3 Makna Kamu Nanya Kamu Bertanya-tanya dalam Dunia Bisnis

Dilan Cepmek adalah orang yang mempopulerkan kalimat "Kamu nanya, kamu bertanya-tanya?"

Like

Pasti kamu masih ingat kalimat yang bunyinya begini, "Kamu nanya, kamu bertanya-tanya?"

Yap, itu adalah kalimat viral beberapa waktu yang lalu di TikTok dari seorang content creator bernama asli Muhammad Alif.

Selain kalimat itu, rambutnya juga terkenal dengan model cepmek alias cepak mekar. Suaranya juga menirukan karakter Dilan di film, sehingga orang-orang memanggilnya dengan Dilan KW. 

"Kamu nanya, kamu bertanya-tanya" saking viralnya di TikTok, menjadi ditiru oleh hampir semua orang. Bahkan, anak-anak saya pun begitu. Ketika saya bertanya sesuatu kepada mereka, eh, mereka justru bertanya balik, "Kamu nanya?"

Sebenarnya, kok saya merasanya jadi kurang berakhlak ya apabila ada anak yang diajak orang yang lebih tua, tetapi tanggapannya begitu? Misalnya, ada murid yang ditanya gurunya, malah balik bertanya, "Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya?"


Namun, pastinya, jika seseorang mengaku sebagai pecinta berat kalimat tersebut, pas meninggal dunia nanti, di alam kubur, ditanya malaikat, apa mau tanya balik, "Kamu nanya, kamu bertanya-tanya?," hehe

Baca Juga: Kamu Perlu Tahu, Ini 3 Cara Bisnis Bangkrut Lebih Cepat!
 

Makna Kalimat dalam Dunia Bisnis


Ternyata, setelah saya merenungkan, kalimat tersebut tetap mengandung makna positif, utamanya dalam dunia bisnis.

Lho, kok bisa, Mas? Iya, paling tidak ada 3 makna yang ada. Jika masih ada yang lain, silakan kamu tambahkan di kolom komentar ya! 
 

Pebisnis

 

1. Ketika Memulai Bisnis


"Kamu nanya, kamu bertanya-tanya", bisa diterapkan sebelum membuka bisnis. Jadi, pertanyaan itu ditujukan ke diri sendiri terlebih dahulu. Apa yang mau ditanyakan? 

Begini, banyak orang membuka bisnis itu langsung buka saja. Sebenarnya, ini memang boleh dan benar, seperti yang diajarkan oleh para motivator dan pengusaha dengan modal ludah itu.

Misalnya, langsung jadi dropshipper, reseller, bikin website, langsung buka toko offline, stok barang di toko tersebut, bahkan langsung rekrut karyawan, dan lain sebagainya. 

Itu semua memang bisa dilakukan, tetapi yang harus dipikirkan pertama adalah apa sih yang menjadi pondasi dalam berbisnis?

Bisnis itu selain memang tujuannya untuk mencari uang atau cuan, pada intinya juga membantu menyelesaikan masalah orang lain. Business is the problem solving for people.  

Masalah apa sih yang menghinggapi orang-orang? Apa problem yang mereka hadapi sehari-hari? Nah, jika kita punya solusinya, punya pemecahannya, sediakan itu, dan jual ke mereka.

Orang-orang yang membutuhkan solusi atau pemecahan masalahnya, akan membayar berapapun kok agar masalah mereka bisa lenyap. 

Contohnya dulu saat berdirinya Gojek. Diawali dari permasalahan yang ada di pikiran Nadiem Makarim. Tukang ojek memang sudah ada lama sekali. Namun, untuk mencari tukang ojek ternyata gampang-gampang susah.

Ketika tidak dibutuhkan, eh sliwar-sliwer, lewat begitu saja. Ketika butuh, eh, kok tidak ada? Bahkan di pangkalan pun nihil. 

Baca Juga: Pemilik Bisnis, Hati-hati Karyawan Toxic! Ini Tips Mencegahnya!

Nah, adanya Gojek, memudahkan untuk mencari tukang ojek. Lebih bagus lagi dengan uang yang akan kita bayar, karena sudah diperhitungkan tarifnya di aplikasi.

Nyaman sekali menggunakan aplikasi tersebut, bahkan diperluas sampai memesan makanan juga. Saat mau keluar rumah dan ternyata cuaca panas, maka solusinya lewat Gofood yang ada di aplikasi Gojek juga.

Ini juga masalah tersendiri, orang ingin makan, tetapi malas mengeluarkan motor, terkena macet, malas berdiri antri di restoran, dan lain sebagainya. 

Banyak masalah orang yang belum terselesaikan sampai sekarang. Tugas pengusaha sejati memang menyelesaikan dan memecahkan masalah tersebut. Seorang internet marketer juga mengaku dia punya masalah dalam membuat landing page.

Biasanya, menyuruh orang untuk membuat landing page tersebut, namun tentu ada kekurangannya. Akhirnya, dia membuat platform sendiri. Saya pun pernah mencobanya, meskipun sekarang saya tidak lagi pakai karena kembali ke WordPress. 

Jadi, pada pertanyaan, "kamu nanya, kamu bertanya-tanya" ini, apa yang mau kita tawarkan ke orang lain? Soalnya begini, jika kita sudah menyiapkan segala bisnis, tetapi justru tidak menyelesaikan masalah orang lain, atau sudah lewat eranya, maka bisnis itu akan mlempem dengan sendirinya.

Seperti alat pager. Generasi tahun 80 atau 90-an tentunya mengenal media ini. Untuk mengirim pesan kepada orang yang memiliki pager tersebut.

Sistemnya cuma satu arah. Kita menelepon operator untuk menuliskan dan mengirimkan pesan. Saya pun pernah melakukan hal itu. Meminta operator mengirim pesan ke paman saya.

Waktu itu, pager menjadi alat yang keren sekali. Namun, kini mana ada sih orang yang pakai alat itu lagi? Lebih parahnya lagi, mana ada sih orang yang berbisnis jualan pager, sedangkan sekarang media sudah jauh lebih canggih.

Pada masanya, pager menyelesaikan masalah orang, tetapi sekarang, berbisnis alat itu yang justru akan menimbulkan masalah! 
 

2. Arahnya Kepada Customer Atau Pelanggan

 

Pelayanan customer


"Kamu nanya, kamu bertanya-tanya", untuk yang kedua, ditujukan kepada orang yang pernah bertransaksi dengan kita. Orang yang pernah membeli produk kita atau memakai jasa kita. Ini sudah akrab sekali di telinga kita. Namanya adalah testimoni. 

Tung Desem Waringin, motivator nomor 1 terheboh di Indonesia, mengajarkan untuk meminta tanggapan positif dari pembeli kita. Jangan pertanyaannya begini, "Pak, minta testimoninya ya!" 

Kalau pertanyaannya begitu, maka pelanggan bisa memberikan review yang negatif. Malah nanti ujung-ujungnya menjelek-jelekkan produk kita.

Dengan meminta tanggapan yang positif, maka konsumen akan memberikan ulasan yang bagus juga, meskipun yah, namanya dunia bisnis, tidak semua orang bisa dipuaskan dengan produk atau jasa kita sih.

Selalu saja ada orang yang tidak suka, akhirnya jadi menyerang bisnis kita. Hadapi saja, toh, itu 'kan bagian dari asyiknya menjadi pengusaha bukan? 

Jika ada orang yang memberikan testimoni yang negatif, maka itu menjadi evaluasi dari bisnis kita. Bila testimoninya positif, Alhamdulillah. Berarti bisnis kita sudah dapat diterima oleh orang lain.

Namun, jangan puas di situ, sebab para pesaing kita bisa menikung dari belakang. Mereka bisa memberikan kualitas produk yang lebih baik, lebih terjangkau, maupun lebih enak bila kita berbisnis kuliner. 
 

3. Bersama Tim


Biasanya, di mana-mana saat orang memulai bisnis itu, dia sendirian. Kalau buka usaha kuliner, dia yang siapkan bahannya, dia yang masak, dia yang menyajikan, dia yang cuci piring, dan semuanya dia. Kalaupun ada yang bantu, paling-paling istrinya. 

Hal itu terjadi pada mantan tetangga saya di Jogja. Dia jualan nasi goreng, mi goreng, mi rebus, teh hangat, kopi, dan sebagainya. Jualannya di trotoar, dekat rumah saya.

Selama bertahun-tahun, cuma dijalankan bersama istrinya. Memang sih hasilnya lumayan. Dia bisa beli tanah sendiri dan mengumpulkan harta lainnya. Namun, kalau cuma dua orang terus, kapan berkembangnya ya?

Jika orientasi kita cuma jadi pedagang, maka akan terus begitu. Cuma dua orang, atau satu orang, yaitu: kita sendiri. Akan tetapi, bila kita ingin jadi pengusaha, maka sudah saatnya melibatkan orang lain.

Mencari orang untuk ikut mengelola bisnis kita. Tidak bisa selamanya kita mengurus bisnis sendiri. Bisa jadi kita sakit, mulai melemah tenaga, bisnis mulai redup, atau meninggal dunia. Siapa yang mau teruskan kalau bukan orang lain?

Baca Juga: Ini Waktu yang Tepat untuk Memulai Usaha dan 3 Alasannya!

Kita bisa melihat orang-orang terkaya di Indonesia ini, tidak mungkin bukan begitu banyak perusahaannya diurus sendiri? Pastinya mereka memiliki karyawan yang jumlahnya bisa ribuan, belasan ribu, sampai puluhan atau ratusan ribu.

Karyawan sebanyak itu, memang bisa membantu si pemilik untuk makin kaya. Menjadikan perusahaannya makin berkembang hingga menjalar ke mana-mana. 

Bila usaha kita mulai membesar, maka saya sarankan jangan menyebut orang lain yang terlibat dalam bisnis kita dengan sebutan: pekerja, karyawan, atau bahkan pembantu.

Kesannya mereka bawahan kita, padahal memang begitu sih hakikatnya. Lebih bagus, sebut mereka dengan tim kita. Seperti yang dikatakan para internet marketer yang saya beli produk mereka, orang-orang yang membantu mereka disebut dengan tim saja. 

Kalau disebutnya tim, maka itu berarti mereka mitra kerja kita. Kedudukannya bisa setara lho. Kita punya kemampuan tertentu, tim kita juga punya kemampuan tertentu. Kita mungkin bisa bikin copywriting, sedangkan tim kita mungkin kurang. Nah, dari situlah kolaborasi, saling melengkapi. 

Tim juga bisa diartikan saling memiliki bisnis. Jadi, mereka juga ikut memikirkan bisnis ini kondisinya seperti apa dan mau dibawa ke mana? Inilah makna dari kalimat "kamu nanya, kamu bertanya-tanya".

Kita bertanya kepada tim kita, apa yang masih kurang? Apa yang bisa diperbaiki? Masalah apa yang muncul? Apakah bisnis ini tetap akan dipertahankan atau beralih ke bisnis lain?

Berbagai pertanyaan bisa diungkapkan kepada tim kita. Tentu saja tidak hanya diungkapkan, tetapi juga didiskusikan. Kalau sudah ada hasil diskusi, segera dilaksanakan. 

Kalau statusnya karyawan, bisa jadi mereka akan cuek. Terserah bisnis ini mau ke mana, yang penting gaji mereka terbayarkan. Rasa memilikinya kurang, karena hubungan dengan mereka antara bos dengan karyawan atau pekerja biasa. 

Jika tim, maka mereka turut andil dalam bisnis, maka semestinya juga memikirkan masa depannya. Jadi, yang didapatkan nanti tidak cuma sekadar penghasilan, tetapi juga cara agar bisnis tersebut makin bermanfaat untuk orang lain. 

Setuju dengan 3 makna di atas? Tulis pendapatmu di kolom komentar ya! 

Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
 
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.