Produk digital (sumber gambar: pixabay)
Likes
Awal saya tinggal di Sulawesi Tenggara, tidak semua kebutuhan tersedia di sini. Barang yang termasuk paling saya suka adalah buku. Untuk mendapatkan buku di daerah ini tidaklah selengkap di Jawa sana.
Saya berasal dari Jogja. Ketika saya masih tinggal di Jogja, pameran buku sering diadakan. Bahkan, dalam satu bulan, bisa dua kali pameran. Awal dan akhir bulan. Untuk mendapatkan buku yang murah plus tentunya original, sangatlah mudah.
Namun, ketika menginjakkan di bumi Anoa ini, lho, lho, lho, buku yang ada tidak semudah dan semurah di Jogja. Ada sih toko buku Gramedia di Kendari, tetapi buku-buku yang ada rata-rata mahal.
Begitu juga dengan kios-kios kecil yang saya temui, harganya perlu menguras isi dompet lebih dalam.
Rupanya, bukan salah bukunya, bukan juga salah tokonya, melainkan karena keadaannya seperti itu. Saat hidup di sini, ketika mau belanja, selalu ikut yang namanya ongkos kirim alias ongkir.
Bazaar buku jarang ditemui di Sulawesi Tenggara
Wajar sih, 'kan barang dibawa oleh manusia, melalui sarana transportasi yang ada. Lewat darat, entah itu dengan truk atau mobil kargo. Dibawa dengan pesawat terbang melintasi Laut Jawa.
Setibanya di Kendari, dibawa lagi menggunakan alat transportasi darat. Kan jelas semuanya membutuhkan biaya yang harus mendatangkan keuntungan.
Ongkir ini memang cukup memberatkan bagi sebagian orang, termasuk saya sendiri sebenarnya. Lucunya, harga barangnya lebih murah daripada ongkirnya. Saya pernah berjualan tas perempuan dengan posting di status Whatsapp.
Ada teman yang tanya, berapa harganya? Harga tasnya sih sekitar 30 ribuan saja, tetapi ongkirnya mencapai dua kali lipatnya.
Apalagi jika memakai perusahaan ekspedisi yang selalu digenapkan ke atas itu. Barang tidak sampai satu kilogram, digenapkan langsung jadi satu kilogram.
Baca Juga: Gratis Ongkos Kirim (Ongkir) Bikin Jualan Online Rugi Enggak Sih? Begini Tipsnya
Tentu bisa ditebak yang terjadi berikutnya? Teman saya itu tidak jadi membeli. Mahal ongkirnya, berimbas menjadi mahal harga barangnya. Waduh, gagal lagi jualan deh!
Dari problem tersebut, apa solusi yang bisa ditawarkan? Apakah mau berhenti bisnis hanya karena terus memikirkan ongkir? Jangan juga dong! Kalau kita masih punya semangat bisnis, masih ada alternatif yang bisa dilakukan.
Solusi tersebut adalah berjualan atau berbisnis produk digital. Pernah dengar kata "bisnis produk digital" bukan? Kalau belum, paling tidak kamu pernah membacanya barusan, hehe.
Apa Itu Produk Digital?
Beberapa kali saya berjualan produk digital dan untungnya sih lumayan menurut saya. Meskipun yah, hasilnya belum bisa untuk membeli pesawat terbang, kapal pesiar, maupun mobil mewah seperti tawaran MLM yang pernah saya ikuti dulu.
Produk digital (Ilustrasi: Canva)
Tetapi memang produk digital ini menyelesaikan permasalahan di atas, yaitu: ongkir. Kalau kamu belum tahu produk digital, ternyata kamu selama ini juga pakai kok.
Lha itu media sosial, semacam Facebook, Instagram, TikTok (ini lebih tepatnya media distribusi konten), sampai dengan aplikasi pesan macam Whatsapp dan Telegram.
Facebook mendapatkan untung luar biasanya dari iklan. Kita pakai Facebook secara gratis - sebenarnya tidak gratis-gratis amat karena kita pakai paket data juga untuk mengaksesnya - dan menggunakannya sesuai kemauan kita, tetapi Facebook mendapatkan penghasilan dari iklan.
Pernah lihat di beranda kamu tiba-tiba ada yang nyelonong tulisannya "bersponsor" atau sponsored. Nah, itulah iklannya di Facebook.
Begitu juga di Instagram yang menjadi bagian dari perusahaan Facebook juga. Dalam iklan tersebut, ditampilkan pula aneka produk. Dan, canggihnya algoritma Facebook serta database yang mereka miliki, iklan tersebut diarahkan ke kita yang menyukai hal-hal tertentu.
Misalnya, kita suka like status-status yang menyangkut hijab. Atau pernah mengunjungi suatu marketplace dan scroll-scroll produk hijab. Maka, jangan salahkan Facebook jika dalam beberapa menit sudah ada iklan tentang produk hijab nangkring di beranda kamu.
Baca Juga: Tingkatkan Penjualan Bisnis dengan 5 Digital Marketing Tools Ini!
Tidak hanya produk fisik yang diiklankan di Facebook, produk digital juga. Produk yang disebutkan terakhir ini bisa bermacam-macam, misalnya: e-book, software, aplikasi, theme maupun plugin Wordpress, template Powerpoint atau Canva, video tutorial, e-course, dan lain sebagainya.
Semuanya itu termasuk produk digital yang bisa dikirim ke pembeli tanpa ongkir. Hah? Betulan tanpa ongkir? Kok bisa?
Yap, benar! Sebab produk-produk digital macam di atas setelah dibeli, cukup dikirim melalui link download. Biasanya, si penjual punya website pribadi atau website khusus. Di situlah link dibagikan.
Setelah kita memasukkan username dan password seperti saat pertama kali mendaftar, maka kita bisa langsung menikmati produknya melalui member area.
Kalau bentuk e-book, bisa langsung didownload di sana. Begitu juga dengan e-course. Kamu bisa unduh videonya, bisa juga mengikuti satu persatu, step by step video dari awal melalui sistem LMS (Learning Management System).
Dikatakan tanpa ongkir, melalui perusahaan ekspedisi yang terkenal itu, karena produk dikirim hanya mengandalkan sinyal internet dan paket data yang kamu punya. Downloadnya pun tergantung produknya.
Saya pernah membeli template-template Powerpoint yang bisa diedit sesukanya untuk nanti menjadi video yang menarik. Saat saya mengunduhnya, membutuhkan beberapa giga saking banyak dan beratnya produk.
Jadi, karena praktisnya dalam mengirimkan produk, maka jarak bukan lagi kendala. Kamu menjual untuk orang Jakarta, orang Semarang, Ambon, maupun ke orang Papua, bukan masalah.
Link download tinggal dikirim dan selanjutnya pembeli produkmu yang akan menggunakannya. Bisa untuk sendiri, bisa juga dijual lagi dengan lisensi tertentu.
Mau Mencoba Bisnis Produk Digital?
Bisnis Muda Academy adalah salah satu contoh kelas online sebagai produk digital
Jika kamu mulai tertarik untuk berbisnis produk digital, saran saya sih kamu belajar dulu. Ada begitu banyak kelas online yang bisa kamu ikuti, baik itu berbayar maupun gratis.
Mungkin kamu bisa lihat tutorialnya di YouTube atau TikTok, tetapi tentu saja ada kekurangannya. Biasanya, materinya tidak berurutan, susah untuk diikuti, tidak ada support system dari si empunya, dan tidak adanya komunitas bagi para pembeli atau konsumen.
Lebih baik kamu ambil kelas online yang berbayar. Tidak mahal-mahal juga kok. Pengalaman saya belajar produk digital, harganya cuma di kisaran 300 atau 400 ribuan rupiah saja.
Itu 'kan setara dengan ongkos ngopi kamu atau nongkrong kamu bukan dalam satu bulan? Yah, daripada ngopi tidak jelas plus nongkrong yang tidak ada juntrungannya, lebih baik kamu belajar bukan? Investasi leher ke atas namanya.
Agar biaya yang kamu keluarkan juga lebih efektif, maka disarankan kamu mau belajar apa dulu nih? Begitu banyak materi, begitu berlimpah informasi, bisa membuat kamu bingung, mau pilih yang mana?
Supaya tidak bingung, ambil satu dulu, pelajari baik-baik sampai benar-benar matang, baru terjun jadi pebisnis produk digital. Oke, semoga sukses buat bisnis produk digital kamu ya!
Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.
Tulis Komentar
Anda harus Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.