Ohhh, Ternyata Ini Alasannya Bos Selalu Benar!

Bos, sumber gambar: pixabay

Like

Dalam sebuah kegiatan besar yang melibatkan ratusan orang, ada kejadian yang menimpa teman saya. Sebut saja inisialnya adalah S. Bos besar, sebut saja begitu, mengabsen dan menemukan ada yang tidak hadir pada acara pembukaan.

Ada empat orang yang dikatakan tidak hadir. Salah satunya teman saya tersebut. Padahal, nyata-nyata dia hadir di malam tersebut. Buktinya, dia sudah mengisi absen, tapi kok dikatakan tidak hadir ya?

Besoknya, masih dalam rangkaian kegiatan, teman saya itu dipanggil bersama tiga orang lainnya. Ditanya, kenapa tidak hadir semalam? S jelas menyangkal toh. Dia hadir betul.

Panitia menyangkal dan tetap mengotot juga bahwa dia tidak hadir. S menjelaskan sedetailnya, begitu pula tiga orang lainnya. Akhirnya, panitia meminta bukti kehadiran dengan foto. Nah, ternyata S tidak sempat memfoto dirinya. Dia lupa selfie. 

Makin paniklah si S. Apalagi selalu ada wacana dipindah-pindahkan ke tempat lain. S merasa takut pindah dari tempat kerjanya sekarang. Meninggalkan istri dan juga anak-anaknya.


Namun, tetap fotonya tidak ada. Padahal, fotonya itulah yang akan berbicara. Ini tidak ada hubungannya dengan film Harry Potter ya, foto bisa bergerak. 

S pun pasrah. Ada dua yang lain sudah merasa aman, karena ada fotonya, bukti mereka hadir. Ketika sudah pasrah dan kembali ke ruangan kegiatan, rupanya S ada fotonya. Dia tanpa sengaja difoto oleh temannya. Meskipun hanya terlihat samping dan belakang, tetapi itu sudah cukup bukti bahwa dia memang betul-betul hadir. 

Baca Juga: Pilih Menjadi Seorang Bos atau Leader? Ini Beberapa Perbedaannya

Nah, yang jadi pertanyaan sekarang, empat orang itu sudah nyata hadir, mengisi absen, tetapi kok bisa dibilang tidak hadir? Dikatakan tidak ada di tempat acara.

Panitia mengatakan seandainya bos besar menyebutkan ada yang tidak hadir, sementara orangnya memang hadir, tinggal tunjuk jari saja. Urusan selesai. Case is closed. Namun, karena empat orang tidak melakukan hal tersebut, maka dipanggillah mereka. 

Kalau ditarik kesimpulan, bos besar tersebut juga salah ya? Nyata hadir, tetapi dikatakan tidak hadir empat orang tersebut. Namun, jika salah satu di antara mereka menyebutkan kesalahan bos besar, maka resikonya akan sangat besar juga.

Bisa jadi, besoknya langsung dipindahkan ke tempat lain yang jauh sekali. Ibaratnya "dibuang" begitu saja. Makanya, tidak mau ambil resiko itu, cukup manggut-manggut dan nurut saja.   
 

Bos Selalu Benar


Ada sebuah aturan yang berseliweran di jagat media sosial. Aturan tersebut berbentuk dua poin. Pada poin pertama, bos itu selalu benar. Pada poin kedua, jika bos salah, maka lihat aturan pertama.

Ini yang diyakini oleh banyak orang dan memang berlaku di hampir semua tempat kerja. Saat bos memerintahkan sesuatu, maka wajib dilaksanakan. Jika ada kesalahan, maka kesalahan tersebut akan ditimpakan kepada anak buahnya. 

Padahal, sejatinya bos adalah pihak yang paling bertanggung jawab dari kerja-kerja bawahannya. Akan tetapi, tidak semuanya berjalan seperti itu.

Ada yang tidak melakukan kesalahan apa-apa, tiba-tiba dicap salah, ditendang, lalu dilemparkan dari tempat kerja tersebut. Posisinya bisa saja diganti oleh orang lain yang lebih disukai bos. 

Baca Juga: Ingin Punya Karyawan untuk Usaha Kamu? Intip Cara Bos Amazon Merekrut Timnya Yuk!

Hal tersebut juga menimpa paman saya. Beliau adalah seorang pegawai sebuah daerah di Indonesia ini. Punya jabatan sebagai kepala kantor. Namanya pegawai daerah, pastilah dekat dengan pemimpin daerah.

Hal yang miris terjadi, saat pemimpin daerah berganti, maka paman saya itu langsung diganti pula. Padahal, beliau tidak melakukan kesalahan, termasuk pegawai yang jujur, pangkatnya sudah tinggi. Namun, karena memang tidak disukai pemimpin daerah, paman saya itu diganti oleh pegawai yang notabene pangkatnya lebih rendah!

Kok bisa begitu ya? Ya, itulah yang namanya resiko menjadi bawahan. Seorang bawahan harus selalu menjalankan tugas dari bos, tidak boleh melakukan kesalahan sebab ada konsekuensinya. Jika pekerjaan tersebut berhasil, bos juga yang akan dapat nama, kok!

Kebanyakan bos memang lebih santai, terutama di kantor pemerintahan. Dia tinggal meneruskan tugas dari bos besarnya ke stafnya. Apalagi ada fitur di WA yang tinggal meneruskan pesan hingga bertuliskan pesan diteruskan berkali-kali.

Beberapa hari kemudian, dia tanya sudah selesai atau belum? Kalau belum, staf tersebut bisa dimarahi. Suka-suka bos, lah!

Makanya, ada orang yang keluar dari pekerjaan karena memang tidak cocok dengan bos. Ini bukan dipecat atau dikeluarkan, lho, tetapi memilih resign. Mungkin setelah itu, dia buka usaha sendiri atau mencari pekerjaan lain. Yang jelas, tidak mau lagi memiliki bos dengan karakter yang tidak disukainya. 

Hal tersebut memang kembali ke diri masing-masing. Bos bisa berbuat sesukanya. Jika ada stafnya yang termasuk keluarganya, maka seberapa banyak kesalahan staf tersebut, tetap akan dilindungi.

Ini juga terjadi dalam dunia pemerintahan. Sepertinya, kantor pemerintahan tersebut yang notabene adalah milik negara, jadi seakan-akan milik sendiri, deh!
 

Bertahan atau Pergi?


Sekarang memang tidak gampang mencari pekerjaan. Pendapat ini memang selalu ada di setiap zaman. Dari zaman dahulu, mencari pekerjaan dibilang sulit. Sekarang juga begitu. Padahal 'kan manusia dibekali akal pikiran untuk bekerja.

Tidak harus mencari pekerjaan, karena itu berarti pekerjaannya hilang. Kalau tidak hilang, kenapa harus dicari bukan? Jika memang memiliki kemauan dan kemampuan, kenapa tidak bikin pekerjaan sendiri, ya 'kan?

Baca Juga: Masa Sih Model Kepemimpinan Transformasional Bikin Tim Solid?

Jika ada orang yang bertahan dengan bos yang ngeselin, maka orang tersebut termasuk sabar. Ini yang sebenarnya dibutuhkan dalam dunia kerja.

Tidak ada bos yang sempurna, namanya juga manusia biasa. Pada satu sisi, dia mungkin bikin jengkel, tetapi pasti ada kelebihannya dong? Pasti ada juga kebaikannya, ya toh?

Kalau punya bos yang dianggap bikin kesal, lalu memilih resign. Masuk ke tempat kerja baru, bosnya dianggap begitu juga, keluar lagi. Seterusnya sampai benar-benar dapat bos yang diinginkan, itu akan membuang banyak waktu.

Padahal, punya bos yang menyenangkan atau tidak, kita tetap bisa belajar kok. Kalau bos menyenangkan, kok bisa begitu? Apa triknya? Apa kiat-kiatnya membuat bawahan suka?

Sebaliknya, jika membuat benci, apa saja penyebabnya? Apakah bos tersebut kurang pengalaman? Kurang mempelajari ilmu manajemen, atau apa? 

Mempelajari bos akan membuat ilmu dan pengetahuan kita makin berkurang. Suatu saat, kita bisa menjadi bos juga. Mengambil ilmu dari berbagai tipe bos sangat memperkaya manajerial kita.

Jangan karena bos tidak menyenangkan, lalu pilih keluar saja. Ini sih mirip generasi sekarang yang tidak suka dengan teman di media sosial, padahal hanya gara-gara masalah sepele, langsung unfriend, blokir, atau tidak mau lagi kontak dengannya. Cemen banget nggak sih? 

Sampai di sini, kamu mungkin pemasaran, eh, penasaran jika bos disebut selalu benar, apa alasannya? Bila bos selalu merasa benar dan harus selalu dianggap benar, maka itu termasuk bos yang otoriter.

Bos semestinya mendengarkan juga aspirasi dari bawahannya, usul, maupun kritik. Untuk bos yang otoriter dan selalu merasa benar tersebut, maka pantas terjadi karena suatu alasan.

Lihat dari nama bos itu sendiri, terdiri dari tiga huruf saja. BOS, kepanjangannya adalah Bener Ora Salah. Itu dalam bahasa Jawa, sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah benar, tidak salah. 

Kamu sendiri sekarang sudah jadi bos atau belum? Atau sedang memiliki bos juga? Apakah bos yang kamu miliki itu sesuai dengan kepanjangan di atas atau kamu mungkin punya kepanjangan sendiri? 

Punya opini atau tulisan untuk dibagikan juga? Segera tulis opini dan pengalaman terkait investasi, wirausaha, keuangan, lifestyle, atau apapun yang mau kamu bagikan. Submit tulisan dengan klik "Mulai Menulis".
 
Submit artikelnya, kumpulkan poinnya, dan dapatkan hadiahnya!
 
Gabung juga yuk di komunitas Telegram kami! Klik di sini untuk bergabung.