Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kerap menjadi berita utama di berbagai media. Pemutusan terjadi baik di dalam maupun luar negeri.
Kasusnya, tidak jauh dari efisiensi, adaptasi digital, hingga otomatisasi. Namun, di balik itu semua, dunia kerja memasuki era baru di mana teknologi dan kecerdasan buatan menjadi bagian dari sistem produksi itu sendiri.
Sebut saja Amazon yang berencana melakukan PHK kepada 14 ribu karyawan korporatnya. Dikutip dari laman The Verge, perusahaan asal Amerika itu tengah melakukan arah strategisnya dengan mempromosikan AI generatif sebagai sumber peningkatan efisiensi perusahaan.
Di tengah perubahan itu, sudah seharusnya para pekerja tersadar, bahwa di masa sekarang, AI menjadi sebuah hal yang cukup penting dalam perkembangan industri.
Fenomena ini menandai berakhirnya era mono skill, masa di mana seseorang cukup menguasai satu bidang untuk bisa hidup layak.
Kini, dunia kerja menuntut manusia yang serba bisa, adaptif, kolaboratif, dan mampu memadukan berbagai keterampilan lintas disiplin.
Pasalnya, dalam beberapa tahun belakangan, banyak pekerja merasa cukup hanya dengan mengandalkan satu skill saja. Namun, di era serba cepat ini, keahlian tunggal tak lagi menjadi sandaran dan menjamin keberlanjutan karier.
Sebagai contoh seorang desainer grafis yang tidak hanya menguasai tools desain saja, tapi juga memahami strategi komunikasi visual, seorang marketing yang sekarang dituntut paham digital
analytics, hingga guru mesti memanfaatkan AI tools untuk pembelajaran adaptif.
Kemampuan lintas disiplin kini menjadi kunci utama bertahan di dunia kerja. Tak lagi cukup hanya mahir secara teknis, setiap individu dituntut memiliki cara berpikir strategis dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi begitu cepat.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI menegaskan hasil riset McKinsey pada 2019 nahwa akibat revolusi 4.0 ada 23 juta lapangan pekejaan yang terdampak otomatisasi.
Dikutip dari akun Instagram resminya tahun 2023, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut, Pekerja masa depan harus siap melakukan upskilling dan reskilling.
“Pentingnya melakukan upskilling dan reskilling, agar memiliki kompetensi teknis dan lroduktivitas lebih baik agar serta mampu mebgikutinperunahan global,” ujarnya.
Oleh karena itu, memahami teknologi seperti AI bukan sekadar soal belajar menggunakan alatnya, tapi juga tentang bagaimana memanfaatkannya untuk memperkuat kapasitas diri.
3 Cara Bertahan di Tengah Badai PHK Karena AI
Perubahan besar akibat kecerdasan buatan memang tak bisa dihindari, tapi bukan berarti manusia harus tersingkir.
Di era inilah kemampuan manusia diuji, bukan hanya dalam hal kecepatan bekerja seperti mesin, melainkan dalam hal berpikir, berkreasi, dan beradaptasi.
Ada beberapa langkah penting yang bisa jadi pegangan bagi para pekerja untuk tetap relevan di tengah gempuran teknologi.
1. Lakukan Upskilling dan Reskilling Secara Konsisten
Kuncinya bukan lagi siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling mau belajar. Dunia kerja kini berubah dalam hitungan bulan, bukan tahun.
Mengikuti pelatihan, mengambil kursus daring, atau sekadar belajar mandiri melalui platform digital bisa menjadi langkah awal yang berarti.
Kementerian Ketenagakerjaan sendiri telah mendorong berbagai program pelatihan berbasis kompetensi untuk membantu pekerja beradaptasi dengan kebutuhan industri digital.
Tujuannya jelas, agar tenaga kerja Indonesia tak hanya siap menghadapi perubahan, tapi juga bisa memimpin di tengahnya.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.