Legalisasi Aborsi untuk Korban Pemerkosaan, Perlu Uji Dampaknya Enggak Sih?

Pemerintah legalkan aborsi untuk korban pemerkosaan (www.pixabay.com)

Pemerintah legalkan aborsi untuk korban pemerkosaan (www.pixabay.com)

Like

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan kontroversial tentang legalisasi aborsi akibat pemerkosaan, dan indikasi medis tertentu melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024. Hal ini menimbulkan pro, dan kontra di masyarakat terkait dampak kebijakan tersebut.

Salah satu poin yang disorot dari kebijakan ini adalah terkait dengan kehamilan akibat pemerkosaan. Kehamilan hasil pemerkosaan dapat menimbulkan trauma yang sangat dalam bagi korban.

Dalam hal ini, keberadaan kebijakan PP No 28 Tahun 2024 diharapkan dapat memberikan solusi bagi perempuan yang mengalami kehamilan akibat pemerkosaan untuk melakukan aborsi secara legal dan aman.

Namun, di sisi lain adopsi kebijakan ini juga menimbulkan pertanyaan seputar keamanan perempuan dan tanggapan masyarakat. Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa legalisasi aborsi akibat pemerkosaan dapat disalahgunakan dan membuka pintu bagi tindakan aborsi ilegal yang berisiko bagi kesehatan perempuan.

Selain itu, masyarakat juga masih terkait stigma sosial terhadap perempuan yang mengalami kehamilan akibat pemerkosaan.


Baca Juga: Aborsi Dilegalkan untuk Korban Pemerkosaan, Bagaimana Dampak dan Implementasinya?
 

Bukan Cuma Aborsi Akibat Pemerkosaan yang DIlegalkan

Selain kehamilan akibat pemerkosaan, PP No 28 Tahun 2024 juga mengatur indikasi medis tertentu sebagai alasan legal untuk melakukan aborsi.

Hal ini bertujuan untuk melindungi nyawa dan kesehatan ibu yang mengalami kondisi medis yang membahayakan. Meskipun demikian, penentuan indikasi medis tertentu ini harus diatur dengan ketat dan transparan agar tidak disalahgunakan.

Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan dapat memberikan perlindungan dan akses yang lebih baik bagi perempuan yang berada dalam situasi sulit seperti kehamilan akibat pemerkosaan atau kondisi medis yang berbahaya.

Namun, implementasi kebijakan ini juga harus diiringi dengan pendidikan dan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat tentang pentingnya penghormatan terhadap hak dan martabat perempuan.