Masuk Forbes 30 Under 30, Ini Strategi Product Branding ala Prilly Latuconsina

Prilly dengan koleksi crystal healing di rumahnya. (Sumber gambar: YouTube Kumparan)

Prilly dengan koleksi crystal healing di rumahnya. (Sumber gambar: YouTube Kumparan)

Like

Siapa yang tak kenal dengan Prily Latuconsina? Aktris cantik yang kerap memainkan peran di berbagai film layar lebar Indonesia ini, ternyata juga dikenal sebagai pengusaha muda lho, Be-emers.

Di usianya yang tengah menginjak 25 tahun, Prilly sudah memiliki beberapa bisnis di berbagai industri. Mulai dari bisnis kuliner, fashion, hingga perhiasan. Namanya juga masuk dalam daftar Majalah Forbes sebagai 30 Under 30 2022 di Asia.

Tak segan dalam membuat inovasi, Prilly merentangkan bisnisnya perhiasannya itu menjadi produk crystal healing yang dinamakan SINA. Produk yang memiliki manfaat untuk Kesehatan mental yang menggunakan batuan kristal ciptaannya itu juga langsung populer.

Walau begitu, untuk usaha terbarunya, pemeran film Danur ini mengaku terdapat tantangan yang relatif berat, terutama dalam hal branding. Banyak yang menerka, masalah branding tidak akan menjadi persoalan untuk Prilly lantaran ketenarannya. Padahal baginya, ketenaran justru jadi tantangan yang paling berat.

Menurut Prilly, privilege-nya sebagai aktris justru menjadi tantangan terbesar untuk dirinya sendiri dalam menjalankan bisnis. Sebab, banyak orang yang melihatnya sangat mudah membangun bisnis karena popularitasnya selaku selebriti.


Meski begitu, Prilly punya beberapa strategi untuk membangun product branding yang bisa diterapkan oleh kalian yang juga seorang pebisnis lho.
 

Tips Membangun Product Branding ala Prilly

1. Membuat Strategi yang Tepat

Nah, untuk menghadapi tantangannya sendiri. Prilly dan tim berusaha membangun strategi yang tepat. Ia melakukan riset soal kebutuhan pasar, menentukan seperti apa nilai dari produknya, siapa target pasarnya, serta menaruh sentuhan emosional supaya lebih terhubung dengan calon customernya.

Terlebih, masih banyak juga yang belum tahu tentang crystal healing dan apa manfaatnya untuk kesehatan mental. Oleh karena itu, Prilly dan timnya lebih berfokus pada pengembangan brand dan melakukan riset mendalam.
 

2. Perlunya Personal Branding dari Pemilik Brand

Tidak hanya itu, Prilly sendiri menyebutkan punya banyak sekali PR, lantaran tidak hanya wajib memikirkan branding untuk merk barunya. Namun, juga personal branding bagi dirinya sendiri.

Hal itu dia lakukan agar dapat mendalami perannya sebagai pebisnis, yaitu selaku pendiri brand crystal healing. Prilly tidak ingin brand crystal healing ini diketahui orang hanya karena dirinya yang merupakan seorang publik figur.

Prilly tidak mau produk terbarunya itu dikenal sebagai brand artis saja. Tetapi juga dikenal namanya apa, logonya, bahkan nilai-nilainya. Oleh sebab itu, dirinya Bersama tim berusaha membangun branding, agar orang bisa benar-benar mengenal brand itu sendiri, tanpa ada embel-embel namanya.

Bisnis terbarunya ini pun dibarengi dengan bermacam aktivitas lain, agar branding-nya sukses. Tak hanya semata-mata belajar seputar crystal healing, Prilly juga mendalami isu tentang kesehatan mental.

Prilly pun kerap mengangkat topik mengenai mental health yang kemudian secara tak langsung membantu membangun brand SINA dan mengembangkan produknya. Bagi Prilly, inovasinya yang satu ini memakan lebih banyak waktu dibandingkan dengan brand lain dengan produk serupa, tapi pemiliknya tidak diketahui.