Apakah Berutang Banyak itu Buruk?

Hutang (Sumber gambar: angloscottishfinance.co.uk)

Hutang (Sumber gambar: angloscottishfinance.co.uk)

Like

Jika berbicara soal utang, mungkin sebagian besar orang akan berpikir berkali-kali terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk berutang.

Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain khawatir menunggak pembayaran, beban bunga, kena sanksi denda yang lebih besar pada periode pembayaran berikutnya, khawatir ditagih kolektor, dan khawatir tidak dapat membayar beban bunga beserta pokok pinjaman sehingga agunan disita.

Di sisi lain, sebagian orang mungkin malah akan berusaha untuk mendapatkan utang yang sebesar-besarnya sehingga berbagai upaya pun dilakukannya. Misalnya meyakinkan pihak kreditur bahwa bisnis yang dijalankannya mampu menghasilkan keuntungan yang besar, mengatur penampilan agar meyakinkan pihak calon pemberi utang, dan seterusnya.

Dengan demikian, apakah boleh seseorang atau perusahaan memiliki utang bahkan utang yang banyak?

Sebelum menjawab hal tersebut, mungkin ada baiknya memahami terlebih dahulu mengenai teori utang, yang dapat juga disebut dengan financial leverage (pengungkit keuangan). Menurut Birgham dan Houston (2006:101), tiga implikasi penting dari penggunaan utang yaitu:
  1. Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat memeprtahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan.
  2. Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu Batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham, maka semakin kecil risiko yang harus dihadapi oleh kreditor
  3. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar atau diungkit (leveraged).

Selanjutnya, Brigham dan Houston (2006:103) menyatakan bahwa leverage keuangan dapat menjadi pedang bermata dua. Jika penjualan menjadi lebih rendah dan biaya-biaya lebih tinggi dari yang diharapkan, pengembalian aktiva juga akan menjadi lebih rendah daripada yang diharapkan.


Debt to total asssets ratio atau rasio total utang terhadap total aset suatu perusahaan merupakan salah satu ukuran besar atau kecilnya jumlah utang yang digunakan oleh suatu perusahaan.

Dalam penelitian saya tahun 2011 yang berjudul “Pengaruh Total Assets Turnover, Inventory Turnover, Current Ratio, dan Debt to Total Assets terhadap Return on Total Assets Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, menyatakan bahwa debt to total assets ratio perusahaan lebih besar dari 50 persen, maka hal tersebut menunjukkan bahwa kreditur telah memberikan lebih dari setengah jumlah pendanaan.

Hal ini berarti semakin besar risiko yang akan ditanggung oleh perusahaan. Dengan demikian, jika hampir mendekati 50 persen aset perusahaan didanai melalui utang, maka sebenarnya perusahaan tersebut akan semakin banyak menanggung risiko keuangan.

Besarnya risiko keuangan yang ditanggung oleh suatu bisnis atau perusahaan bukan berarti akan menyebabkan kegagalan operasional perusahaan tersebut. Dengan kata lain, perusahaan yang menggunakan utang yang semakin besar tidak selalu akan mengalami kerugian oleh adanya beban utang tersebut.

Hal ini disebabkan oleh kemampuan perusahaan untuk mengelola utang tersebut sehingga tetap mencapai target laba yang diharapkan oleh perusahaan. Berarti, perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan.

Salah satu contoh perusahaan yang memiliki komposisi utang yang besar, namun keuntungan yang diperolehnya pun tergolong besar yaitu PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. Berikut ini cuplikan laporan keuangan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. untuk periode Desember 31 Desember 2017 dan 31 Desember 2018.

 

Total Aset

Total Aset



 

Total Liabilitas atau Hutang

Total Liabilitas atau utang



 

Keuntungan

Keuntungan



Dari data laporan keuangan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. pada 31 Desember 2017 dan 31 Desember 2018 tersebut dapat dilihat bahwa debt to total assets ratio atau rasio utang terhadap aset pada periode 31 Desember 2017 adalah sebesar 46,72 persen. Sementara pada periode 31 Desember 2018 adalah sebesar 48,29 persen.

Di sisi lain, jika dilihat dari rasio profitabilitasnya, yaitu rasio pengembalian total aset atau aktivanya pada periode 31 Desember 2017, adalah sebesar 5,77 persen sedangkan periode 31 Desember 2018 adalah sebesar 5,14 persen.

Laporan keuangan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. tersebut tampaknya menunjukkan bahwa ketika bisnis atau perusahaan menambah komposisi utang terhadap asetnya. Maka, akan berdampak terhadap profitabilitasnya.

Hal ini dapat berarti bahwa penggunaan utang akan meningkatkan risiko keuangannya. Meskipun demikian, kondisi penurunan profitabilitas ini tidak terlalu signifikan dan masih tergolong stabil karena di dalam bisnis tentu akan selalu mengalami nilai yang fluktuatif di dalam setiap akun laporan keuangannya di setiap periode.

Di samping itu, yang perlu diperhatikan adalah PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. masih tetap memperoleh keuntungan yang tergolong besar. Oleh karena itu, meskipun PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. memiliki rasio utang terhadap total aset yang hampir mencapai 50 persen, namun Perusahaan tetap mampu menjaga kestabilan nilai profitabilitasnya.

Tampaknya, salah satu alasannya adalah sebagian besar produk yang dihasilkan oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. tergolong kebutuhan primer yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. sudah memiliki struktur organisasi yang jelas sehingga tergolong baik dalam pengelolaan seluruh sumber daya perusahaannya termasuk pengelolaan sumber daya keuangannya.

Dengan demikian, beberapa hal yang menjadi pertimbangan bagi bisnis atau perusahaan sebelum melakukan pendanaan melalui utang antara lain besarnya beban bunga dari utang tersebut, jatuh tempo utang, kondisi perekonomian, kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola entitas tersebut, dan tingkat permintaan pasar terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan.