Diapresiasi, Ini Fakta Menarik Ilmuwan Vaksin AstraZeneca Sarah Gilbert

Sarah Gilbert Illustration Bisnis Muda - Image: The Guardian

Like

Nama Sarah Gilbert menjadi sorotan dunia seiring dengan vaksin AstraZeneca yang ditemukannya. Seperti apa sosok Sarah Gilbert?

Sarah Gilbert menjadi tamu kehormatan di Royal Box dan mendapat tepuk tangan meriah. Enggak hanya Sarah, pihak penyelenggara juga mengundangnya bersama para ilmuwan dan staf rumah sakit lainnya sebagai ucapan terima kasih atas kiprahnya dalam memerangi pandemi Covid-19.

Sebagai sosok yang sangat menginspirasi, ini fakta menarik soal Sarah Gilbert yang perlu kamu ketahui nih, Be-emers.

Baca Juga: Indra Rudiansyah, Pemuda Indonesia Ikut Terlibat Dalam Terciptanya Vaksin AstraZaneca
 

Sarah Memimpin Pengembangan Vaksin sejak Januari 2020

Virus Covid-19 pertama kali menyebar di Wuhan, China sejak akhir 2019. Diketahui dari The Times Hub, Sarah Gilbert rupanya sudah mulai meneliti obat untuk melawan Covid-19 pada pertengahan Januari 2020 lho!

Sejak saat itu, Sarah memimpin pengembangan vaksin Vaxzevria yang diproduksi oleh AstraZeneca di Universitas Oxford. Ibu dari tiga anak kembar itu pun terbiasa bekerja keras.


Daily Mail mencatat, Sarah Gilbert memang merupakan profesor vaksinologi brilian di Universitas Oxford yang timnya memimpin pengembangan vaksin pertama untuk melindungi manusia dari Covid-19!
 

Menerbitkan Buku dan Berpotensi Meraih Nobel

Sarah Gilbert telah menerbitkan bukunya yang berjudul Vaxxers (Holding & Stoughton) pada 8 Juli 2021 lalu. The Times Hub menyebutkan, dalam buku tersebut Sarah dan rekannya Catherine Green menggambarkan bulan-bulan pandemi yang melemahkan.

Kedua ilmuwan tersebut pun menentang teori konspirasi dan kesalahpahaman tentang vaksinasi dalam buku tersebut lho, Be-emers.

Perjuangan Sarah Gilbert dan timnya pun dinilai patut mendapat apresiasi nih. Daily Mail Inggris menyebutkan, jika berhasil, prestasi mereka pasti akan membuatnya bersaing untuk mendapatkan Nobel.

 

Vaccine Illustration Bisnis Muda - Canva

 

Diapresiasi Ratu Elizabeth II

Pada Juni 2021 lalu, dilansir APNews.com, Ratu Elizabeth II memiliki daftar penghargaan ulang tahunnya untuk merayakan mereka yang berada di garis depan peluncuran cepat vaksin COVID-19 di Inggris selama beberapa bulan terakhir.

Salah satu di antaranya yakni Profesor Sarah Gilbert dari Universitas Oxford, yang telah diakui dengan status perempuan dalam daftar yang diterbitkan oleh pihak Kerajaan Inggris.

Sarah Gilbert disebut berperan penting dalam pengembangan vaksin yang diproduksi oleh perusahaan farmasi AstraZeneca. Adapun, meski Inggris telah melihat angka kematian terkait virus tertinggi di Eropa, program vaksinasi di sana telah dianggap sebagai salah satu peluncuran tercepat dan paling koheren di dunia lho!
 

Sarah Gilbert Frustasi dengan Komunikasi Terkait Vaksin

Ketika The Times Hub menanyakan apakah Sarah Gilbert merasa frustasi dengan cakupan AstraZeneca, wanita berusia 59 tahun itu justru merasa frustasi dengan komunikasi yang ada.

Sarah menyebutkan, bersama rekan-rekannya, ia selalu berusaha menjelaskan semua tahapan perkembangan secara terbuka. Setiap kali mereka mendapatkan hasil, tentunya mereka harus mengadakan konferensi pers dan menyajikan data dengan benar.

Selama ini, Sarah dan timnya merasa enggak mengajukan hipotesis atau interpretasi apa pun. Namun, ia sayang menyayangkan sikap beberapa politisi dan jurnalis yang enggak melakukan hal seperti itu.

Sarah mengatakan, sebaliknya, pernyataan yang ia berikan justru dengan enaknya tersebar di seluruh dunia dan diulang-ulang tanpa basis data.

 

Vaccine Illustration Bisnis Muda - Canva



Baca Juga: Heboh Soal Booster Vaksin, Apa Itu?
 

Respon Sarah Gilbert Terkait Vaksin Campuran

Akhir-akhir ini, dunia juga dihebohkan dengan vaksin campuran yang coba dilakukan oleh sejumlah pihak. Merespon hal tersebut, dikutip The Times Hub, Sarah menyatakan bahwa keputusan tersebut harus dibuat berdasarkan data yang tersedia.

Menurutnya, studi sejauh ini menunjukkan peningkatan reaktivitas dengan vaksin campuran. Meski begitu, Sarah menegaskan, enggak ada alasan untuk mengganti AstraZeneca sebagai vaksinasi kedua, seperti yang dilakukan beberapa negara karena terjadinya pembekuan darah karena hal itu hanya ditemukan pada vaksinasi pertama.


Gimana menurut kamu soal vaksin AstraZeneca?