Aborsi Dilegalkan untuk Korban Pemerkosaan, Bagaimana Dampak dan Implementasinya?

Perempuan yang melakukan aborsi seringkali menghadapi stigma sosial yang kuat. Bagaimana dampaknya setelah terbit PP No 28 tahun 2024? (www.pexels.com)

Perempuan yang melakukan aborsi seringkali menghadapi stigma sosial yang kuat. Bagaimana dampaknya setelah terbit PP No 28 tahun 2024? (www.pexels.com)

Like
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan telah membawa angin segar sekaligus perdebatan hangat di masyarakat. Salah satu poin penting yang menjadi sorotan adalah pengaturan baru terkait aborsi. Kebijakan ini membawa perubahan signifikan dalam lanskap kesehatan reproduksi di Indonesia.

Aborsi merupakan isu kompleks yang melibatkan aspek medis, etika, agama, dan sosial. Selama ini, praktik aborsi di Indonesia berada dalam zona abu-abu, dengan berbagai interpretasi dan penegakan hukum yang tidak konsisten.

PP Nomor 28 Tahun 2024 hadir dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum, melindungi kesehatan ibu, serta memberikan akses layanan kesehatan reproduksi yang lebih komprehensif.
 

Ketentuan Utama tentang Aborsi

Berlandaskan Pasal 116 PP Nomor 28/2024 secara tegas menyatakan bahwa aborsi dilarang. Namun, terdapat dalam kondisi tertentu, yaitu:
  1. Kedaruratan Medis: Aborsi dapat dilakukan jika kehamilan mengancam nyawa ibu atau menimbulkan risiko serius terhadap kesehatan fisik atau mental ibu.
  2. Korban Kekerasan Seksual: Aborsi diizinkan bagi korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan.
  3. Persyaratan dan Prosedur: Untuk melakukan aborsi dalam kondisi yang diizinkan, diperlukan persetujuan tertulis dari perempuan hamil yang bersangkutan dan suaminya (kecuali korban kekerasan seksual). Selain itu, prosedur medis harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan di fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat.

Baca Juga: Tips Negosiasi dengan Supplier, Dijamin Makin Cuan!


Bagaimana Pelaksanaan dan Tantangannya?

Penerbitan PP Nomor 28 Tahun 2024 ini membawa sejumlah implikasi dan tantangan, berikut adalah pelaksanaan dan tantangannya:
  1. Akses yang Lebih Baik: Bagi korban kekerasan seksual, kebijakan ini memberikan akses yang lebih mudah untuk mendapatkan layanan aborsi yang aman dan legal.
  2. Pencegahan Aborsi yang Tidak Aman: Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan dapat mengurangi praktik aborsi yang dilakukan secara tidak aman, yang seringkali berisiko bagi kesehatan dan nyawa perempuan.
  3. Perdebatan Etika dan Moral: Kebijakan ini tetap memicu perdebatan di kalangan masyarakat, terutama terkait dengan nilai-nilai agama dan moral.
  4. Implementasi di Lapangan: Tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan implementasi kebijakan ini berjalan efektif di lapangan. Dibutuhkan sosialisasi yang intensif kepada tenaga kesehatan, aparat penegak hukum, serta masyarakat luas.