
Saatnya pertanian jaya kembali melalui anak muda (Sumber : Freepik.com)
Likes
“Bangsa yang kuat adalah bangsa yang bisa memberi makan rakyatnya sendiri.”
— Presiden Soekarno
“Kedaulatan pangan adalah pertahanan negara. Kita tidak bisa terus bergantung pada pangan dari luar. Itu harga mati.”
— Presiden Prabowo Subianto
Di tanah-tanah yang dulu menjadi nadi Nusantara, bulir padi pernah tumbuh subur tanpa bergantung pada negeri asing. Indonesia, sang zamrud khatulistiwa, dulu adalah ladang harapan. Dari ujung Aceh hingga Merauke, semangat bercocok tanam menjadi denyut kehidupan. Tapi, zaman berganti. Modernisasi yang tak terarah menggeser cangkul ke pojok waktu. Impor pangan naik, dan tanah kita tak lagi seramah dulu.
Namun, belum semuanya hilang. Di tengah tantangan global dan krisis pangan dunia, harapan itu masih ada dan salah satu lokomotifnya adalah Pupuk Kaltim.
Indonesia adalah negeri agraris secara kodrati, namun kerap bersikap industrial secara politis. Ironi itulah yang membuat kita tergelincir :
- Menurut BPS, sepanjang Januari–November 2024, volume impor beras mencapai 3,85 juta ton, naik signifikan dari sekitar 2,53 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya.
- Produktivitas lahan menurun karena degradasi tanah dan pemupukan yang tidak berimbang.
- Petani kehilangan daya beli, daya saing, dan bahkan, kehilangan generasi penerusnya.
Didirikan pada tahun 1977 di Bontang, Kalimantan Timur, Pupuk Kaltim tidak hanya memproduksi pupuk urea dan NPK. Ia menanamkan semangat baru: bahwa kemandirian pangan bukan utopia.
Data dan capaian penting:
- Kapasitas produksi urea: 3,43 juta ton/tahun.
- Produksi NPK: 350.000 ton/tahun, terus berkembang.
- Berkontribusi terhadap 34% kebutuhan pupuk nasional.
- Penerapan teknologi ramah lingkungan (ISO 14001) dan efisiensi energi (ISO 50001).
- Salah satu BUMN yang aktif membina petani lewat program Agrosolution, menjangkau ribuan hektar lahan.
Melalui program Agrosolution, Pupuk Kaltim menyatukan pupuk berkualitas, pembiayaan mikro, digitalisasi pertanian, hingga penjaminan hasil panen. Ini bukan hanya inovasi, ini adalah revolusi senyap.
Contoh riil:
- Di Jawa Timur, petani jagung meningkat produktivitas dari 5 ton/ha menjadi 8 ton/ha setelah menggunakan paket Agrosolution.
- Di Sulawesi Selatan, kerjasama dengan koperasi lokal mampu menekan ketergantungan petani pada tengkulak.
Kita pernah swasembada beras tahun 1984, dan diakui FAO. Tapi kini, dunia berubah. Perubahan iklim, perang, dan krisis energi memicu kelangkaan pangan global. Maka, swasembada bukan sekadar kebanggaan ia adalah kebutuhan strategis.
Dalam berbagai forum nasional, Prabowo Subianto menegaskan:
“Kalau kita tidak bisa produksi beras sendiri, jagung sendiri, kedelai sendiri maka kita menempatkan rakyat kita dalam bahaya. Karena pangan adalah senjata masa depan.”
Dengan mitra seperti Pupuk Kaltim, Indonesia berpotensi kembali ke kejayaan itu. Bukan hanya beras, tapi juga jagung, kedelai, hortikultura, bahkan komoditas ekspor unggulan seperti kakao dan kopi.
Bayangkan Indonesia 2045, saat satu abad merdeka:
- Petani tersenyum bukan karena panen banyak, tapi karena hidup sejahtera.
- Tanah subur tak hanya ditanami, tapi dilestarikan.
- Teknologi dan tradisi bersinergi, bukan saling meniadakan.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.