Memahami Luka Kehilangan dari Sudut Pandang Seorang Otto

A Man Called Otto (Foto: IMDB)

A Man Called Otto (Foto: IMDB)

Like

Premisnya sederhana, move on. Tapi Marc Foster berhasil mengeksekusinya menjadi tidak biasa. Biasanya film dengan tema move on dari kehilangan selamanya digambarkan gelap, sendu, dan depresif. 

Namun, A Man Called Otto mempresentasikan move on melalui seorang pria tua yang menganggap semua orang bodoh dan idiot sehingga tidak mau berurusan dengan mereka. 

Tidak perlu dengan sinematografi yang melulu gelap dan sendu, perasaan depresif sudah cukup tergambarkan melalui ekspresi dan keengganan tokoh utama bernama Otto Anderson untuk move on

Bisa dibilang meski latarnya terasa sangat dingin, film ini mampu memberikan kehangatan bagi orang-orang yang menontonnya. Memang betul-betul dingin karena selalu ada tumpukan salju dalam film ini.

Menariknya, latar film ini hanya di komplek kecil yang terdiri dari maksimal 15 rumah dan pemerannya pun minim sekali. Tapi, bisa memberikan perasaan penuh setelah menontonnya. 
 

Kehilangan Tidak Selalu Penuh Air Mata



Kita terbiasa dengan perasaan kehilangan yang menggebu-gebu, ekspresif, amarah, penuh tangis, dan raungan. Lewat Otto, kita ditunjukan perspektif lain tentang kehilangan. 

Justru dengan diam dan kesepian yang membalutnya, perasaan kehilangan tersampaikan dengan baik pada setiap penonton. Tak ada tangisan dari seorang Otto dalam film sepanjang 126 menit.

Baca Juga: Ulasan Film Atonement: Antara Kenyataan dan Imajinasi!

Apalagi pada adegan setiap bangun pagi, ketika Otto meraba sisi kasur di sebelahnya yang kosong. Kemudian membuka mata dengan perasaan kaget, seperti tersadar bahwa kini ia sendiri menjalani harinya. 

Meski telah ditinggal selama enam bulan, Otto masih belum merasa ‘ditinggalkan’. Ini yang langsung dipahami penonton bahwa ada kehilangan yang mendalam dalam diri Otto, dan ia enggan beranjak dari situ. 

Daripada membuat adegan-adegan penuh retorika, Marc Foster, sang sutradara, memilih banyak adegan semiotik. Tanpa ucapan apapun dari Otto penonton dapat memahami rasa kehilangan seperti apa yang ia rasakan.

Otto seolah sedang bermonolog dalam pikirannya, dan itu digambarkan melalui visual flashback saat Otto bersama istrinya di kala muda. Penonton dibawa memahami perspektif Otto tentang kehilangan sepanjang film itu. Kehilangan membuatnya jadi pribadi yang menyebalkan.

Jika dikaitkan dengan kehidupan nyata, ini sangat relate. Ini adalah apa yang kita temui sehari-hari. Kita sering melihat orang tua yang menyebalkan, apapun yang kita lakukan terasa salah di matanya. Tanpa coba memahami apa yang terjadi, kita langsung menjauh. 
 

Berdamai dengan Kehilangan 


Kehadiran tetangga yang bagaikan langit dan bumi dengan Otto perlahan memberikan suasana baru untuknya. Meski pada awalnya penuh penolakan.

Baca Juga: 8 Film Hollywood yang Tayang di 2023, Layak Ditunggu!

Kehadiran Marisol, si tetangga baru, sedikit demi sedikit menyadarkan Otto yang terlarut dalam kehilangannya. Dengan caranya sendiri, Marisol mendekatkan diri pada Otto.

Mulai dari mengirimkan makanan, meminta bantuan, hingga meminjam alat. Hal-hal tersebut secara tidak sadar membuat Otto merasa dibutuhkan kembali kehadirannya. Marisol juga jadi satu-satunya orang yang berani marah pada Otto dalam film.

Meski kehadiran Marisol memberikan pandangan lain soal hidup bagi Otto, keberhasilannya untuk move on tetap berasal dari diri sendiri. Dan itu tergambar dengan tidak mudah karena beberapa kali Otto mencoba untuk menyusul istrinya.

Melalui berbagai peristiwa menggelitik setelah kepergian istrinya, Otto menemukan alasan untuk tetap menjalani kehidupan. Pada akhirnya yang bisa menolong adalah diri sendiri. 

Hal penting yang menyadarkan Otto adalah setiap orang di dunia berjuang dengan masalahnya masing-masing. Mungkin kita merasa masalah kita paling berat di dunia, tapi akan selalu ada tempat bagi kita untuk berbagi dan memahami arti hidup.

Mungkin kita merasa orang lain tidak peduli dengan apa yang terjadi atau kita rasakan. Tapi, perlu dipertanyakan apakah kita yang tidak mengijinkan orang lain untuk memahami apa yang kita rasakan?

Film ini menggambarkan kehilangan dengan cara yang tidak biasa oleh tokoh yang tidak biasa. Walaupun sebenarnya ini sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. 

Sayangnya, A Man Called Otto yang dibintangi Tom Hanks ini sudah turun layar Be-emers. Kalau kamu mau menontonnya berharap saja segera ada di platform streaming, ya!

Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
 
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.