3. Semua Bisa Lihat, Tak Semua Bisa Punya
Sabuya paham betul kekuatan dari keterbatasan dan mereka menerapkan itu dalam bisnisnya.Produk yang terbatas seringkali diburu pelanggan salah satunya karena scarcity effect, pelanggan merasa bahwa produk tersebut lebih berharga dan ekslusif sehingga memiliki keinginan untuk memilikinya. Apalagi jika sampai dikait-kaitkan dengan status sosial atau gaya hidup tertentu.
Meski berbelanja di e-commerce menyenangkan, harus diakui, ada kalanya kita menghadapi rasa malu ketika di tengah jalan kita harus berpapasan dengan orang lain yang pakaiannya sama persis plek ketiplek dengan apa yang kita gunakan. Kalau sama-sama baju masih seru, nah kalau bajunya sama dengan taplak meja, mau ditaruh kemana muka ini?
Power inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Arnis dan tim.
Dengan keterbatasan jumlah, kualitas kain daerah yang tak perlu dipertanyakan lagi serta corak kain daerah yang unik, enggak heran kalau Sabuya begitu digandrungi dan memiliki pelanggan loyal bahkan setelah berdiri 1 dekade lamanya."Sudah menjadi ciri khas Sabuya dalam setiap pakaiannya memadukan (beberapa) kain daerah. Untuk itu, jumlah dari masing-masing model tidak lebih dari 10 buah (pcs)" Katanya.
Baca Juga: Gaya ala Sabuya: Membedakan Ulos dan Pahikung
4. Dibuat dari Keinginan untuk Mengenalkan Indonesia Kepada Para Pelanggannya
Harus kita akui, hingga kini, kain etnis atau kain-kain daerah memang masih kerap muncul di acara-acara tertentu yang berbasis formal. Jarang sekali anak muda yang muncul nongkrong di cafe dengan outfit bernuansa batik atau etnik, pun kalau ada, jumlahnya bisa dihitung jari. Ini pulalah yang jadi salah satu tantangan bagi Arnis dan tim. Kecintaannya pada kain daerah harus dibarengi dengan kesabaran memberikan edukasi seputar kain-kain Indonesia.
Bisnis ini bukan hanya menyasar pelanggan yang sudah 'melek' dengan edukasi fashion, kontribusi baik pada Bumi tapi juga jadi salah satu upaya untuk mengenalkan ragam kain daerah ke seluruh nusantara."Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum kenal dan tahu kain-kain Indonesia apa saja dan bisa dipakai (untuk) apa saja" pungkasnya.
5. Berani Beda
Ada pelbagai pelaku bisnis yang juga bergerak di bidang yang sama, tapi Sabuya muncul dengan nuansa yang berbeda.Bukan hanya designnya yang dibuat modern dan cocok dikenakan untuk berbagai kesempatan, Sabuya mengemas potongan demi potongan pakaiannya agar nyaman dikenakan di Indonesia yang identik dengan iklim tropisnya.
Belum lagi, jenama ini tak hanya bermain-main dalam corak, tapi juga memasukkan unsur hiasan tambahan seperti manik-manik atau payet-payet yang membuat tampilan pakaian jadi lebih modis, unik dan "lucu" terkhusus untuk perempuan.
Jangan lupa, faktor "lucu" jadi salah satu pendorong keputusan terutama jika pelanggan Anda adalah perempuan. Boneka tidak melulu penting, tapi karena lucu, ya beli aja. Orang bonekanya lucu. Nah kan!
Sebenarnya tujuan awalnya adalah mengajak anak muda untuk mengenal Indonesia khususnya kain-kain nusantara lewat gaya, tapi pada akhirnya, hobi ini ternyata mengantarkan Arnis jadi pendiri Sabuya Room dan turut serta menghiasi khazanah fashion di Indonesia.
Jika Anda pelaku bisnis serupa yang saat ini sedang mengalami masa-masa khawatir tergerus oleh saingan, mungkin kiat-kiat ala Arnis dan Sabuya ini bisa Anda duplikasikan dengan maksimal. Contoh caranya, bukan melakukannya persis sedemikian rupa. ATM - Amati, Tiru, Modifikasi.
Semangat terus para pelaku usaha Indonesia!
Sumber: Wawancara singkat dengan Sabuya via WhatsApp
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
Gabung juga yuk di komunitas Whatsapp Group kami! Klik di sini untuk bergabung
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.