
Laboratorium dan riset pertanian. Freepik.com
Be-emers, kebijakan pemerintah ini perlu diapresiasi mengingat pentingnya riset sebagai fondasi dalam mewujudkan ketahanan pangan jangka panjang.
Namun, pertanyaan adalah, apakah strategi ini tepat mengingat bagaimana kondisi pertanian Indonesia?
Jika kita sesuaikan dengan kondisi Indonesia, ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dari kebijakan ini, yaitu: jumlah anggaran untuk tiga sampai empat tahun mendatang, komoditas yang perlu dipertimbangkan ulang, peran petani dan kolaborasi kebijakan.
1. Anggaran Kecil untuk Masalah Besar
Kebijakan tersebut memiliki empat komoditas yang dikembangkan, padahal untuk satu komoditas varietas unggul saja, dibutuhkan miliaran rupiah, dan itu belum termasuk:
- Pembangunan laboratorium dan kebun atau lahan percobaan,
- Pelatihan petani dan pendamping lapangan,
- Uji multi-lokasi dan standarisasi benih.
Baca Juga: 5 Cara Mengapresiasi Pahlawan Pangan di Hari Krida Pertanian Bersama 5P Pupuk Kaltim
2. Gandum, Komoditas yang Perlu Dipertimbangkan Ulang
Sebab gandum membutuhkan suhu lembab dan gandum juga memiliki produktivitas rendah dibandingkan padi dan jagung.
Di samping itu, gandum membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan kompoditas lain.
Atas dasar itu, memasukan gandum sebagai varietas unggulan memiliki risiko besar. Alangkah baiknya memilih komoditas lain sebagai penggantinya.
Seperti sorgum, jagung atau sagu yang sudah teruji lebih adaptif dengan iklim tropis Indonesia
3. Minimnya Keterlibatan Petani
Petani tidak dilibatkan langsung dalam riset, hal ini mengkhawatirkan. Riset hanya bersifat konseptual yang sulit diterapkan di lapangan.
Semestinya petani ditetapkan sebagai co-creator yang tidak hanya menerima hasil tetapi juga dilibatkan langsung dalam riset.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.