Indonesia Darurat Femisida! Lindungi Perempuan dari Kekerasan Seksual

Femisida menjadi isu mendesak yang harus segera diatasi di Indonesia (Pexels)

Like

Femisida, pembunuhan terhadap perempuan karena gendernya, telah menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan di Indonesia. 

Kasus demi kasus terus bermunculan, mengguncang hati masyarakat dan menuntut tindakan nyata dari semua pihak. 

Contohnya, kasus pembunuhan wanita dalam lemari di Cirebon, dan kasus viral terhadap pembunuhan dan pemerkosaan gadis penjual gorengan yang terjadi di Kayu Tanam, Sumatera Barat.

Mengapa femisida terus terjadi? Apa yang bisa kita lakukan untuk menghentikannya?


Mengapa Femisida Terjadi di Indonesia?

1. Kultur Patriarki

Sistem patriarki yang masih kuat di masyarakat menempatkan perempuan dalam posisi subordinat, sehingga kekerasan terhadap perempuan dianggap wajar.

2. Norma Sosial

Norma sosial yang membenarkan kekerasan dalam rumah tangga dan menganggap perempuan sebagai milik pribadi pria turut memperparah masalah.

3. Minimnya Pendidikan Seks

Kurangnya pendidikan seks yang komprehensif membuat banyak orang, terutama laki-laki, tidak memahami konsep persetujuan dan batas dalam hubungan.

4. Penerapan Hukum yang Lemah

Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual membuat korban enggan melapor dan pelaku merasa tidak akan mendapat hukuman.

5. Stigma Sosial

Korban seringkali mengalami stigma sosial dan menyalahkan diri sendiri, sehingga enggan mencari bantuan.

Baca Juga: Aborsi Legal bagi Korban Pemerkosaan: Perlindungan Hak atau Masalah Baru?



Dampak Femisida pada Korban dan di Masyarakat

1. Trauma Mendalam

Korban dan keluarga mengalami trauma mendalam yang berdampak pada kesehatan mental dan fisik.

2. Kehilangan Nyawa

Femisida mengakibatkan hilangnya nyawa secara tragis dan menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban.

3. Ketidakadilan

Kejadian femisida menciptakan rasa ketidakadilan dan ketidakamanan bagi seluruh perempuan.

4. Kerugian Ekonomi

Kekerasan terhadap perempuan juga berdampak pada perekonomian negara, karena korban seringkali tidak dapat produktif akibat trauma.