Kepiting Nyinyir (Foto: https://www.facebook.com/kepitingnyinyir)
Likes
Gilang Margi Nugroho sudah berkali-kali mencoba sejumlah usaha sejak dirinya resign sebagai seorang desain grafis di salah satu perusahan swasta, mulai dari bisnis casing handphone, laptop, fesyen, dan lain sebagainya, yang semuanya ditawarkan secara online.
Namun, usaha tersebut tak kunjung membuahkan hasil. Hingga akhirnya, Gilang mengajak sahabatnya Rachman Abdul Rachim untuk memulai usaha yang mudah dijual tetapi sulit diduplikasi, pilihannya pun jatuh pada bisnis kuliner.
“Untuk menentukan makanan apa yang akan dijual itu kita riset kecil-kecilan. Tahun 2016 itu jamannya video testi dari food reviewer. Ternyata, saat mereka lagi makan seafood, kepiting, trafficnya tinggi, banyak yang like banyak yang nge-view. Bisa disimpulkan ini bagian dari respons public,” tutur Gilang..
Dari video food vlogger atau food reviewer itulah, Gilang dan Rachman akhirnya memutuskan membuat usaha kuliner berbahan baku seafood, dengan spesialisasi kepiting yang kemudian diberi nama Kepiting Nyinyir.
Seperti dilansir Bisnis.com, kosa kata nyinyir dipakai karena saat itu di instagram sedang ramai istilah nyinyir yang sering dipakai sebagai hashtag sehingga dia berharap Kepiting Nyinyir ikut terbawa naik.
“Bismillah namanya Kepiting Nyinyir, harapannya juga bisa jadi omongan orang terus, untuk hal positif pastinya. Kebetulan aku pernah didesain, maka logo nya aku yang desain sendiri dengan bentuk bibir perempuan dengan warna merah menyala, ada capitnya seperti kepiting ,” ujar Gilang.
Meski usaha yang dijalankan bergerak di bidang kuliner, ternyata Gilang dan Rachman bukanlah orang yang jago masak. Ternyata, yang masakannya enak adalah ibu dari istrinya Gilang atau mertua yang saat itu masih menjadi calon mertua.
Tidak mudah memang meyakinkan orang tua untuk ikut bergabung dalam bisnis ini. Namun, dengan kemampuan komunikasi dan negosasi yang baik, akhirnya Gilang berhasil meyakinkan mertuanya untuk bergabung dan menjadi juru masak utama.
Saat pertama memulai usaha, Gilang dan Rachman memang sudah fokus membentuk usaha kuliner ini dengan konsep restoran tanpa restoran atau hanya dengan mengandalkan dapur sebagai tempat masak, dan proses pembelian hanya melalui online.
Berbekal modal awal yang mereka miliki saat itu yakni sebesar Rp3 juta, Kepiting Nyinyir memulai usaha pertamanya di dapur rumah mertua atau yang saat itu masih menjadi calon mertua dari Gilang.
“Dari modal Rp3 juta itu, 75% diantaranya kami gunakan untuk test food secara gratis kepada 30 orang yang aktif di medsos, dan 25% lainnya untuk putar balik modal. Kami merasa perlu memberikan test food sehingga mendapatkan masukan yang lebih general. Selain itu mereka yang test food harus memberi testimony di media sosial mereka,” terangnya.
Balik Modal 4 Hari
Ternyata cara tersebut cukup efektif sebab setelah video atau foto testimoni tersebut diupload, banyak orderan yang masuk sehingga dalam 3 hingga 4 hari Kepiting Nyinyir bisa langsung balik modal.Setelah 3 bulan berjualan di dapur calon mertua, akhirnya Gilang dan Rachman memutuskan untuk mencari kontrakan di gang kecil yang bisa digunakan sebagai dapur untuk memasak. Meski ukuran dapur tersebut hanya sepetak, tetapi orderan yang datang tak pernah putus.
Sebab, dalam memasarkan produknya, Gilang dan Rachmad sangat aktif di media sosial karena dari awal konsepnya memang tanpa resto. Selain dapat menekan biaya operasional sewa tempat, juga prosesnya lebih sederhana.
Untuk itulah, mereka bahkan mengalokasikan anggaran khusus untuk iklan di instagram sehingga pangsa pasarnya lebih tertarget. Menurut Gilang, dengan memasang iklan, kita tidak perlu perang harga dengan orang lain.
Karena pangsa pasarnya lebih jelas yaitu orang yang suka dengan seafood dengan penghasilan sekian sehingga tak heran meski Kepiting Nyinyir dijual di atas Rp100ribu, tetap saja peminatnya banyak. Saat itu, Kepiting Nyinyir juga sempat menggunakan jasa endorse artis untuk memberikan testimoni.
Dalam menentukan harga jual pun tidak sembarangan, semua sudah dihitung dan dirinci secara detail biaya hpp per menu dan bahan-bahan yang digunakan dari A sampai Z, semua dihitung gramasinya. Rachman yang fokus dalam urusan keuangan dan adminsitrasi mengatakan dalam bisnis kuliner, harga jual bisa mencapai 2 hingga 3 kali lipat dari modal.
“Kuliner ini keuntungannya memang gede, di atas 50% karena kita juga memperhitungkan stok dan lifetime spoil nya. Bisnis kuliner ini juga bidang usaha yang cashflow nya lebih sehat karena pembayarannya yang cash, ngga ada tempo atau tenor,” tutur Rachman.
Sejak pindah ke kontrakan tersebut, bisnis Kepiting Nyinyir terus bertumbuh, mereka bahkan bisa meraup omzet hingga Rp300 juta sebulan di sebuah dapur kecil dengan harga sewa Rp700.000 per bulan. Kondisi ini seolah menunjukkan bahwa untuk mendapatkan omzet besar tak perlu restoran yang besar.
“Kepiting Nyinyir mungkin secara bisnis biasa saja, tapi kami masuk pada saat momennya pas. Langsung menjadi pionir dan center point yang dilihat oleh orang. Jadi untuk teman-teman yang mau bikin apa saja, langsung eksekusi, buat sosmednya, aktif pasang iklan, dari situ langsung terbuka peluang daripada hanya dipikirkan,” ujarnya.
Makin lama peminat Kepiting Nyinyir makin bertambah, para driver GoFood yang memesan orderan pun makin banyak sehingga tempat yang berlokasi di sebuah gang sempit tersebut di rasa sudah tidak mencukupi sehingga 8 bulan usaha, mereka pun pindah ke kawasan Duren Sawit.
Lokasi yang digunakan ini terbilang cukup besar yakni berupa rumah yang disulap sebagai dapur untuk memasak. Karyawan yang bekerja sebagian besar merupakan ibu-ibu tetangga, saudara, dan keluarga.
Gilang mengatakan, karena konsepnya yang hanya berupa dapur atau kitchen, dia merasa tidak perlu mempekerjakan waiters yang muda dan cantik.
“Misi kami memang ingin bisa memberikan manfaat dan membuka lapangan pekerjaan untuk orang terdekat seperti tetangga, saudara, dan keluarga,” ujarnya.
Kini, setelah usahanya berjalan 4 tahun, Kepiting Nyinyir semakin berkembang dan telah memiliki 4 dapur yang dijadikan sebagai lokasi usaha yakni di Duren Sawit, Kemanggisan, Bintaro, dan Bekasi.
Semua pemesanan dilakukan secara online. 75% diantaranya berasal dari GoFood dan GrabFood, sedangkan 25% lainnya berasal dari Shopee, admin whatsapp, dan pembeli yang berkunjung langsung ke dapur.
Terdapat sekitar delapan menu yang ditawarkan oleh Kepiting Nyinyir dengan enam pilihan saos. Adapun menu paling favorit adalah menu bertiga dengan bumbu Saos Padang dan Lada Hitam. Untuk menentukan bumbu yang akan digunakannya pun, Gilang dan Rachman melakukan riset kecil-kecilan.
“Dalam berbisnis itu, kita peru bermain dengan data. Semua harus dihitung dan dilihat jangan hanya asal main feeling karena belum tentu apa yang kita sukai itu disukai oleh orang lain. Test Food kami yang diawal itu juga bagian dari riset kami,” ujarnya.
Adapun rata-rata penjualan per hari saat ini sekitar 70 hingga 100 porsi pada saat weekend, dan 100 hingga 200 porsi per hari pada saat akhir pekan. Dengan jumlah pesanan tersebut, rata-rata perbulan penjualan di setiap dapur bisa mencapai ratusan juta rupiah dengan total keseluruhan di atas Rp1 miliar per bulan.
“Biaya operasional kami tidak terlalu besar sehingga keuntungannya bisa lebih dari 50%,” ujar Rachman.
Sementara itu, rata-rata jumlah kepiting yang digunakan setiap hari sekitar 60 kg sampai 120 kg. Kepiting tersebut berasal dari Kalimantan dan Papua.
Meski usahanya terbilang cukup sukses, tetapi Gilang dan Rachman mengatakan bahwa mereka tidak akan menawarkan sistem franchise, padahal sudah cukup banyak masyarakat yang ingin membuka franchise Kepiting Nyinyir.
“Ini bagian dari strategi bisnis. Jadi memang kita benar-benar memilih mana yang memungkinkan dan mana yang nggak. Kalau pun ada franchise nanti kami akan buat dengan bisnis yang lain,” ujar Gilang.
Komentar
29 May 2024 - 20:00
Keren sih ini, sangat bermanfaat,
11 May 2024 - 18:56
Sangat bermanfaat dan boleh dicoba