Untung Mana, Deposito Apa Sukuk Tabungan?

Sukuk Negara Ritel

Sukuk Negara Ritel

Like

Pemerintah akhirnya meluncurkan produk investasi ritel sekaligus pendanaan proyek, Sukuk Tabungan Seri ST007. Produk investasi syariah yang hanya bisa dibeli investor individu warga negara Indonesia itu adalah instrumen yang yang dijamin negara.

Tidak banyak bentuk investasi yang dijamin oleh negara, lho. Selain obligasi/sukuk negara, dana simpanan di bank juga dijamin, namun lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Termasuk di dalamnya deposito di bawah Rp2 miliar dan dengan bunga sesuai ketentuan.

Sebagai sama-sama produk investasi yang aman, lebih baik pegang yang mana sih agar keuntungan investasi kita lebih optimal?

Soal mana yang lebih menarik, kita bisa telusuri dari karakeristik dua produk investasi tersebut.
 

Sukuk Tabungan

Suku tabungan masuk dalam klaster Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), yaitu surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Hal itu tertuang dalam UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

Beda dengan deposito, SBSN atau Sukuk Negara ini ada aset dasarnya atau underlying asset.


SBSN ini yang menjamin adalah negara. Adapun yang dijamin meliputi pokok dan imbal hasilnya. Untuk nilai yang dijamin lebih tinggi dari deposito. Pada surat berharga negara (SBN) ritel bisa mencapai Rp3 miliar.

Jaminan negara ini artinya risiko gagal bayar amat sangat kecil. Lagi pula, ada aset dasarnya. Beda dengan deposito yang tidak ada underlying asset.

Menurut ketentuannya, aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau Barang Milik Negara (BMN) yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.

Sama dengan obligasi, Sukuk adalah produk investasi di pasar modal. Namun berbeda dengan obligasi, sukuk merupakan produk investasi berbasis syariah. Sukuk bukanlah surat utang melainkan surat berharga syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan atas aset (dasar sukuk).

Hal yang mungkin paling menarik adalah tingkat imbalan/kupon yang kompetitif, lebih tinggi dari rata-rata tingkat bunga deposito bank BUMN.

Untuk Sukuk Tabungan ditetapkan tingkat kupon minimal (floor) sampai dengan jatuh tempo. Tingkat kupon ditetapkan, salah satunya, mengacu pada tingkat yield surat utang negara yang jadi acuan untuk tenor 3 tahun atau 5 tahun. Bisa jadi di tengah antara tenor tersebut untuk menarik minat investor.

Untuk ST007 pemerintah menetapkan kupon minimal 5,50 persen. Bandingkan dengan bunga deposito Bank BNI untuk tabungan kurang dari Rp100 juta di 3,5 persen. Untuk contoh bank swasta kita ambil Bank BCA. Di BCA, deposito dengan nilai di bawah Rp2 miliar diberi bunga 3,25 persen.

Bunga dan kupon itu masih harus dipotong pajak. Untuk deposito dikenakan pajak final 20 persen, sedangkan kupon Sukuk Negara 15 persen. Jadi ini juga keuntungan tersendiri bagi pemegang Sukuk Tabungan karena pajak yang lebih rendah dari deposito.

Ada lagi, imbalan/kupon Sukuk Negara ditetapkan mengambang mengikuti perkembangan BI 7-Day Reverse Repo Rate. Artinya, kalau suku bunga turun, besaran kupon tetap. Jika suku bunga naik, maka kupon Sukuk Tabungan ikut naik dengan spread pada 150 bps.

Saat ini, BI 7-Day Reverse Repo Rate adalah 4 persen. Jika suku bunga turun ke 3,75 persen, maka kupon ST007 tetap 5,50 persen. Namun, jika misalnya BI7DRRR naik jadi 4,50 persen, kupon ST007 menjadi 6 persen.

Pada ST007, imbalan dibayar setiap bulan. Sementara itu, pada sejumlah produk deposito bunga dibayar bersamaan dengan saat jatuh tempo.

Terakhir, ada fasilitas early redemption tanpa dikenakan redemption cost. Early redemption adalah pencairan sebelum jatuh tempo.

Ketentuannya, fasilitas ini hanya dapat dimanfaatkan oleh investor dengan minimal kepemilikan Rp2 juta di setiap mitra distribusi. Adapun, jumlah maksimal yang dapat diajukan untuk early redemption adalah 50 persen dari total kepemilikan investor.
 

Deposito

Sementara itu, deposito adalah salah satu produk simpanan perbankan sejenis investasi sederhana yang menjanjikan suku bunga tetap dengan tempo tertentu.

Selama jangka waktu tersebut, misalnya 1, 3, 6, atau 12 bulan, pemilik dana tidak bisa menarik uangnya. Nah, sebagai gantinya, nasabah mendapat bunga lebih tinggi daripada bunga tabungan biasa. Konsep deposito juga dipakai dalam tabungan berjangka, namun pendebitannya dilakukan secara berkala.

Deposito tidak hanya dapat disimpan dalam bentuk rupiah, tapi juga mata uang asing atau valuta asing seperti dolar AS. Jangka waktu yang ditawarkan oleh bank bervariasi, dari 1, 3, 5, 12, atau 24 bulan, kadang denga bunga yang berbeda-beda. Semakin lama, kadang semakin besar bunganya. Bunga deposito juga bisa dinegosiasikan untuk nasabah kelas kakap.

Besaran bunga deposito berbeda tiap bank, tergantung kebijakan masing-masing. Namun, untuk deposito yang dijamin Lembaga Jaminan Simpanan (LPS) besaran bunga dibatasi. Tingkat bunga penjaminan LPS periode Oktober 2020 – Janauri 2021 adalah 5 persen.

Ada hal lain lagi yang tampaknya tidak ada pada Sukuk Tabungan, yaitu deposito bisa dijadikan sebagai jaminan kredit. Jika kalian butuh dana tapi belum bisa menarik deposito, maka bisa menggunakan deposito itu sebagai jaminan kredit. Tapi, ya namanya kredit ke bank, bunga bisa lebih tinggi dari bunga deposito Anda.

Contoh Menghitung Hasil Investasi

Kita beradai-andai memiliki dana Rp100 juta, maka beginilah hasil akhir investasi kita:
Kita ambil contoh deposito di BNI dengan bunga 3,50 persen dengan periode 2 tahun (agar sama dengan tenor Sukuk Tabungan).  Pajak deposito 20 persen.

Rumus : Jumlah uang simpanan x bunga per tahun x 80 persen x tenor : 12
100.000.000 x 3,5 persenx 80 persenx 24: 12 = Rp5.600.000

Berikut perhitungan Sukuk Tabungan, dengan memakai kupon 5,5 persen (kita asumsikan tidak ada perubahan suku bunga). Pajak ST007 15 persen.
100.000.000 x 5,5 persen x 85 persen x 24: 12 = Rp9.350.000

Maka terlihat bahwa Sukuk Tabungan (dengan tingkat kupon asumsi 5,5 persen flat) memberikan imbal hasil yang jauh lebih baik. Dalam 2 tahun, return yang diterima dari pokok senilai Rp100 juta adalah Rp9.350.000. Pembayarannya per bulan. Jadi setiap bulan kira-kira (karena bunga mengambang) yang diterima adalah Rp389.583.