Dear Gen Z, Ingin Raih Pekerjaan di 2023? Ini Bocoran dari User!

Tips dari User. (Ilustrasi: Canva)

Tips dari User. (Ilustrasi: Canva)

Like

Tahun yang baru artinya akan ada orang-orang yang melangkah ke jenjang lebih tinggi, masuk dunia kerja contohnya. Berikut adalah tips dari profesional untuk fresh graduate dalam mencari pekerjaan.

Kalender sudah berganti tahun. Mahasiswa tahun akhir dan yang baru saja wisuda pun mengisi momentum spesial ini dengan menyusun resolusi yang ingin dicapai di tahun depan, mendapat pekerjaan adalah contohnya.

Saat ini kira-kira para pencari kerja yang berusia muda berada di rentang usia 21-24 tahun. Baik yang tengah berkutat dengan penyusunan skripsi maupun yang baru saja menyandang status sarjana atau fresh graduate.

Mereka bisa dibilang para first time job seekers. Jika dari penggolongan generasi, anak-anak muda ini masuk dalam kategori Gen Z yang lahir pada tahun 1995 hingga 2010.

Bagi para pencari kerja dari kalangan usia muda, sederet bekal pasti telah disiapkan demi memikat Manajer HR atau SDM perusahaan yang diincar.


Pada umumnya, para pencari kerja dapat dengan mudah mengetahui kebutuhan kualifikasi yang diinginkan karena bertebaran di dunia maya.

Syarat minimal pendidikan, standar kemampuan bahasa asing, penguasaan teknis pekerjaan dan semacamnya bisa dibilang merupakan persyaratan yang sudah banyak diketahui karena diunggah HR Department di kanal “carrier with us” di website perusahaan.

Bahkan kisi-kisi pertanyaan saat pencari kerja diwawancara oleh personel dan manager HR juga dapat diintip di konten-konten media sosial.

Pun sejak masih duduk di bangku kuliah, anak-anak muda juga dibekali oleh pihak kampus dalam program-program semacam career assessment & development.

Nah, selain kualifikasi dari sisi HR Department ada pula kebutuhan dari para user. Untuk diketahui, user ini adalah pihak yang bakal mempekerjakan dan menempatkan kandidat karyawan langsung di unitnya.

Misalnya departemen accounting, sales, content production, atau marketing communication. Jika CV dan portofolio bisa lolos dari filter HR Department, maka tantangan selanjutnya ialah melewati lubang jarum saringan dari user ini.

Dalam tahap memelototi biodata, para user ini sedikit berbeda dengan para HR Department. Terlebih di tahap wawancara baik secara tatap muka maupun secara daring.

Pertanyaan yang diajukan serta jawaban yang diajukan lebih detail, spesifik dan sering kali bertebaran jebakan demi menelisik sisi terang, sisi gelap, dan sisi abu-abu kandidat.
 

Tips dari User untuk Job Seeker


Dan, inilah bocoran dari saya, selaku salah satu user di sebuah kelompok bisnis-investasi dan berkantor pusat di Jakarta, untuk para pencari kerja terutama dari kalangan first time job seeker.

Profil pekerja muda seperti apa yang kami cari dan kualifikasi yang kami harapkan dari para Gen Z? Berikut ini beberapa poin utama yang semoga bisa membantu pencari kerja usia muda mempersiapkan dan mengembangkan diri serta memperkuat bekal memasuki dunia kerja.

Bagi para pekerja yang lebih berusia lebih matang atau sudah memiliki pengalaman kerja 2-3 tahun maupun para dosen pembimbing di perguruan tinggi, bisa pula mengintip kisi-kisi ini.
 

1. Sopan yang Sesuai Norma Umum & Konvensional


Kualifikasi ini, sepintas merupakan kata yang sederhana. Tapi, percayalah, begitu rumit untuk dilaksanakan bagi yang tidak dilatih untuk berperilaku sopan.

Sopan yang dimaksud adalah dalam semua ranah komunikasi, baik lisan, tertulis di email dan termasuk chat Whatsapp.

Oiya, saya sengaja menuliskan “rumit untuk dilaksanakan bagi yang tidak dilatih” dan bukan “dididik”. Ya benar, rata-rata semua anak tentu dididik untuk sopan tapi belum tentu dilatih untuk sopan secara praktik dan dievaluasi menggunakan metode coaching & mentoring.

Ketiadaan latihan sopan ini, menurut saya yang membuat banyak anak muda menuliskan nama orang lain, termasuk orang yang lebih tua, atasan, dan mitra kerja, dengan huruf kecil.

Contoh lainnya, alih-alih menggunakan kata “saya”, anak-anak muda cenderung menulis kata “aku” saat berkomunikasi secara tertulis terutama dalam aplikasi Whatsapp.

Saya sendiri seorang media relations dan unit kami sering bahkan setiap hari berinteraksi dengan rekan-rekan jurnalis maupun PIC instansi serta berkomunikasi sebagai wakil korporasi.

Penggunaan kata “aku” secara spesifik tidak berlaku di unit saya. Meski bisa dibilang kuno tapi dalam konteks komunikasi korporat, penggunaan kata “saya” jauh lebih aman dan sopan.

Lebih ringkasnya, sampai kapanpun etiket dan manner tetap berlaku di manapun. Dan, selalu gunakan 3 kata ajaib yang diterima menjadi mata uang di setiap sudut bumi yaitu, tolong, maaf, dan terima kasih.
 

2. Jangan Buru-buru Menyusun CV dan Kerja Asal Cepat


Canggihnya teknologi informasi dan kemudahan berinternet yang dinikmati Gen Z memang dinilai membuat generasi ini lebih kreatif. Namun di sisi lain, cenderung membuat mereka berharap proses instan dan serba cepat.

Cepat itu bagus tapi berisiko tidak presisi. Nah, kandidat karyawan maupun karyawan baru cenderung abai pada hal presisi ini.

Jika diminta untuk melakukan pekerjaan sesuai alur kerja, bahkan membaca panduan SOP, banyak saya temui yang membaca dengan cepat-cepat dan kurang menyimak. Padahal, kurang hati-hati akan berdampak pada koreksi dan revisi yang membuang waktu dan energi.

Di tahapan melamar pekerjaan, kecenderungan ini dapat terlihat dari bertebarannya typo di curriculum vitae. Saran taktis: lakukan check, recheck dan bahkan triple check. Baca kata demi kata isi CV dan portofolio.
 

3. Perbaiki Gesture dan Sikap Tubuh


Dari pengalaman saya mewawancarai kandidat karyawan dan memperhatikan gesture karyawan dari Gen Z, kekurangan mereka ialah mengontrol sikap tubuh.

Lagi-lagi, “tertuduh” biang keladinya adalah paparan gadget yang meminimalisir pengalaman anak-anak muda interaksi langsung dengan sesamanya maupun dengan yang lebih dituakan.

Bersalaman asal-asalan, berbincang dengan memasukkan tangan di saku celana, kurang fokus saat mengikuti briefing, dan menunduk saat diajak bicara adalah sedikit dari sekian banyak sikap tubuh yang perlu diperbaiki.

Nasihat konkret saya ialah:
  1. Saat bersalaman, berilah sedikit tenaga ketika menggenggam tangan teman bicara. Bagaimana dengan salaman di zaman pandemi/endemi seperti beradu kepalan tangan? Saran saya tetap sama: berilah sentuhan kepalan tangan yang mantap ditambah kontak mata. Mata ketemu mata. Jangan sambil mengalihkan pandangan ke arah lain.
  2. Jangan memasukkan tangan ke saku celana.
  3. Hadapkan tubuh, bahu dan wajah ke arah teman bicara.
  4. Bagaimana jika mengantuk saat briefing dan meeting? Hanya satu kata: lawan kantuk!
 

4. Pertahankan dan Tingkatkan Kemampuan Bahasa Asing


Saya kira, tidak ada ada yang menyangkal bahwa kemampuan bahasa asing terutama bahasa Inggris Gen Z semakin baik. Tapi, izinkan saya tetap mengingatkan agar kemampuan ini terus dipertahankan dan diasah.

Caranya ialah dengan adaptif dan kontekstual. Konkretnya, jika di kampus lebih sering melakukan percakapan bahasa Inggris atau conversation membahas hal-hal umum dan berbahasa Inggris saat bergaul antar teman, maka selanjutnya mulailah bercakap-cakap dalam konteks sesuai industri perusahaan yang diincar.

Coba lakukan riset dan telisik perusahaan yang disasar dan simulasikan percakapan yang melibatkan 2-3 teman membahas perusahaan terkait dan isu-isu yang relevan dengan bisnis yang dijalankan.

Misalnya, ketika sedang mengajukan lamaran ke perusahaan sekuritas atau pialang pasar modal, perusahaan konstruksi, asuransi, layanan kesehatan dan lain-lain, maka lakukan simulasi percakapan sesuai diksi yang umumnya dipakai di industri-industri terkait tersebut.

Maka saat interview, jika kandidat mampu berbahasa Inggris dan menggunakan diksi-diksi yang khas maka dapat memikat dan memperbesar peluang diterima bekerja di perusahaan idaman.

Di mata pewawancara, baik dari HR maupun user, kandidat karyawan dinilai memiliki antusiasme dan komitmen di atas rata-rata.

Demikian sedikit perspektif user untuk para pekerja berusia muda yang kiranya dapat memperkaya dan menambah bekal berburu pekerjaan.

Sekali lagi, nilai-nilai akademik, kemampuan teknis, dan hard skill memang penting, namun hal-hal nonteknis, soft skill serta sopan santun juga tidak kalah penting dan tidak bakal lekang digerus kecanggihan majunya zaman.

Inung / Nur Iman Gunarba
Profesional di Bidang Media Relations, bekerja di Jakarta dan domisili di Bogor

Punya opini untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
 
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.