Jadi Miliarder dari Bertani, Generasi Z dan Milenial Jangan Kalah dari Mbah Kerto

sosok Mbah Kerto sehabis membeli Mobil Pajero. Source: tribun

Like

Kisah kita kali ini bermula di desa Ranupane, kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Daerah sejuk dengan pemandangan hijau pegunungan yang masih asri dekat Taman Wisata Bromo-Tengger-Semeru.

Namun, di balik suasana yang belum tersentuh gedung-gedung tinggi itu, ternyata ada satu kisah miliarder inspiratif bagi generasi muda nih, Be-emers.

Dengan tubuh tua renta, ada seseorang yang berjalan kaki ke kebunnya untuk berladang setiap paginya. Ya, betul, Be-emers enggak salah baca, beliau beneran jalan kaki ke kebunnya untuk berladang.

Beliau adalah Mbah Kerto, miliarder dari Desa Ranupane, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Mbah Kerto kini berusia 103 tahun. Beliau adalah petani sederhana. Tidak ada gaya mewah, apalagi flexing.

Namun, kalau kamu tahu pendapatan dan aset yang Mbah Kerto miliki, kamu bakalan melongo. Penghasilan beliau dari bertani bahkan melebihi gaji kalian karyawan startup di posisi data analis.


Penasaran dengan pendapatan beliau? Simak kisahnya berikut ini!

Baca Juga: Jualan Hasil Tani Lewat Media Sosial Beromzet Hampir Rp1 Miliar per Bulan? Simak Kisah Sandi Octa Susila
 

Kisah Mbah Kerto

Kisah inspiratif ini bermulai dari Mbah Kerto muda terlilit utang yang sangat banyak. Semasa kecil, beliau amat dimanja keluarga hingga terjerumus ke dalam perjudian.

Musibah ini membuat Mbah Kerto muda mengambil utang sana sini untuk berjudi. Mbah Kerto pun sempat menjadi pencuri dan begal untuk mendapatkan duit.

Sampai saatnya beliau merasakan hidup yang penuh was-was dan tidak tenang. Beliau pun akhirnya berhenti dari kehidupan kelam dan mulai bertani berubah. Perubahan jalan hidup yang beliau ambil ini lah yang membuat beliau hidup sukses hingga sekarang.

Mbah Kerto sekarang bertani di ladang dengan komoditas utama kentang, bawang merah, dan kol. Lahan yang beliau kelola lebih 30 hektar.

Berapa kira-kira pendapatan Mbah Kerto dari bertani?

Kita asumsikan saja lahan yang beliau kelola untuk tanaman kentang saja seluas 6 hektar. Jika 1 hektar dapat menghasilkan 25 ton kentang, maka beliau bisa menghasilkan 150 ton kentang dalam 1 musim panen kentang.

Harga 1 ton kentang sekarang berada di kisaran Rp 8,6 juta, itu artinya omset beliau dari jualan kentang saja adalah Rp 1,3 miliar. Itu masih dalam 1 komoditas dan 1 musim panen. Belum dihitung komoditas lain.

Penghasilan besar yang sudah kita perhitungkan tadi membuat beliau memiliki banyak aset. Mbah Kerto kini punya 3 truk, 3 mobil pick up, dan 2 mobil mewah. Bahkan, menariknya, Mbah Kerto membeli mobil Pajero Sport dengan uang jutaan rupiah yang dibungkus dengan karung beras.

Namun, hal yang bikin kita kaget adalah di usia beliau yang sudah 103 tahun, beliau masih ke ladang untuk bekerja sehari-hari. Duit yang beliau miliki tidak menjadikan beliau malas dan berdiam diri menikmati hari tua.

Beliau juga tidak berfoya-foya dengan hartanya. Bahkan, pakaian dan pola makannya tetap sederhana.

Baca Juga: Jadi Petani Otodidak, Kenapa Enggak?

Satu pesan Mbah Kerto untuk generasi muda:

“Oli saja kalau tidak pernah digunakan jadinya kental, apalagi darah kita kalau tidak gerak, ya bisa beku. Nanti stroke,

 

Pelajaran yang Diambil dari Kisah Mbah Kerto

Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah Mbah Kerto. Pertama, tujuan kita itu menjadi kaya bukan terlihat kaya, menjadi mampu beli barang mahal bukan kredit barang mahal, terlihat sederhana walau tanah dimana-mana.

Kedua, untuk menjadi sukses tidak perlu bekerja di bidang yang sarat gengsi seperti menjadi pegawai, karyawan. Namun, pekerjaan sederhana seperti bertani pun bisa mengantarkan kita menuju kesuksesan jika ditekuni dengan sungguh-sungguh.

Ketiga, kisah inspiratif dari Mbah Kerto ini harus menjadi motivasi anak muda untuk memajukan bidang pertanian. Satu catatan terakhir dari artikel ini yakni anak muda Indonesia harus bisa membuka bisnis di bidang pertanian.

Apalagi, ada ramalan dari Pengamat Pangan IPB Sahara, yang mengemukakan pendapat kondisi krisis pangan di tahun 2022 lebih dahsyat dibandingkan tahun 2018. Ini dipicu krisis akibat Covid-19 dan diperparah dengan kondisi perang Rusia-Ukraina.

Hal tersebut pun menyebabkan ketidakseimbangan supply and demand. Bahkan, Bappenas memprediksi Indonesia kehabisan petani pada tahun 2063. Otomatis, kita selaku generasi muda memegang kendali penuh untuk menyelamatkan negara kita sebagai negara agraris.