Jumlah Makanan Sisa di Indonesia Cukup untuk Mengatasi Masalah Gizi Buruk, Lho!

Food Loss & Waste Illustration Web Bisnis Muda - Canva

Like

Pemrosesan, penyimpanan, dan distribusi yang tidak efisien, telah menyebabkan Indonesia membuang hingga 48 juta metrik ton makanan setiap tahunnya. Jumlah tersebut diperkirakan cukup untuk mengatasi masalah kekurangan gizi di Indonesia lho, Be-emers!

Menurut laporan yang berjudul “Food Loss and Waste in Indonesia”, estimasi food loss dan waste pada lima tahap rantai pasokan dan konsumsi pangan negara dianalisis berdasarkan data selama 20 tahun.

Rata-rata, orang Indonesia ‘membuang’ sekitar 115 hingga 184 kilogram makanan per kapita per tahun. Perhitungan tersebut dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang bekerja sama dengan lembaga think-tank World Resources Institute dan perusahaan konsultan Waste for Change.

Sebagian besar, food loss di Indonesia berasal dari proses pengolahan bahan baku, penyimpanan, distribusi, dan penjualan tanaman pangan, khususnya biji-bijian. Sebaliknya, mayoritas food waste berasal dari tahap konsumsi ketika sisa makanan yang sudah tersaji dan siap makan terbuang.

Semua makanan yang hilang dan terbuang itu mengandung nutrisi penting, mulai dari energi, protein, vitamin A, dan zat besi, yang secara keseluruhan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi hingga 125 juta orang per tahunnya.


Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas, menyampaikan bahwa kehilangan kandungan gizi dari food loss dan waste, jika dimanfaatkan, bisa memenuhi hampir 100 persen kebutuhan gizi masyarakat yang kekurangan gizi di Indonesia.
 

Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas - Google Images


Diperkirakan food loss dan wates menyebabkan hilangnya energi sebesar 618 hingga 989 kkal per orang per hari. Jumlah tersebut adalah 29 hingga 47 persen dari asupan kalori yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan, yaitu 2.100 kkal per orang per hari.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dari tahun 2019, sebanyak 24 juta penduduk Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum asupan kalori harian, yaitu 1.400 kkal per hari atau 70 persen dari tingkat yang direkomendasikan.

Selain kehilangan nutrisi, food loss dan waste juga berdampak buruk pada perekonomian Indonesia lho, Be-emers.

Studi memperkirakan 5 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 551 triliun per tahun hilang karena rantai pasokan makanan yang tidak efisien dan pemborosan dalam konsumsi makanan.

Selain itu, sampah makanan sering berakhir di tempat pembuangan sampah, yang akhirnya menyebabkan produksi gas rumah kaca seperti gas metana yang melemahkan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi rumah kaca sebesar 29 persen di tahun 2030.

Arifin menambahkan bahwa selama 20 tahun, total emisi gas rumah kaca dari hilangnya makanan dan limbah adalah 1.703 megaton karbon dioksida-ekuivalen. Kontributor terbesarnya adalah tahap konsumsi, sebesar 58 persen.

Sebenarnya, ada banyak peluang bagi perusahaan milik negara dan swasta untuk mengatasi masalah limbah makanan yang terjadi. Hal ini termasuk praktik penanganan produksi yang baik, ruang penyimpanan yang optimal, dan standar kualitas makanan.

Sementara itu, ada juga peluang untuk mengenali preferensi konsumen mengenai pilihan makanan mereka untuk meminimalkan pemborosan. Edukasi tentang pemborosan makanan yang ditujukan kepada pekerja dan konsumen juga bisa mengatasi masalah tersebut secara perlahan.

Untuk itu, selalu bersyukur dan jangan pernah menyia-nyiakan makanan yang tersedia untuk kita ya, Be-emers!