panen hasil yang maksimal secara kuantitas. Jika hasil panen banyak, biasanya linear dengan keuntungan yang diperoleh. 
 
Perubahan iklim dan evolusi hama penyakit menjadi faktor utama. Saat ini rasanya ‘tidak’ mungkin petani tidak menggunakan pestisida kimia dalam budidaya. 


Akibatnya, saat ada serangan hama penyakit petani akan melakukan upaya pembasmian dengan pestisida. Lalu, agar tidak terserang petani melakukan pencegahan dengan pestisida. Bahkan saat sudah panen, petani bisa menyemprotkan lagi pestisida agar hasil panen lebih tahan lama. 

Tentu hal ini yang mengakibatkan hama penyakit semakin resisten. Mereka terpapar pestisida secara terus menerus dan berevolusi agar dapat bertahan hidup dengan menyebalkan diri terhadap pestisida. Seperti normalnya makhluk hidup yang beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Seperti itulah konsep dasar resistensi. 
 
Jika sudah demikian, tentu petani akan menambah dosis dan pestisida yang digunakan semula. Menjadi dua sampai tiga kali lipat lebih tinggi. 
 
Maka, data penggunaan pestisida di atas akan wajar. Memang seperti itu kenyataan di lapang. Sekali lagi, petani bekerja untuk mencari untung dari hasil pertaniannya. Namun tentu tidak bisa dibenarkan secara terus menerus. 
 
Karena jika tetap dibiarkan menggunakan pestisida kimia secara tidak terkontrol, produk pangan Indonesia tidak akan bisa tembus pasar internasional.

Di mana negara seperti di Uni Eropa, Amerika dan Tiongkok memiliki standar mutu tinggi terutama dalam pengetatan residu pestisida (Nugroho et.al, 2017) 
 
Beberapa produk Indonesia yang pernah ditolak di luar negeri seperti Manggis dan salak (bisnis.com, 05/12/2018) lalu alpukat (detik.com, 30/05/2013) bahkan pala (antara, 06/03/2015).

Kesemuanya memiliki kesamaan yaitu ambang batas residu pestisida melebihi persyaratan minimal negara penerima. 

Kita harus memiliki kesadaran kolektif akan bahaya pestisida kimia apabila dilakukan secara masif apalagi dalam jumlah dan konsentrasi berlebih. 

Apakah pemerintah diam saja? Jawabannya tidak. Pemerintah sudah mengatur berbagai regulasi agar penggunaan pestisida kimia bisa ditekan.