Sejarah THR Lebaran di Indonesia: Dari Tunjangan Persekot hingga Regulasi Terkini

Like

1954: Pembentukan Kebijakan Resmi tentang Hadiah Lebaran

Dalam menjawab protes buruh, Menteri Perburuhan Indonesia saat itu mengeluarkan surat edaran tentang "Hadiah Lebaran".

Surat edaran ini mengimbau setiap perusahaan untuk memberikan "Hadiah Lebaran" kepada karyawan dengan besaran seperduabelas dari upah mereka.

Langkah ini diharapkan dapat memberikan sedikit kesejahteraan bagi kaum pekerja di tengah tuntutan perjuangan mereka.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Tempat Alokasi Dana THR Supaya Cuan Maksimal!

 

1961: Hadiah Lebaran Menjadi Kebijakan Wajib

Surat edaran yang semula bersifat imbauan, pada tahun 1961, berubah menjadi peraturan menteri yang bersifat wajib.


Kebijakan ini mengatur bahwa Hadiah Lebaran harus diberikan kepada pekerja dengan masa bakti minimal tiga bulan.

Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemberian hadiah Lebaran menjadi kewajiban bagi setiap perusahaan sebagai bentuk penghargaan atas kinerja karyawan selama masa kerja mereka.

 

1994: Perubahan Nama menjadi Tunjangan Hari Raya (THR)

Istilah "Hadiah Lebaran" mulai berganti menjadi "Tunjangan Hari Raya" (THR) pada tahun 1994, setelah disempurnakan oleh Menteri Ketenagakerjaan.

Perubahan nama ini menegaskan bahwa THR bukan hanya sekadar hadiah, tetapi telah menjadi hak yang diatur dan dijamin oleh undang-undang bagi setiap pekerja.

Baca Juga: 5 Tips dan Strategi Efektif Mengelola Uang THR Agar Tetap Bersisa untuk Ditabung

 

2016: Revisi Regulasi THR

Pada tahun 2016, aturan tentang pemberian THR mengalami revisi yang lebih mendetail. Menurut Permenaker No. 6/2016, pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan berhak menerima THR.

Jumlah THR yang diberikan dihitung secara proporsional sesuai dengan masa kerja dan besaran gaji. Revisi ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pekerja mendapatkan haknya secara adil dan transparan.